Jakarta (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menjelaskan bahwa satelit Starlink milik perusahaan Amerika Serikat, SpaceX, memang diizinkan berlabuh secara khusus di Indonesia untuk melayani jaringan tetap tertutup PT Telkom Satelit Indonesia (Telkomsat), bukan melayani masyarakat umum.
"Kementerian Kominfo telah memberikan Hak Labuh Satelit Khusus Non Geostationer (NGSO) Starlink kepada PT Telkom Satelit Indonesia (Telkomsat). Hak Labuh Satelit tersebut hanya berlaku untuk layanan backhaul dalam penyelenggaraan jaringan tetap tertutup PT. TELKOM SATELIT INDONESIA, bukan untuk layanan retail pelanggan akses internet secara langsung oleh SPACE EXPLORATION TECHNOLOGIES CORP (STARLINK)," ujar Dedy dalam pesan elektroniknya kepada ANTARA, Minggu malam.
Backhaul yang dilayani Starlink merupakan teknologi yang memfasilitasi perpindahan data dari satu infrastruktur telekomunikasi ke telekomunikasi lainnya.
Teknologi itu dapat digunakan untuk mendukung penyediaan layanan broadband internet terutama jaringan selular 4G, terutama di daerah rural yang belum tersambung secara langsung dengan kabel serat optik.
Dedy mengatakan layanan satelit Starlink hanya dapat beroperasi jika pembangunan Gateway Station - Teresterial Component untuk menerima layanan kapasitas Satelit Starlink serta pengurusan Izin Stasiun Radio (ISR) Satelit Starlink telah dirampungkan oleh Telkomsat.
"Sebagai pemegang eksklusif atas Hak Labuh Satelit Starlink maka Telkomsat berhak mendapatkan layanan backhaul satelit," ujar Dedy.
Dengan demikian, Dedy memastikan bahwa operasional pemanfaatan layanan Starlink oleh Telkomsat wajib tunduk pada regulasi yang berlaku di Indonesia, termasuk pemenuhan kewajiban hak labuh.
Izin hak labuh akan dievaluasi setiap tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan hasil evaluasi dan sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.
Ia menambahkan, saat ini hubungan perdagangan bilateral di sektor telekomunikasi dan digital antara Indonesia dan Amerika Serikat berkembang pesat.
Kerja sama kedua negara juga mencakup rencana Indonesia untuk memiliki tiga satelit generasi terbaru yang terdiri dari 150 GB Very High Throughput Satellite (VHTS) diberi nama SATRIA (Ka- Band), 80 GB Very High Throuhput Satellite (VHTS) sebagai Hot Backup Satellite (Ka-band), dan 32 GB High Throughput Satellite (HTS) yg di miliki Telkomsat (C & Ku- band).
"Ketiga satelit itu direncanakan akan menggunakan roket peluncur SpaceX - Falcon 9 dan merupakan jenis satelit yg mengorbit di Geo stationer Orbit," ujar Dedy.
"Kementerian Kominfo telah memberikan Hak Labuh Satelit Khusus Non Geostationer (NGSO) Starlink kepada PT Telkom Satelit Indonesia (Telkomsat). Hak Labuh Satelit tersebut hanya berlaku untuk layanan backhaul dalam penyelenggaraan jaringan tetap tertutup PT. TELKOM SATELIT INDONESIA, bukan untuk layanan retail pelanggan akses internet secara langsung oleh SPACE EXPLORATION TECHNOLOGIES CORP (STARLINK)," ujar Dedy dalam pesan elektroniknya kepada ANTARA, Minggu malam.
Backhaul yang dilayani Starlink merupakan teknologi yang memfasilitasi perpindahan data dari satu infrastruktur telekomunikasi ke telekomunikasi lainnya.
Teknologi itu dapat digunakan untuk mendukung penyediaan layanan broadband internet terutama jaringan selular 4G, terutama di daerah rural yang belum tersambung secara langsung dengan kabel serat optik.
Dedy mengatakan layanan satelit Starlink hanya dapat beroperasi jika pembangunan Gateway Station - Teresterial Component untuk menerima layanan kapasitas Satelit Starlink serta pengurusan Izin Stasiun Radio (ISR) Satelit Starlink telah dirampungkan oleh Telkomsat.
"Sebagai pemegang eksklusif atas Hak Labuh Satelit Starlink maka Telkomsat berhak mendapatkan layanan backhaul satelit," ujar Dedy.
Dengan demikian, Dedy memastikan bahwa operasional pemanfaatan layanan Starlink oleh Telkomsat wajib tunduk pada regulasi yang berlaku di Indonesia, termasuk pemenuhan kewajiban hak labuh.
Izin hak labuh akan dievaluasi setiap tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan hasil evaluasi dan sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.
Ia menambahkan, saat ini hubungan perdagangan bilateral di sektor telekomunikasi dan digital antara Indonesia dan Amerika Serikat berkembang pesat.
Kerja sama kedua negara juga mencakup rencana Indonesia untuk memiliki tiga satelit generasi terbaru yang terdiri dari 150 GB Very High Throughput Satellite (VHTS) diberi nama SATRIA (Ka- Band), 80 GB Very High Throuhput Satellite (VHTS) sebagai Hot Backup Satellite (Ka-band), dan 32 GB High Throughput Satellite (HTS) yg di miliki Telkomsat (C & Ku- band).
"Ketiga satelit itu direncanakan akan menggunakan roket peluncur SpaceX - Falcon 9 dan merupakan jenis satelit yg mengorbit di Geo stationer Orbit," ujar Dedy.