Jakarta (ANTARA) - Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 66 Tahun 2023 dinilai dapat memberikan kepastian hukum bagi perusahaan, tetapi dapat pula berdampak negatif bagi perusahaan.

 PMK 66 Tahun 2023 mengatur tentang perlakuan Pajak Penghasilan atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh Dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan.“Peraturan baru ini jika tak segera disadari, lalu terjadi keterlambatan atau ketidakcermatan perusahaan dalam melakukan penghitungan objek pajak, sangat rawan memicu beban keuangan hingga kegaduhan di internal karyawan,” kata Tax Senior Manager BDO Indonesia Octa Surya Fatra dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin.

Menurut dia, banyak perusahaan yang belum sepenuhnya menjalankan peraturan tersebut. Jika berbagai perusahaan belum menyesuaikan dengan PMK 66/2023, beban pajak yang ditanggung bisa sangat berat karena mungkin tercampur-aduk antara yang masuk ke objek pajak atau yang tidak masuk.

“Belum lagi ada kewajiban secara individual untuk menghitung objek pajak antara Januari-Juni 2023 sebelum berlakunya PMK. Semakin cepat perusahaan mengimplementasikan regulasi ini, akan lebih lincah dan sehat,” ujarnya.

Octa menyatakan perusahaan harus segera memiliki sistem administrasi dan pelaporan pajak penghasilan atas natura dan/atau kenikmatan yang memadai untuk memastikan pajak penghasilan dapat dilaporkan dengan benar, lengkap, jelas, dan tepat waktu. Selain itu, perlu pula dilakukan penerapan ketentuan perpajakan secara tepat dan efisien dalam hal evaluasi, restrukturisasi, dan pembuatan tax planning (perencanaan pajak) sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

Sistem administrasi dan pelaporan tersebut dinilai harus dapat mencatat dan melacak semua jenis natura dan kenikmatan yang diberikan kepada karyawan untuk tujuan ekualisasi biaya dengan objek pajak penghasilan, serta dapat menghitung pajak yang seharusnya dibayarkan atas pemberian natura dan/atau kenikmatan tersebut.

“Di sini perlunya keterlibatan penilai publik dalam rangka memberikan opini nilai sebagai dasar penghitungan pajak atas penggantian atau imbalan berbentuk natura sebagaimana dimaksud dalam PMK 66/2023,” ungkap Octa.

Head of Valuation BDO Indonesia Panca A Jatmika menambahkan bahwa PMK 66 yang mengatur penggantian atau imbalan dalam bentuk natura diharuskan menggunakan Nilai Pasar (Market Value) sebagai dasar pengenaan pajak penghasilan (PPh). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kepastian hukum dan keadilan bagi perusahaan maupun karyawan, serta meminimalisasi dampak risiko perpajakan di masa yang akan datang.

Panca menganggap ada beberapa peran penilai publik dalam rangka menghitung pajak atas penggantian atau imbalan berbentuk natura. Dua di antaranya melakukan penilaian dari natura yang berwujud tanah dan/atau bangunan serta selain tanah dan/atau bangunan dengan merujuk Standar Penilaian Indonesia (SPI), lalu menerbitkan laporan penilaian yang akan menjadi dasar bagi pemberi kerja untuk menghitung pajak yang akan terutang dari imbalan dalam bentuk natura.

Selain persoalan administrasi, tax planning dan valuasi, Managing Director Human Capital & Training BDO Indonesia Anna Marldiyah menganggap perusahaan perlu memastikan karyawan mengetahui dan memahami mengenai ketentuan pajak natura dan/atau kenikmatan yang baru agar karyawan dapat memahami pelaksanaan hak dan kewajiban mereka secara perpajakan.

Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan sosialisasi karena karyawan memiliki peran penting dalam menjalankan PMK 66 tahun 2023. Lantaran masuk dalam objek pajak, karyawan wajib menyampaikan dalam laporan pajak penghasilan (PPh) pribadi masing-masing.

“Selain itu, perusahaan butuh untuk menganalisis serta merumuskan strategi terbaik dalam pemberian Compensation and Benefit kepada karyawan yang win-win. Misal dengan mengupayakan bentuk natura/kenikmatan yang diberikan diubah menyesuaikan nilai batas kena pajak,” kata Arina.


Pewarta : M Baqir Idrus Alatas
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024