Makassar (ANTARA) - Menteri Sosial Tri Rismahaharini memaparkan sejumlah praktik baik yang dilakukan Kementerian Sosial untuk melatih penyandang disabilitas menjadi wirausahawan mandiri.

"Penting untuk dicatat bahwa tujuan kewirausahaan tidak hanya sekedar pengentasan kemiskinan, melainkan menciptakan lapangan kerja dan memberikan perlindungan sosial yang lebih baik bagi penyandang disabilitas," kata Risma dalam Forum Tingkat Tinggi ASEAN tentang Pembangunan Inklusif Disabilitas dan Kemitraan Pasca Tahun 2025 (AHLF) di Makassar, Selasa.

Kemensos memfasilitasi program kewirausahaan penyandang disabilitas tersebut dengan memberikan bantuan keuangan yang antara lain dimanfaatkan untuk mendirikan toko kelontong, penjualan pulsa telepon seluler, jasa menjahit, dan lain-lain sesuai minat serta keserta keterampilan masing-masing individu.

Mensos mengatakan pihaknya mendukung konsep "dari disabilitas, oleh disabilitas, dan untuk disabilitas" demi pemberdayaan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk kewirausahaan, agar tercipta lingkungan inklusif dan memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh warga negara.

Risma juga menekankan pentingnya dukungan kuat di bidang kewirausahaan guna meningkatkan kemandirian ekonomi anak penyandang disabilitas di lembaga pendidikan atau sekolah dengan memfasilitasi akses untuk berinovasi dan menjalankan usaha sendiri.

Menurut Mensos peran guru pendidikan khusus menjadi krusial dalam proses tersebut, di mana mereka diharapkan menjadi pemandu utama yang mendampingi siswa berkebutuhan khusus mengembangkan keterampilan kewirausahaannya agar mencapai kemandirian ekonomi di masa depan.

Hal itu ditopang penerapan sistem pendidikan inklusif di Indonesia yang memberi hak setara bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah reguler. Bank Dunia mencatat terjadi peningkatan signifikan jumlah sekolah inklusif di Indonesia dari 3.610 sekolah pada 2015 menjadi 28.778 pada 2020.

"Namun demikian, masih terdapat tantangan besar, termasuk fakta bahwa kurang dari 13 persen sekolah inklusif memiliki pendidik yang terlatih dalam pendidikan inklusif," ujar Risma.

Selain kualitas pendidik, tantangan lainnya mencakup fasilitas dan akses terhadap alat bantu, kesiapan sekolah inklusif untuk memberikan pembelajaran kemandirian/kewirausahaan, peran keluarga, dan dukungan berbagai pemangku kepentingan: lembaga pendidikan, lembaga pemerintah, dan dunia usaha.

Mensos menyatakan pengembangan keterampilan kewirausahaan di sekolah sejalan dengan keberadaan Unit Layanan Disabilitas yang menyelenggarakan berbagai program pelatihan dan jaringan kerja bagi penyandang disabilitas usia produktif.

"Kewirausahaan dapat dilihat sebagai salah satu mekanisme paling efektif untuk meningkatkan perekonomian suatu negara. Pengembangan keterampilan kewirausahaan tidak hanya mendorong inovasi dan produktivitas tetapi juga membantu menciptakan lapangan kerja, bukan sekadar mencari lapangan kerja, " katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua ASEAN Ministerial Meeting on Social Welfare and Development (AMMSWD) Dato' Sri Hajah Nancy Shukri menyatakan pihaknya terus mengawal implementasi ASEAN Enabling Masterplan 2025 di tiga pilar Komunitas ASEAN serta Kerangka Pemantauan dan Evaluasi berbasis hasil untuk melacak kemajuan pemberdayaan penyandang disabilitas di kawasan.

Hal itu sejalan dengan fokus negara anggota ASEAN terhadap multidimensi hak-hak disabilitas guna mewujudkan pemulihan pandemi yang lebih berketahanan, inklusif, dan berkelanjutan.

"Di masa yang penuh tantangan seperti ini, dalam masa pemulihan dari pandemi global COVID-19, pendalaman kerja sama kita menjadi semakin penting dibandingkan sebelumnya," kata Nancy Shukri.

Sebanyak 13 negara Hadir di ASEAN High Level Forum (AHLF) on Enabling Disability-Inclusive Development and Partnership Beyond 2025, terdiri dari 9 negara anggota ASEAN, 1 Negara Observer yakni Timor Leste serta 3 Negara ASEAN Partners yaitu Amerika Serikat, Britania Raya, dan Australia.

Pewarta : Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024