Makassar (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan batal mengumumkan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) 2024 yang dijadwalkan disampaikan hari ini, Senin (20/11).

Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Sulsel Ardiles Saggaf kepada Rekan Pers menyampaikan bahwa hal tersebut merupakan keinginan Pj Gubernur yang meminta pengumuman besaran UMP diundur sampai besok, Selasa (21/11) lantaran masih harus melakukan diskusi dan mengkaji nilai UMP bersama Dewan Pengupahan.

"Setelah dilakukan dialog dengan gubernur, beliau memutuskan pengumuman diundur hingga besok karena beberapa hal masih akan dikaji dengan Dewan Pengupahan ," kata Ardiles.

Ardiles mengungkapkan, tuntutan buruh yang meminta kenaikan UMP sebesar 7 persen menjadi hal yang masih harus dibahas. Selain itu, sejumlah serikat buruh juga menolak sistem pengupahan berdasarkan PP Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan.

Sementara menurut Ardiles, PP Nomor 51 menjadi pedoman bagi seluruh provinsi dan kota di Indonesia untuk menghitung UMP dan UMK (Upah Minimum Kota). Dalam aturan ini, perhitungan upah diambil dari inflasi dan pertumbuhan ekonomi berdasarkan data BPS kemudian ditambahkan nilai Alpha.

Sebelumnya, Pemprov Sulsel menetapkan UMP Sulsel naik 6,9 persen di tahun 2023, dari sebelumnya sebesar Rp3.165.876 per bulan menjadi Rp3.385.145 per bulan.

Penetapan UMP Tahun 2023 dilaksanakan dengan menggunakan formula perhitungan penyesuaian upah minimum sesuai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.

Pada rencana pengumuman UMP ini, juga diwarnai aksi para serikat buruh di depan Kantor Gubernur Sulsel dengan sejumlah tuntutan.

Selain menolak penerapan PP No.51 Tahun 2023 tentang pengupahan, Serikat Buruh yang mengatasnamakan Konfederasi Serikat Nusantara juga menuntut kenaikan UMP sesuai rekomendasi SP/SB Dewan Pengupahan Sulsel, serta menetapkan upah masa kerja (upah sundulan) bagi pekerja/buruh di Sulsel.

Kordinator Lapangan demonstrasi buruh William Marthom mengatakan, upah yang layak bagi pekerja sebesar Rp4,5 juta per bulan. Upah tersebut dianggap layak untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti makan dan minum (pangan), kebutuhan pakaian (sandang), kebutuhan tempat tinggal (papan).

"Problem yang terjadi di negara kita adalah harga kebutuhan pokok tidak mampu distabilkan atau dikendalikan oleh pemerintah dan cenderung meningkat secara progresif, sehingga menimbulkan nilai belanja pekerja melebihi  penghasilan/upah yang diterima dari pengusahaan," kata William. Aksi demonstrasi buruh di Sulsel yang mengharapkan upah layak di Makassar (20/11/2023). ANTARA/Nur Suhra Wardyah

Pewarta : Nur Suhra Wardyah
Editor : Redaktur Makassar
Copyright © ANTARA 2024