Jayapura (ANTARA News) - Wakil Ketua II DPRD Kota Jayapura, M Darwis Massi meminta kepada pemerintah setempat untuk mengecek kebenaran informasi mengenai air PDAM yang telah diracun oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.

"Isu yang beredar lewat pesan singkat di telepon seluler (SMS) warga Kota Jayapura cukup meresahkan, ada baiknya pemerintah kota lewat instansi teknis terkait untuk mengecek apakah air dari PDAM memang benar diracun atau ini hanya isu," kata Darwis di Jayapura, Papua, Jumat.

Menurut dia, SMS tentang air PDAM yang diracun oleh orang yang tidak bertanggungjawab telah beredar sejak Kamis (3/5) malam.

Ia mengaku, telah mendapatkan keluhan dari warga terkait SMS tersebut.

"Semalam saya sudah dapat laporan dari warga, kata mereka ada pesan pendek yang diterima bahwa air PDAM tidak boleh diminum untuk beberapa waktu lamanya karena telah diracun," katanya.

Ia mengatakan, pemerintah Kota Jayapura dan pihak kepolisian harus bergerak cepat mengecek kebenaran informasi tersebut.

Pihak berwenang, katanya, bisa mengambil sampel di beberapa tempat mata air yang digunakan oleh PDAM, serta menelusuri sumber pesan singkat tersebut.

"Pemerintah lewat instansi terkait dalam hal ini PDAM, agar segera mengambil sampel air, cek dilaboraturium apakah air ini benar diracun atau sebaliknya," katanya.

"Pihak kepolisian juga harus mengungkap siapa yang menyebar isu yang meresahkan warga," lanjutnya.

Darwis juga mengimbau kepada seluruh warga Kota Jayapura untuk tidak ikut-ikutan menyebar pesan pendek lewat telepon seluler terkait isu air PDAM yang diracun.

Karena, kata dia, dengan semakin menyebarkan isu tersebut, maka kepanikan di tengah warga yang rata-rata menggunakan air PDAM akan semakin meningkat.

"Saya imabu kepada warga untuk tidak lagi ikut-ikutan menyebar isu air PDAM yang beracun," tutupnya

Sebelumnya, warga ibu kota Provinsi Papua dihebohkan dengan adanya isu lewat SMS, yang menyatakan bahwa air PDAM telah diracun untu itu jangan dikonsumsi dalam beberapa waktu ke depan. (T.KR-ARG/K006)


Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024