Makassar (ANTARA News) - Indonesia termasuk negara paradoksal (berlawanan asas) yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia dengan potensi laut 75 persen dan darat 25 persen.

Namun arah pembangunan dan pengembangannya masih berorientasi ke darat dan kehidupan nelayan tetap miskin, kata Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Prof Dr Andi Niartiningsih, MP dalam orasinya di depan peserta Sekolah Staf Komando Angkatan Laut (Sesko AL) di Kampus Unhas Makassar, Kamis.

Dia menguraikan, Indonesia terdiri atas 17.480 pulau, memiliki garis pantai 95.181 kilometer dan potensi laut 5,8 juta kilometer persegi dengan daratan 1,9 juta kilometer persegi.

"Bahkan sekarang, risiko bisnis yang mengandalkan sumber daya laut itu tinggi," ujarnya.

Rombongan yang dipimpin Direktur Pendidikan Sesko AL Kol Laut Didin Zainal Abidin, S.Sos, MM, berjumlah 56 orang. Di antara mereka terdapat utusan dari Malaysia, Australia, Amerika Serikat, Filipina, dan China.

Sebagai negara dengan wilayah perairan terluas, mestinya megarahkan pembangunannya ke laut dan mampu meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dengan memanfaatkan potensi sumber daya laut secara arif dan bijaksana.

Indonesia hingga kini masih berorientasi ke darat, padahal mestinya ke laut. Malah kini, kata Andi Niartiningsih, laut kerap menjadi sumber pembuangan limbah dari darat. Belum lagi limbah dari laut itu sendiri yang bersumber dari polutan yang berakibat terjadinya degradasi ekosistem laut.

"Hal-hal inilah yang sering membuat para nelayan tidak mampu meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Kita belum bijak mengelola sumber daya laut," ujar Guru Besar tersebut.

Dalam hal produksi ikan, lanjutnya, Indonesia kalah dengan China. Sepuluh tahun silam, produksi yang dari enam persen naik menjadi 42 persen. Negara itu hanya membutuhkan waktu lima tahun untuk menyaingi Indonesia dalam memproduksi ikan.

Pada tahun 1949, Indonesia memproduksi ikan 29.000 ton, China 19.000 ton. Namun pada tahun 1999, negara tirai bambu itu mampu meningkatkan produksi ikannya menjadi 42 juta ton, sementara Indonesia hanya mampu memproduksi 3,9 juta ton.

"Mereka dapat meningkatkan produksi perikanan, karena memanfaatkan teknologi moderen," ujar Niartiningsih dan melanjutkan, kini pemerintah berhasil mengidentifikasi sejumlah permasalahan dalam pengelolaan sumber daya laut Indonesia dan meluncurkan sejumlah solusi.

Masalah yang signifikan berkaitan dengan posisi sumber daya laut Indonesia adalah rendahnya kontribusi terhadap pembangunan. Penegakan hukum dan kedaulatan di wilayah laut yang masih jauh dari yang diharapkan.

Langkah yang harus dilakukan adalah penataan ruang pesisir dan lautan secara terpadu. Penguatan dan pengembangan sektor-sektor ekonomi kelautan yang efisien, berdaya saing, berkeadilan, dan berkelanjutan. Pembangunan pulau-pulau kecil secara optimal dan berkelanjutan.

Guna meningkatkan pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan diperlukan pedayagunaan sumberdaya kelautan non-konvensional.

Penguatan dan pengembangan industri hilir untuk meningkatkan nilai tambah produk, penciptaan lapangan kerja, dan sejumlah "multiplier effects". Penguatan dan pengembangan industri peralatan, mesin, dan penunjang ekonomi kelautan.

"Pengembangan 'role models' (etalase) ekonomi kelautan, sediktnya satu etalase di setiap provinsi dengan menerapkan sistem KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) dan kluster industri (Minapolitan)," ucap Niartiningsih.

Pengendalian pencemaran, rehabilitasi dan konservasi. Mitigasi dan adaptasi bencana alam. Penguatan dan pengembangan IPTEK dan SDM kelautan. Penyempurnaan basis data dan sistem informasi kelautan. Penguatan dan pengembangan kelembagaan kelautan. Penguatan dan pengembangan kerjasama Internasional. Penciptaan iklim investasi yang kondusif. Menjadikan kelautan sebagai platform pembangunan nasional. (T.KR-DF/F003)

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024