Jakarta (ANTARA) - Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang (Satgas TPPU) masih optimistis transaksi janggal terkait kegiatan impor emas senilai Rp189 triliun yang ditemukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dapat diproses hukum.

Temuan itu saat ini masih didalami Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, tetapi Satgas TPPU membuka kemungkinan kasus itu dapat ditangani Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri apabila nanti Bea Cukai tidak menemukan ada indikasi pelanggaran pidana di bidang kepabeanan sampai pekan pertama November 2023.

"Ini waktu terus berjalan. Kita (Satgas TPPU, red) tidak bisa memastikan mereka (Bea Cukai, red) kapan akan mengakhiri pemeriksaan dan meyakinkan bahwa masalah ini bisa dilanjutkan ke proses hukum. Makanya tadi kami minta selambat-lambatnya November minggu pertama (laporan akhir analisis Bea Cukai, red). Kami nanti akan agendakan dan kami akan putuskan setelah teman-teman Bea Cukai menyampaikan paparan," kata Ketua Tim Pelaksana Satgas TPPU Sugeng Purnomo ditemui usai rapat di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta, Rabu.

Oleh karena itu, Satgas TPPU dalam rapat terbarunya di Kantor Kemenkopolhukam mengundang Bareskrim Polri untuk mendengarkan data dan hasil analisis sementara yang dimiliki Bea Cukai terkait transaksi janggal senilai Rp189 triliun.

"Diharapkan nanti setelah kami berikan tenggat waktu terakhir, (tetapi) kondisinya tidak ada perkembangan maka kemudian kami serahkan ke teman-teman Bareskrim. Kemudian teman-teman Bareskrim sudah dapat gambaran utuh dari kasusnya,” kata Sugeng yang saat ini menjabat Deputi Bidang Hukum dan HAM Kemenkopolhukam.

Dalam rapat itu, Bareskrim Polri diwakili di antaranya Wakil Kepala Bareskrim Polri Inspektur Jenderal Polisi Asep Edi Suheri.

Sugeng menjelaskan Bea Cukai, yang tergabung dalam Satgas TPPU, masih mendalami indikasi pelanggaran pidana bidang kepabeanan yang menjadi kewenangannya. Namun, dalam prosesnya, Direktorat Jenderal Pajak juga mendalami kemungkinan adanya indikasi pelanggaran perpajakan terkait kasus tersebut.

Jika sampai pekan pertama November 2023 tidak ditemukan ada perkembangan yang memungkinkan kasus itu diproses hukum dari sisi kepabeanan, Satgas TPPU membuka peluang itu didalami oleh Bareskrim Polri.

"Tentunya (jika ditangani Bareskrim), tindak pidana asalnya berbeda karena kami menduga ada tindak pidana bidang pertambangan yang dilakukan tanpa izin, tentunya emas, atau mungkin kalau nanti teman-teman Bareskrim menemukan tindak pidana lainnya di luar itu, ya tentu akan ditindaklanjuti. Tetapi, kita lihat sampai nanti minggu pertama November,” kata Sugeng.

Transaksi janggal terkait impor emas senilai Rp189 triliun itu merupakan bagian dari 300 surat laporan hasil analisis (LHA) dan laporan hasil pemeriksaan (LHP) periode 2009-2023 yang dikeluarkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), kemudian diserahkan ke instansi terkait di Kemenkeu serta aparat penegak hukum.

Total nilai transaksi mencurigakan dalam 300 surat LHA dan LHP itu mencapai Rp349 triliun.

Temuan transaksi senilai Rp189 triliun itu saat ini merupakan satu dari 18 temuan PPATK yang menjadi prioritas kerja Satgas TPPU sampai akhir tahun 2023.

Ditjen Bea dan Cukai hingga kini telah menghimpun keterangan dari 36 pihak dan terjun langsung ke empat kota untuk mendalami kasus tersebut.

Langkah hukum juga telah dilakukan Kemenkeu terkait kasus itu pada periode 2016-2017. Namun, putusan majelis hakim sampai tingkat peninjauan kembali pada tahun 2019 memutuskan tidak ada unsur pidana dalam kasus tersebut.

Pewarta : Genta Tenri Mawangi
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024