Makassar (ANTARA News) - Program Manager Demokrasi dan Pemerintahan Yayasan TIFA Mickael Bobby Hoelman mengatakan, pemberian ruang audit sosial masih terbatas.

"Padahal ruang audit sosial itu sebagai bentuk partisipasi masyarakat terhadap kebijakan pemerintah," kata Mickael pada Temu Mitra Audit Sosial dan Masa Depan Akuntabilitas di Makassar, Senin.

Dia mengatakan, selama ini pemberian ruang partisipasi kepada masyarakat sudah ada melalui Musrembang, namun ketika sudah masuk ke ruang politik atau tingkat partai, hasil musrembang itu biasanya tidak diakomodir lagi.

Akibatnya, lanjut dia, "wajah" laporan tahunan kinerja pemerintah masih lebih berorientasi ke dalam (internal) daripada ke luar atau ke kelompok masyarakat dan sebagainya.

"Untuk memberi ruang audit sosial dengan mengedepankan partisipasi masyarakat untuk mengawasi dan mengoreksi kinerja lembaga pemerintahan, maka pemerintah dan legislator harus memiliki paradigma yang sama," katanya.

Dalam hal ini, menurut Michael, perlunya pemerintah dan legislator memandang warga atau masyarakat bahwa memiliki hak untuk mengawasi atau memandang kinerja pemerintah atau legislator.

Sehingga ke depan, lanjut dia, ada proses-proses yang kemungkinan masyarakat terlibat dalam melakukan audit kinerja pemerintah atau legislator sebagai bagian dari hak warga negara.

Sementara itu, Direktur Pelaksana Yayasan Pengkajian Pengembangan Masyarakat (YPKM) Mulyadi Prayitno pada kesempatan yang sama mengatakan, audit sosial dapat menjadi tempat pendidikan kritis masyarakat.

Berkaitan dengan hal tersebut, setidaknya ada tiga tahapan yang dapat dilakukan dalam audit sosial yakni mencermati input misalnya SDM, penganggaran dan masyarakat yang dilibatkan.

Sedang dua tahapan selanjutnya adalah melihat prosesnya dan dampak yang diterima dari sebuah kebijakan atau program pembangunan. (T.S036/Y008) 

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024