Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya untuk menerapkan Amendemen Kigali yang mengatur pengurangan konsumsi dan produksi senyawa hidroflourokarbon (HFC) untuk membantu mencegah kenaikan suhu bumi serta memberikan manfaat bagi upaya pembersihan iklim mulai 14 Maret 2023.

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Laksmi Dhewanthi mengatakan pengendalian konsumsi HFC melalui penerapan Amendemen Kigali membantu mencegah pemanasan global sampai 0,4 derajat Celcius pada tahun 2100, dan tentu saja tetap melindungi lapisan ozon.

"Amendemen Kigali akan berlaku pada 14 Maret 2023, yang mengatur tentang pengurangan HFC," ujarnya dalam sosialisasi ratifikasi Amendemen Kigali di Hotel JW Marriott, Jakarta, Rabu.

Pemerintah Indonesia telah meratifikasi amendemen kelima Protokol Montreal yang dikenal dengan Amendemen Kigali pada 14 Desember 2022, melalui Peraturan Presiden Nomor 129 Tahun 2022 tentang Pengesahan Amendment to the Montreal Protocol on Substances that Deplete the Ozone Layer, Kigali, 2016 (Amendemen atas Protokol Montreal tentang Bahan Bahan yang Merusak Lapisan Ozon, Kigali, 2016).

Amendemen tersebut mengatur pengurangan produksi dan konsumsi HFC secara global. HFC merupakan gas rumah kaca dengan potensi pemanasan global puluhan hingga ribuan kali lebih kuat dibandingkan karbon dioksida.

Laksmi menuturkan kebijakan pengendalian konsumsi HFC akan turut mengurangi potensi pemanasan global.

"Melalui pengendalian HFC, Indonesia akan mendapatkan manfaat bagi penambahan target pengurangan gas emisi rumah kaca, khususnya pada dokumen Second NDC yang sedang disusun. Indonesia akan mendapatkan banyak peluang untuk mengembangkan teknologi pendingin yang semakin ramah lingkungan dan teknologi lain yang akan membantu upaya-upaya kita melakukan pembangunan yang ramah lingkungan," imbuh Laksmi.

Berdasarkan perhitungan data impor, estimasi baseline Indonesia adalah 18,85 juta ton setara karbon dioksida. Baseline konsumsi HFC merupakan tingkat konsumsi rata-rata HFC pada tahun 2020-2022 ditambah dengan 65 persen baseline hidroklorofluorokarbon (HCFC).

Hasil inventarisasi penggunaan HFC selama periode 2015-2019 tercatat ada lima jenis HFC yang paling banyak diimpor, yaitu HFC-134a dengan GWP 1.430, HFC-32 dengan GWP 675, R-410A dengan GWP 2.087,5, R-404A dengan GWP 3.921,6, dan R407C dengan GWP 1.773,85, yang banyak digunakan pada industri pendingin dan tata udara.

Sesuai jadwal pengurangan HFC yang telah ditetapkan, Indonesia akan memulai pengendalian pada tahun 2024 dengan mengembalikan konsumsi HFC ke baseline.

Setelah itu, pengurangan konsumsi HFC akan dilakukan secara bertahap mulai dari pengurangan 10 persen pada tahun 2029, 30 persen pada tahun 2035, 50 persen pada tahun 2040, dan 80 persen pada tahun 2045.

Dengan memenuhi jadwal target pengurangan tersebut, KLHK bersama seluruh pemangku kepentingan akan menghitung skenario pengurangan konsumsi dengan mempertimbangkan kepentingan dan prioritas nasional.

"Kerja sama dan kolaborasi dari seluruh pemangku kepentingan sangat krusial demi mencapai target pengurangan konsumsi HFC yang telah ditetapkan sampai dengan tahun 2100," pungkas Laksmi.

Berita ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Indonesia terapkan kebijakan Amendemen Kigali mulai 14 Maret 2023

Pewarta : Sugiharto Purnama
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024