Makassar (ANTARA Sulsel) - Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan diduga telah melakukan tindak pidana korupsi dengan menggelembungkan proyek pengadaan perangkat lunak (software) pembayaran elektronik (e-payment) untuk tahun anggaran 2012.

"Proses penggelembungan diduga memang sering dilakukan oleh beberapa dinas dan banyak SKPD juga melakukan hal yang sama dengan Dispenda Sulsel," tegas Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Abdul Azis di Makassar, Selasa.

Ia mengatakan, berdasarkan audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyebutkan jika proyek software e-payment oleh Dispenda Sulsel dengan total anggaran lebih dari Rp1,79 miliar itu diduga telah digelembungkan.

Hasil audit BPK RI untuk proyek pengadaan software e-payment berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2012 sebesar Rp1,79 miliar.

Dalam pengadaan barang tersebut, Dispenda Sulsel tidak melakukan prosedur sesuai ketentaun dalam Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang proses tender atau pengadaan barang dan jasa.

Dispenda Sulsel diduga melakukan penunjukkan langsung dengan memecah proyek tersebut menjadi 24 kontrak yang masing-masing kontrak nilainya sebesar Rp74,8 juta. Proyek yang dipecah menjadi 24 kontrak itu ditempatkan di 24 kabupaten dan kota di Sulsel.

"Ini kebiasaan dari para pejabat-pejabat tertentu yang menempati suatu jabatan dan ingin mengambil keuntungan dengan cara memecah proyek agar terhindar dari proses tender," katanya.

Karena itu, LBH Makassar mendorong kepada semua penegak hukum seperti kepolisian maupun kejaksaan untuk mengusut adanya dugaan penggelembungan proyek pengadaan e-Payment sebesar Rp1,79 miliar lebih.

"Metodenya selalu sama, yaitu dengan memecah item pengerjaan agar menghindari tender langsung. Temuan BPK RI ini sudah cukup bagi kepolisian maupun kejaksaan untuk menindaklanjutinya," imbuhnya.

Menurut dia, dengan memecah proyek menjadi beberapa bagian, saat ini menjadi modus dari beberapa instansi untuk melakukan tindakan korupsi. Sudah ada beberapa kepala SKPD yang dipenjara karena memecah proyek yang kemudian merugikan keuangan negara.

"Mereka selalu memecah proyek berdasarkan nilai minimum kontrak untuk dilakukan lelang. Setiap daerah mempunyai minimum, misalnya nilai proyek dibawah Rp100 juta, maka bisa dilakukan penunjukkan langsung tanpa melakukan tender terlebih dahulu," tuturnya.

Sekretaris Dispenda Sulsel, Malik Faisal yang dikonfirmasi membenarkan jika pada tahun 2012 lalu Dispenda Sulsel mempunyai proyek pengadaan software e-payment.

Tentang adanya penggelembungan atau mark-up, dirinya membantah secara tegas dan menyebutkan jika proyek software e-payment itu sudah sesuai dengan prosedur.

"Awalnya BPK RI menganggap proyek e-payment adalah fiktif. Tetapi setelah kami klarifikasi secara langsung dan memperlihatnya proyek e-payment kepada BPK RI jika proyek tersebut tidak fiktif dan tidak ada unsur melakukan mark-up," bantahnya.

Malik menambahkan proyek e-Payment dipecah menjadi 24 kontrak karena pengadaan proyek e-payment juga diserahkan sepenuhnya di 24 Samsat yang ada di Kabupaten/kota.

Menurut dia, proyek e-payment dimulai sejak tahun 2011 lalu. Tujuan awal pengadaan proyek tersebut untuk lebih mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.

"Hanya saja proyek ini belum bisa berjalan dengan baik karena kami belum menyelesaikan kerjasama dengan beberapa Bank yang ada di Sulsel untuk dilakukan konektivitas agar masyarakat bisa membayar pajak kendaraan melalui Bank," paparnya. Agus Setiawan

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2025