Makassar (ANTARA Sulsel) - Dewan Perwakilan Daerah (DPD-RI) WIlayah Sulawesi yang melakukan kunjungan kerja ke Kota Makassar memastikan jika warga Makasssar mendapatkan program sistem jaminan sosial nasional (SJSN) dan badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS).

"Program SJSN dan BPJS itu sudah harus dilaksanakan dan semua warga Makassar harus tercover program ini," tegas anggota DPD-RI Azis Qahhar Mudzakkar saat berkunjung ke Pemerintah Kota Makassar, Kamis.

Ia mengatakan, program SJSN dan BPJS itu berdasar pada Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, yang menyebutkan bahwa penyelenggaraan SJSN dibentuk oleh dua badan penyelenggara jaminan sosial, yaitu BPJS kesehatan yang akan mulai beroperasi 1 Januari 2014 dan BPJS ketenagakerjaan paling lambat 1 Juli 2015.

Menurutnya, BPJS kesehatan akan menyelengarakan program jaminan kesehatan sedangkan BPJS ketenagakerjaan pada program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.

Ilham Arief Sirajuddin mengungkapkan, pada dasarnya Pemkot Makassar siap dengan diberlakukannya SJSN dan BPJS, apalagi saat ini Pemkot Makassar pun telah meliputi hampir seluruh masyarakat Makassar, dengan program bebas IASmo.

Dalam kesempatan yang sama dinas-dinas yang terkait utamanya dari Dinas Kesehatan Makassar dan Dinas Tenaga Kerja(Disnasker) mengungkapkan beberapa kendala yang mereka hadapi di lapangan.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar, dr Andi Naisyah Tun Nurainah Azikin, mengungkapkan salah satu kendala yang dihadapi untuk BPJS yakni pada persoalan kepesertaan dan juga tarif pembiayaan, utamanya untuk peserta Jamkesda,

"Untuk BPJS ditetapkan premi sebesar Rp15.500 perjiwa, sedangkan premi pada Jamkesda hanya Rp6.500 perjiwa, terdapat selisih yang tidak sedikit. Yang jadi persoalan, beban penambahan tarif nantinya akan dibebankan kepada siapa, apakah akan dibebankan pada pemerintah daerah. Yang secara logika jika dibebankan kepada pemerintah daerah akan mengakibatkan pembengkakan pada APBD daerah," ungkap dr Naisyah.

Untuk itu, dinas kesehatan kota Makassar melalui DPD RI, mengharapkan adanya solusi yang diberikan oleh pusat, apakah dalam bentuk pilihan-pilihan paket yang dikondisikan dengan kemampuan daerah masing-masing.

Sementara itu dari Disnaker Kota Makassar, Andi Bukti DJufri, mengungkapkan masih lemahnya dasar hukum yang ada pada Disnaker karena belum adanya perda yang mengatur tentang kewenangan Disnaker untuk memberi sanksi kepada perusahaan yang belum mencakup tenaga kerja mereka dengan jaminan kesehatan.

"Disnaker hanya berwenang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan tidak pada penindakan hukum," ungkapnya.

Karena masih lemahnya hukum terkait tenaga kerja, saat ini dari 6.000 perusahaan di kota Makassar yang telah mendaftarkan tenaga kerjanya hanya 2.800 perusahaan, begitupun jika dilihat dari jumlah tenaga kerja. Dari 110.000 tenaga kerja yang mencakup jaminan kesehatan hanya 70.000 tenaga kerja.

Kepala Dinas Sosial, Norma Bakir bersama Asisten II, Ibrahim Saleh juga memaparkan tentang kendala yang dihadapi oleh dinas sosial mulai dari raskin, BLSM, ataupun bantuan lainnya yang sumber data berasal dari TMP2K.

"Data yang ada di TMP2K tidak lagi sesuai dengan apa yang ada dilapangan," ungkap Norma.

Untuk Itu pemerintah kota Makassar dalam hal ini dinas sosial bersama BPS mengupayakan untuk mengadakan pendataan ulang, sehingga kedepannya salah sasaran seperti yang terjadi saat ini tidak lagi terulang. Agus Setiawan

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024