Majene, Sulbar (ANTARA News) - Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, menyebutkan sekitar 40 persen dari total jemaah haji yang diberangkatkan setiap tahun di daerah itu berasal dari kabupaten lain akibat penyalahgunaan sistem data kependudukan.

"Perbandingan kuota haji yang terakomodir setiap tahun dibanding jumlah warga yang mendaftar masih sangat besar. Sementara, penyalahgunaan sistem pendataan penduduk mengakibatkan kuota Majene digunakan sekitar 40 persen penduduk dari kabupaten lain," jelas Kepala Seksi Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Majene, Sufian Mubarak di Majene, Rabu.

Disebutkan, jumlah pendaftar haji Majene yang masuk dalam ketegori daftar tunggu masih terdapat sebanyak dua ribu orang. Jumlah tersebut baru bisa terealisasi seluruhnya sekitar delapan hingga sembilan tahun ke depan, tergantung kuota haji yang di terima setiap tahun.

Tahun lalu, Majene mendapat kuota pemberangkatan haji semanyak 300 orang. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebanyak 50 orang dibanding pemberangkatan dua tahun sebelumnya sesuai penambahan kuota haji dari pemerintah pusat sebanyak 10 ribu untuk seluruh Indonesia dan 260 untuk Sulbar.

"Kabupaten yang selama ini menggunakan kuota Majene adalah Polewali Mandar dan Mamuju, Sulbar. Bahkan, beberapa penduduk dari Kalimantan juga ikut terdaftar sebagai warga Majene untuk mendapatkan kuota haji," sebutnya.

Sufian mengaku, hal itu sulit untuk diantisipasi sebab sistem pendataan penduduk yang masih mudah untuk digandakan sehingga dengan mudah penduduk dari luar Majene mendapatkan identitas Majene sebagai persyaratan mendapat kuota haji.

Dia berharap, program kartu tanda penduduk eletronik atau E-KTP yang diselenggarakan Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) mampu mengatasi banyaknya jumlah penduduk dari luar Majene yang terdaftar dalam kuota haji sebab hal tersebut sangat merugikan warga lokal.

Namun, dengan terdaftarnya sekitar dua ribu warga yang termasuk dalam kategori daftar tunggu, diperkirakan penegasan untuk mengutamakan warga lokal baru bisa terealisasi sembilan tahun mendatang sebab Kemenag mengaku tidak mungkin menghapus data lama yang telah terdaftar.

"Kami juga telah menyepakati penerapan infak haji sebesar Rp600 ribu per jemaah sesuai keputusan yang disepakati Pemkab Majene, Kemenag Majene, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Majene melalui pertemuan yang digelar beberapa waktu lalu," tambah Sufian. (T.KR-AHN/E001)

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024