Jakarta (ANTARA) - Mantan Menteri Luar Negeri Inggris William Hague menyatakan bahwa kemampuan berbicara, membaca, mendengarkan, dan menulis dalam bahasa asing adalah salah satu keterampilan fundamental yang mesti dikuasai diplomat Inggris agar bisa memahami lebih dalam masyarakat negara yang menjadi tempat diplomat itu bertugas.
Bahasa memang menempati peran sentral dalam ranah diplomasi dan hubungan internasional, tak hanya sebagai kanal untuk menyebarkan gagasan, tapi juga untuk memupuk sikap saling pengertian.
Pandangan itu agaknya dipahami benar oleh diplomat-diplomat Kazakhstan di Indonesia, termasuk duta besarnya, Serzhan Abdykarimov.
Sang duta besar dan sejumlah stafnya berusaha berbicara dalam bahasa Indonesia. Beberapa di antaranya, bahkan fasih berbicara dan menulis dalam Bahasa Indonesia.
Dengan berbicara dalam Bahasa Indonesia, diplomat-diplomat Kazakhstan menjadi mengenali lebih dekat Indonesia, sehingga mendapatkan pengetahuan yang lengkap tentang Indonesia yang memang penting bagi tugas mereka.
Upaya ini juga mencerminkan pendekatan Kazakhstan yang menempatkan Indonesia dalam prioritas tinggi pada piramida kepentingan nasionalnya.
"Ikatan kami dengan Indonesia tidak hanya ternilai, tapi juga vital," kata Serzhan Abdykarimov dalam acara Diskusi Kazakhstan-Indonesia, Rabu (6/11).
Abdykarimov yang 8 Desember lalu menyerahkan surat kepercayaan kepada Presiden RI Joko Widodo di Istana Merdeka, mengungkapkan bahwa hubungan Kazakhstan dengan Indonesia berakar pada nilai-nilai yang sama, yang membuat kedua negara dapat melalui kompleksitas hubungan internasional.
Kedua negara sama-sama menjadi pemimpin di kawasannya masing-masing. Kazakhstan di Asia Tengah, sedangkan Indonesia di Asia Tenggara.
Abdykarimov menilai banyak aspek yang membuat Indonesia dekat dengan negaranya, mulai dari budaya dan bahasa yang sama-sama dipengaruhi bahasa Arab, sampai masyarakat yang sama-sama majemuk.
Itu semua membuat Kazakhstan merasa semakin dekat dengan Indonesia dan ini membuat mereka percaya bisa membangun hubungan yang kuat dan terus meningkat dengan Indonesia.
Para presiden kedua negara sudah sering berkomunikasi satu sama lain, termasuk antara Presiden Joko Widodo dan Presiden Kassym-Jomart Tokayev yang pada 2018 pernah mengunjungi Indonesia sewaktu masih menjadi anggota legislatif Kazakhstan.
Hubungan yang terus meningkat itu di antaranya tercermin dari neraca perdagangan yang dalam 19 tahun terakhir sejak 2004 sampai 2022, volume perdagangan kedua negara naik dari hanya 19 juta dolar AS (Rp295 miliar) menjadi 400 juta dolar AS (Rp6,21 triliun).
Sembilan bulan pertama tahun 2023 malah tumbuh lebih fantastis hingga 240 juta dolar AS (Rp3,7 triliun).
Kazakhstan juga berhasil menarik total investasi asing langsung dari Indonesia sebesar 510 juta dolar AS (Rp7,92 triliun) sejak 1992.
Saling petik manfaat
Angka-angka itu melukiskan hubungan yang semakin dekat antara kedua negara yang memang bekerja sama dalam banyak sektor, mulai minyak dan gas, sampai bahan kimia, furnitur, tekstil, farmasi, pengolahan kayu, pertanian, dan pariwisata.
Untuk pariwisata, kedua negara, bahkan telah membuka penerbangan Almaty-Bali dengan transit Korea Selatan, yang menempuh jarak dan waktu tempuh yang tak beda jauh dari jarak dan waktu penerbangan Jakarta-Jeddah.
Kedua negara juga memperkuat hubungan di antara mereka dengan membangun banyak kelembagaan, mulai dari Komisi Antar Pemerintah Indonesia-Kazakhstan, kelompok persahabatan antarparlemen, organisasi budaya Kazakhstan di Indonesia, sampai Dewan Pakar Kazakh-Indonesia.
Kini mereka mengusulkan pembentukan Dewan Bisnis Indonesia-Kazakhstan agar hubungan antarperusahaan di kedua negara semakin kuat.
Semua langkah itu melukiskan adanya kebutuhan sangat besar dari negara Asia Tengah tersebut dalam mempererat hubungan dengan Indonesia.
