Mamuju (ANTARA Sulbar) - Kompartemen Grievances Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengungkapkan penggunaan benih palsu dalam penanaman atau pengembangan kelapa sawit hanya menghasilkan sekitar 50 persen dibanding benih asli sehingga merugikan petani.

"Benih sawit palsu hanya akan menghasilkan sekitar 50 persen tandan buah segar (TBS)," kata Ketua Kompartemen Grievances (Keluhan) Gapki Dasrijal Raham di Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar), Kamis.

Ia mengatakan berbeda dengan mengembangkan sawit dengan bibit asli dari produsen terpercaya yang bersertifikasi TBS yang dihasilkan lebih besar untuk setiap hektare penanaman.

Menurut dia, kadar crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah yang dihasilkan dengan benih palsu juga kecil hanya sekitar 18 persen dari setiap TBS.

Selain itu, kata dia, menggunakan benih palsu juga merusak citra produsen sawit yang mengembangkan bibit sawit kemudian merusak pabrik kelapa sawit ketika mengolah sawit yang dikembangkan dengan benih palsu itu.

"Negara juga dirugikan karena produksi CPO yang memberikan kontribusi bagi perkenomian bangsa akan turun sehingga sektor perkebunan tidak akan memberikan kontribusi signifikan bagi perkembangan ekonomi bangsa," katanya.

Oleh karena itu ia meminta agar petani sawit di Provinsi Sulbar tidak menggunakan lagi benih palsu dalam mengembangkan sawit karena hanya akan merugikan petani perusahaan dan negara.

Menanggapi itu salah seorang petani sawit di Kecamatan Korossa Kabupaten Mamuju, Gulana menyatakan dukungannya atas pelarangan penggunaan benih sawit palsu.

Namun ia berharap agar peredaran benih sawit diawasi secara ketat oleh aparat berwenang agar tidak membuat masyarakat membeli dan mengembangkannya.

"Petani sawit pasti mengembangkan bibit sawit asli andai saja tidak ada bibit sawit palsu yang beredar," katanya. Agus Salim

Pewarta : M Faisal Hanapi
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024