Makassar (ANTARA) - Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) Republik Indonesia Wilayah IV melakukan riset pasar atau study market terhadap komoditas cabai rawit di Sulawesi Selatan.

Kepala Karantina Pertanian Makassar Lutfie Natsir menerima kunjungan KPPU yang didampingi Koordinator Bidang Karantina Tumbuhan Nuni Ujiani Natsir serta para pejabat karantina tumbuhan di Makassar, Kamis.

“Cabai di Sulawesi Selatan, di data kami itu semua keluar dari wilayah Sulsel untuk didistribusikan ke seluruh Indonesia," ujar dia.

"Kami biasanya berkoordinasi dengan pemerintah Sulawesi Selatan ataupun Kota dan Kabupaten di Sulsel bahwa sebisa mungkin kebutuhan di Sulsel harus terpenuhi sebelum dilalulintaskan, hal ini kita upayakan agar tidak memicu inflasi," tambah Lutfie.

Ia mengatakan Karantina Pertanian Makassar dipilih sebagai salah satu lokasi riset, terkait dengan intensitas lalu lintas komoditas cabai antar wilayah di Indonesia. 

Karantina Pertanian Makassar melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap lalu lintas antar area untuk komoditas cabai rawit di Sulawesi Selatan guna memastikan apakah cabai yang diantarpulaukan itu  terbebas dari Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK).

Komoditas cabai menduduki posisi penting dalam menu pangan di Indonesia. Cabai merupakan komoditas sayuran potensial yang memiliki nilai ekonomi tinggi yang mempunyai potensi untuk dapat terus dikembangkan. 

Meski hanya sebagai bumbu dapur, komoditas cabai dapat memicu inflasi dan menggerus daya beli masyarakat. 

Berdasarkan data Balai Karantina Pertanian Makassar, tahun 2019 terdapat sebanyak 1.379 ton cabai yang jika dirata-ratakan sekitar 100 ton per bulan dikirim keluar dari Sulsel.

Sementara di 2020, sebanyak 1.193 ton, kemudian pada 2021 ada kenaikan sebesar 1.268 ton lalu mengalami penurunan di 2022 hanya 483 ton yang keluar Sulsel. 

Selanjutnya Koordinator Bidang Karantina Tumbuhan Nuni Ujiani Natsir juga menjelaskan kepada KPPU terkait alur pemeriksaan karantina yang dilakukan oleh pejabat karantina di lapangan. 

"Pemeriksaan ini dilakukan sesuai dengan daerah tujuannya, dimana setiap daerah ada yang masuk dalam kategori low risk, medium risk dan high risk. Sehingga nantinya cabai rawit yang dilalulintaskan (antarpulaukan) sudah dapat dipastikan terbebas dari OPTK," ujarnya.

Pewarta : Nur Suhra Wardyah
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024