Sebagai negara yang dikelilingi negara-negara besar, khususnya Rusia dan China, Kazakhstan tak ingin terlalu tergantung kepada salah satu pihak atau satu dua platform kerja sama saja.
Mereka memang menjaga hubungan spesial dengan tetangga terpenting, Rusia, tapi juga terus membuka diri kepada China yang juga berbatasan dengan Kazakhstan di bagian timur, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan kawasan-kawasan lain.
Kazakhstan juga memperkuat hubungan dengan bangsa-bangsa serumpun, seperti Indonesia dengan Malaysia dan Brunei Darussalam. Di ini, Kazakhstan mengikatkan diri dalam Organisasi Negara-Negara Turkik (OTS) bersama Turki, Azerbaijan, Kyrgystan, dan Uzbekistan, yang semuanya berakar bahasa Turki.
Hubungan erat dengan Indonesia dapat dipahami dari kerangka seperti itu, terutama sebagai sama-sama negara berpenduduk mayoritas Muslim. Kazakhstan tentu menganggap Indonesia istimewa karena posisinya yang terkemuka dalam berbagai forum dunia, termasuk G20, Organisasi Kerja Sama Islam dan ASEAN.
Kazakhstan, setidaknya terlihat dari perilaku para diplomatnya yang senang berbahasa Indonesia, merasakan ada potensi besar yang bisa mereka tawarkan kepada Indonesia. Sebaliknya, mereka yakin negaranya bisa belajar banyak dari Indonesia, termasuk proses demokratisasi.
Salah satu yang bisa ditawarkan Kazakhstan kepada Indonesia adalah sumber daya energi yang besar yang tak hanya bisa diserap pasar Indonesia, tapi juga menjadi peluang untuk industri energi Indonesia.
Menurut Badan Energi Internasional (IEA), Kazakhstan menempati urutan ke-17 dalam daftar produsen minyak dunia, sedangkan produksi gas alamnya menempati urutan ke-24 di dunia. Produksi batu bara negara ini bahkan kesembilan terbesar di dunia.
Produk migas mengambil porsi 17 persen dari total produk domestik bruto dan menjadi sumber pendapatan utama Kazakhstan.
Posisi mereka yang menjadi penghubung Asia dan Eropa yang di antaranya vital dalam Prakarsa Sabuk dan Jalan yang digagas China, adalah peluang bagi sektor bisnis Indonesia untuk berkiprah lebih luas di Kazakhstan, termasuk sektor keuangan syariah yang ingin dipelajari lebih dalam oleh negara itu, salah satunya dari Indonesia.
Demi hubungan yang kian kuat
Kazakhstan juga menawarkan sektor-sektor yang tak kalah seksi dengan migas, antara lain pariwisata yang bisa menjadi magnet untuk wisatawan dan pebisnis Indonesia.
Kazakhstan adalah satu dari sedikit negara berpenduduk mayoritas Muslim yang mengalami empat musim.
Bagi orang Indonesia yang ingin menyelami empat musim tanpa cemas karena makanan dan segala hal berkaitan dengan ritual ibadah, Kazakhstan menjadi pilihan wisata yang patut dipertimbangkan.
Sebaliknya, suasana tropis yang tak ditemui orang Kazakhstan membuat Indonesia menjadi tujuan wisata menarik bagi Kazakhstan.
Kedua negara sama-sama menawarkan suasana eksotis, termasuk alam yang asyik untuk ekoturisme dan wisata olahraga, juga wisata budaya.
Demikian pula dengan pendidikan. Kazakhstan menawarkan kesempatan bagus bagi tenaga-tenaga pendidikan berkeahlian tinggi dari Indonesia.
Sebaliknya, kultur Eropa dalam sistem pendidikan Kazakhstan bisa menjadi daya tarik orang Indonesia. Kazakhstan sendiri aktif menyekolahkan warganya ke luar negeri.
Ini bisa menjadi peluang bagi perguruan tinggi-perguruan tinggi Indonesia untuk menarik perhatian Kazakhstan.
Negara itu juga dekat dengan sains dan teknologi tinggi yang saat ini tengah bernafsu mengembangkan ekosistem digitalnya.
Salah satu yang juga menarik dari Kazakhstan adalah pusat luar angkasa Kosmodrom Baikonur.
Walaupun dikelola dan dioperasikan oleh Rusia, kehadiran pusat antariksa di Kazakhstan menjadi daya tarik khusus yang bermanfaat bagi program antariksa Indonesia.
Baikonur sama bergengsi dan pentingnya dengan Kennedy Space Center di Amerika Serikat. Indonesia bisa memanfaatkan Kazakhstan sebagai pintu untuk meningkatkan kepakaran dalam teknologi ruang angkasa.
Kazakhstan juga bisa menjadi contoh sukses untuk pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Nusantara, ketika ibu kota mereka pindah dari Almaty ke Astana pada 10 Desember 1997, yang diakui Dubes Serzhan Abdykarimov turut memajukan Kazakhstan.
