Jakarta (ANTARA) - Sudah terlalu sering kita mendengarkan motto sukses penyelenggaraan dan sukses prestasi tetapi motto tak boleh menjadi pemaaf bagi tidak terciptanya sukses prestasi, terutama dalam ajang-ajang di mana Indonesia tidak menjadi kekuatan utama atau tak memiliki rekam jejak yang tak terlalu bagus.

Ya, ajang-ajang besar seperti Piala Dunia U20 adalah panggung untuk semua hal yang bisa membuat citra Indonesia lebih positif lagi yang dampaknya bisa ke mana-mana, termasuk dampak ekonomi dan citra pariwisata.

Tak ada yang salah dengan pandangan itu, tetapi mengingat sepak bola Indonesia sudah begitu lama mendamba sukses atau bahkan trofi internasional, maka penekanan terbesarnya tidak di sana, sekalipun lawan-lawan Indonesia dalam Piala Dunia U20 pada Mei tahun ini kebanyakan tim-tim dengan koefisien prestasi yang jauh lebih tinggi.

Sebelum edisi yang seharusnya diadakan 2020 lalu, tetapi gagal karena pandemi COVID 19 itu, Indonesia pernah bertarung dalam ajang serupa pada 1979.

Pada Piala Dunia U20 yang saat itu masih bernama Piala Dunia Muda atau World Youth Championship itu, Indonesia memasuki arena kompetisi level FIFA ini sebagai wakil Asia, bersama dengan Korea Selatan.

Jepang sendiri lolos karena statusnya sebagai tuan rumah seperti Indonesia dalam Piala Dunia U20 tahun ini.

Saat itu Indonesia menghuni Grup B bersama Argentina, Polandia dan Yugoslavia.

Indonesia finis sebagai juru kunci karena kalah tiga kali dengan kebobolan 16 kali tanpa menyarangkan satu pun gol.

Dalam pertandingan pertamanya pada 26 Agustus 1979, Indonesia dicukur Argentina 5-0. Tiga gol yang menjebol gawang Indonesia di antaranya disarangkan oleh pemain yang kemudian menjadi salah satu legenda terbesar sepak bola dunia, Diego Maradona.

Dua hari kemudian Indonesia dibantai Polandia 0-6. Terakhir, Indonesia dibuat tak berdaya oleh Yugoslavia dengan lima kali dipaksa memungut bola dari dalam jaring sendiri persis seperti pertandingan pertama melawan Maradona cs.


Pengalaman 1979

Pengalaman 1979 itu tak boleh terulang, sekalipun lawan-lawan yang dihadapi Indonesia enam bulan ke depan itu rata-rata lebih kuat, paling tidak jika melihat peringkat FIFA dan rekam jejak mereka dalam turnamen-turnamen internasional.

Dari 12 negara yang sudah lolos ke turnamen 2023 ini, lawan yang mungkin paling lemah bagi Indonesia adalah Fiji yang berperingkat 163. Indonesia sendiri saat ini berperingkat 151.

Itu pun jika Indonesia satu grup dengan negara di Pasifik Selatan yang masuk mewakili Oseania bersama Selandia Baru tersebut.

Berikutnya, mungkin Republik Dominika yang hanya berselisih satu peringkat di atas Indonesia, atau Guatemala yang berperingkat 119, yang bisa menjadi lawan yang tak sulit bagi Indonesia.

Cuma, harap diingat, Guatemala pernah mencapai babak 16 besar Piala Dunia U20 pada 2011.

Namun, jika keberhasilan menaklukkan Curacao yang berperingkat 86 pada akhir September tahun lalu menjadi ukuran, Indonesia mungkin saja bisa berbuat banyak termasuk jika harus satu grup dengan wakil CONCACAF lainnya, ykani Honduras yang sudah tiga kali tampil dalam Piala Dunia senior dan berulang kali masuk Piala Dunia U20 dan kini berperingkat 81.

Sekali lagi, jika Indonesia satu grup dengan mereka.

Peserta-peserta lainnya dalam Piala Dunia U20 bulan Mei nanti itu rata-rata jauh lebih kuat dibandingkan dengan Indonesia.

Dari Eropa, ada Israel yang secara mengejutkan lolos sebagai juara grup. Kemudian Inggris dan Prancis yang masing-masing adalah juara dunia edisi 2017 dan 2013. Kemudian, Italia yang finis urutan ketiga pada 2017 dan Slovakia yang mencapai 16 besar edisi 2003.

Empat wakil Asia lainnya dan empat wakil Afrika baru bisa terlihat Maret depan, sedangkan empat wakil Amerika Selatan atau CONMEBOL baru terlihat bulan depan.