Sekitar empat bulan lalu, Duta Besar Indonesia untuk Kazakhstan Fadjroel Rachman, bahkan membawa delegasi Otorita Ibu Kota Negara (IKN) untuk berkeliling Astana.
Itu semua hanyalah beberapa dari banyak gambaran yang menunjukkan Kazakhstan adalah paket lengkap bagi Indonesia. Pun demikian Indonesia bagi Kazakhstan.
Dengan semua bekal itu, kedua negara bisa berekspektasi tinggi dalam merawat hubungan bilateral yang kian kuat dan semakin saling menguntungkan dari zaman ke zaman.
Bahasa memang menempati peran sentral dalam ranah diplomasi dan hubungan internasional, tak hanya sebagai kanal untuk menyebarkan gagasan, tapi juga untuk memupuk sikap saling pengertian.
Pandangan itu agaknya dipahami benar oleh diplomat-diplomat Kazakhstan di Indonesia, termasuk duta besarnya, Serzhan Abdykarimov.
Sang duta besar dan sejumlah stafnya berusaha berbicara dalam bahasa Indonesia. Beberapa di antaranya, bahkan fasih berbicara dan menulis dalam Bahasa Indonesia.
Dengan berbicara dalam Bahasa Indonesia, diplomat-diplomat Kazakhstan menjadi mengenali lebih dekat Indonesia, sehingga mendapatkan pengetahuan yang lengkap tentang Indonesia yang memang penting bagi tugas mereka.
Upaya ini juga mencerminkan pendekatan Kazakhstan yang menempatkan Indonesia dalam prioritas tinggi pada piramida kepentingan nasionalnya.
"Ikatan kami dengan Indonesia tidak hanya ternilai, tapi juga vital," kata Serzhan Abdykarimov dalam acara Diskusi Kazakhstan-Indonesia, Rabu (6/11).
Abdykarimov yang 8 Desember lalu menyerahkan surat kepercayaan kepada Presiden RI Joko Widodo di Istana Merdeka, mengungkapkan bahwa hubungan Kazakhstan dengan Indonesia berakar pada nilai-nilai yang sama, yang membuat kedua negara dapat melalui kompleksitas hubungan internasional.
Kedua negara sama-sama menjadi pemimpin di kawasannya masing-masing. Kazakhstan di Asia Tengah, sedangkan Indonesia di Asia Tenggara.
Abdykarimov menilai banyak aspek yang membuat Indonesia dekat dengan negaranya, mulai dari budaya dan bahasa yang sama-sama dipengaruhi bahasa Arab, sampai masyarakat yang sama-sama majemuk.
Itu semua membuat Kazakhstan merasa semakin dekat dengan Indonesia dan ini membuat mereka percaya bisa membangun hubungan yang kuat dan terus meningkat dengan Indonesia.
Para presiden kedua negara sudah sering berkomunikasi satu sama lain, termasuk antara Presiden Joko Widodo dan Presiden Kassym-Jomart Tokayev yang pada 2018 pernah mengunjungi Indonesia sewaktu masih menjadi anggota legislatif Kazakhstan.
Hubungan yang terus meningkat itu di antaranya tercermin dari neraca perdagangan yang dalam 19 tahun terakhir sejak 2004 sampai 2022, volume perdagangan kedua negara naik dari hanya 19 juta dolar AS (Rp295 miliar) menjadi 400 juta dolar AS (Rp6,21 triliun).
Sembilan bulan pertama tahun 2023 malah tumbuh lebih fantastis hingga 240 juta dolar AS (Rp3,7 triliun).
Kazakhstan juga berhasil menarik total investasi asing langsung dari Indonesia sebesar 510 juta dolar AS (Rp7,92 triliun) sejak 1992.
Saling petik manfaat
Angka-angka itu melukiskan hubungan yang semakin dekat antara kedua negara yang memang bekerja sama dalam banyak sektor, mulai minyak dan gas, sampai bahan kimia, furnitur, tekstil, farmasi, pengolahan kayu, pertanian, dan pariwisata.
Untuk pariwisata, kedua negara, bahkan telah membuka penerbangan Almaty-Bali dengan transit Korea Selatan, yang menempuh jarak dan waktu tempuh yang tak beda jauh dari jarak dan waktu penerbangan Jakarta-Jeddah.
Kedua negara juga memperkuat hubungan di antara mereka dengan membangun banyak kelembagaan, mulai dari Komisi Antar Pemerintah Indonesia-Kazakhstan, kelompok persahabatan antarparlemen, organisasi budaya Kazakhstan di Indonesia, sampai Dewan Pakar Kazakh-Indonesia.
Kini mereka mengusulkan pembentukan Dewan Bisnis Indonesia-Kazakhstan agar hubungan antarperusahaan di kedua negara semakin kuat.