Selalu ada kekuatan lain

Yang pasti, dari 12 tim Afrika yang lolos turnamen Piala Afrika U20 di mana empat tim yang finis teratas berhak menggenggam tiket Piala Dunia U20 di Indonesia, hanya Sudan Selatan yang berperingkat di bawah Indonesia.

Dari benua ini, ada Nigeria, Senegal dan Tunisia yang tim-tim seniornya baru saja tampil dalam Piala Dunia 2022. Selain itu ada Mesir yang merupakan salah satu raksasa sepak bola Afrika dan Arab..

Sedangkan dari Amerika Selatan, semua dari 10 peserta Piala Amerika Selatan U20 pada 2023 yang empat teratasnya berhak mengikuti Piala Dunia U20 Indonesia, memiliki peringkat jauh di atas Indonesia. Selain itu, mereka juga rata-rata memiliki rekam jejak mentereng dalam kompetisi-kompetisi sepak bola internasional.

Jika dalam penentuan grup nanti, Indonesia satu grup dengan wakil Oseania dan CONCACAF yang lebih khusus lagi Fiji dan Republik Dominika, mungkin ada harapan Indonesia bisa melangkah lebih jauh dibandingkan dengan Piala Dunia U20 pada 1979.

Akan lain persoalannya jika Indonesia satu grup dengan wakil-wakil Eropa, Afrika dan Amerika Selatan, maka perjalanan mungkin akan sangat berat.

Tentu saja semua itu merupakan perhitungan di atas kertas. Segalanya bisa berubah. Peringkat dan rekam jejak kadang bukan segalanya.

Selalu ada kekuatan lain di balik semua kompetisi, tak hanya kompetisi sepak bola.


Berani dan percaya diri

Akhir tahun lalu dunia menyaksikan kejutan-kejutan besar terjadi di Qatar ketika Arab Saudi menggulingkan Argentina yang lalu menjadi juara dunia, Tunisia dan Jepang yang juga menumbangkan raksasa-raksasa sepak bola dunia, dan terakhir Maroko yang menjadi negara kedua dari kawasan non Eropa dan Amerika Selatan yang berhasil mencapai semifinal Piala Dunia.

Sukses Maroko di antaranya karena semangat dan daya juang tinggi, serta dukungan maraton pendukung mereka, sekalipun tak bisa dipungkiri Maroko bisa mencapai babak ini karena dibekali oleh skuad yang rata-rata tertempa oleh kompetisi tingkat klub di Eropa yang memang terbaik di dunia.

Tetap saja, amunisi terbesar mereka adalah sikap pantang menyerah dan keyakinan bisa mengalahkan siapa pun yang membuat mereka tak pernah merasa kalah sebelum bertanding.

Sikap ini lahir karena kepercayaan diri, dan kepercayaan diri di antaranya lahir karena binaan pelatih, sistem sepak bola dan dukungan serta rasa bangga pendukungnya. Bayangkan, jika Piala Dunia 2022 digelar di Maroko di hadapan pendukungnya sendiri.

Inilah mungkin salah satu pelajaran yang bisa dipetik Indonesia dari Piala Dunia 2022.

Memang tak bisa instan, tetapi waktu lebih dari tiga bulan ke depan harus digunakan untuk mencurahkan segala perhatian dan upaya dalam menaikkan performa timnas U-20 kita, terutama mental dan kepercayaan diri. Pengalaman 1979 yang tiga kalah dengan kebobolan 16 gol, tak boleh lagi terulang.

Dalam kerangka ini, salah satu yang diberikan kepada skuad U20 kita adalah memberikan jam terbang sebanyak mungkin dengan salah satunya menjajal tim-tim kuat dalam laga persahabatan untuk menguji kondisi teknis dan mental tim.

Semua itu dilakukan dalam intensitas tinggi yang dibarengi tuntutan sama tingginya kepada pelatih, pemain, dan para pengurus organisasi yang menaungi sepak bola kita.

Untuk itu, semua pihak harus mencurahkan perhatiannya kepada bagaimana membentuk skuad yang tak hanya berteknik kuat, tapi juga berani dan percaya diri melawan siapa pun.

Mereka juga harus bisa memanfaatkan semaksimal mungkin pendukung besar nan fanatik sepak bola kita. Ini semua PR mendesak kita.
 

Berita ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Piala Dunia U20 dan waktunya prioritaskan sukses prestasi

Pewarta : Jafar M Sidik
Editor : Redaktur Makassar
Copyright © ANTARA 2024