Semua langkah itu melukiskan adanya kebutuhan sangat besar dari negara Asia Tengah tersebut dalam mempererat hubungan dengan Indonesia.
Sebagai negara yang dikelilingi negara-negara besar, khususnya Rusia dan China, Kazakhstan tak ingin terlalu tergantung kepada salah satu pihak atau satu dua platform kerja sama saja.
Mereka memang menjaga hubungan spesial dengan tetangga terpenting, Rusia, tapi juga terus membuka diri kepada China yang juga berbatasan dengan Kazakhstan di bagian timur, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan kawasan-kawasan lain.
Kazakhstan juga memperkuat hubungan dengan bangsa-bangsa serumpun, seperti Indonesia dengan Malaysia dan Brunei Darussalam. Di ini, Kazakhstan mengikatkan diri dalam Organisasi Negara-Negara Turkik (OTS) bersama Turki, Azerbaijan, Kyrgystan, dan Uzbekistan, yang semuanya berakar bahasa Turki.
Hubungan erat dengan Indonesia dapat dipahami dari kerangka seperti itu, terutama sebagai sama-sama negara berpenduduk mayoritas Muslim. Kazakhstan tentu menganggap Indonesia istimewa karena posisinya yang terkemuka dalam berbagai forum dunia, termasuk G20, Organisasi Kerja Sama Islam dan ASEAN.
Kazakhstan, setidaknya terlihat dari perilaku para diplomatnya yang senang berbahasa Indonesia, merasakan ada potensi besar yang bisa mereka tawarkan kepada Indonesia. Sebaliknya, mereka yakin negaranya bisa belajar banyak dari Indonesia, termasuk proses demokratisasi.
Salah satu yang bisa ditawarkan Kazakhstan kepada Indonesia adalah sumber daya energi yang besar yang tak hanya bisa diserap pasar Indonesia, tapi juga menjadi peluang untuk industri energi Indonesia.
Menurut Badan Energi Internasional (IEA), Kazakhstan menempati urutan ke-17 dalam daftar produsen minyak dunia, sedangkan produksi gas alamnya menempati urutan ke-24 di dunia. Produksi batu bara negara ini bahkan kesembilan terbesar di dunia.
Produk migas mengambil porsi 17 persen dari total produk domestik bruto dan menjadi sumber pendapatan utama Kazakhstan.
Posisi mereka yang menjadi penghubung Asia dan Eropa yang di antaranya vital dalam Prakarsa Sabuk dan Jalan yang digagas China, adalah peluang bagi sektor bisnis Indonesia untuk berkiprah lebih luas di Kazakhstan, termasuk sektor keuangan syariah yang ingin dipelajari lebih dalam oleh negara itu, salah satunya dari Indonesia.
Demi hubungan yang kian kuat
Kazakhstan juga menawarkan sektor-sektor yang tak kalah seksi dengan migas, antara lain pariwisata yang bisa menjadi magnet untuk wisatawan dan pebisnis Indonesia.
Kazakhstan adalah satu dari sedikit negara berpenduduk mayoritas Muslim yang mengalami empat musim.
Bagi orang Indonesia yang ingin menyelami empat musim tanpa cemas karena makanan dan segala hal berkaitan dengan ritual ibadah, Kazakhstan menjadi pilihan wisata yang patut dipertimbangkan.
Sebaliknya, suasana tropis yang tak ditemui orang Kazakhstan membuat Indonesia menjadi tujuan wisata menarik bagi Kazakhstan.
Kedua negara sama-sama menawarkan suasana eksotis, termasuk alam yang asyik untuk ekoturisme dan wisata olahraga, juga wisata budaya.
Demikian pula dengan pendidikan. Kazakhstan menawarkan kesempatan bagus bagi tenaga-tenaga pendidikan berkeahlian tinggi dari Indonesia.
Sebaliknya, kultur Eropa dalam sistem pendidikan Kazakhstan bisa menjadi daya tarik orang Indonesia. Kazakhstan sendiri aktif menyekolahkan warganya ke luar negeri.
Ini bisa menjadi peluang bagi perguruan tinggi-perguruan tinggi Indonesia untuk menarik perhatian Kazakhstan.
Negara itu juga dekat dengan sains dan teknologi tinggi yang saat ini tengah bernafsu mengembangkan ekosistem digitalnya.
Salah satu yang juga menarik dari Kazakhstan adalah pusat luar angkasa Kosmodrom Baikonur.
Walaupun dikelola dan dioperasikan oleh Rusia, kehadiran pusat antariksa di Kazakhstan menjadi daya tarik khusus yang bermanfaat bagi program antariksa Indonesia.
Baikonur sama bergengsi dan pentingnya dengan Kennedy Space Center di Amerika Serikat. Indonesia bisa memanfaatkan Kazakhstan sebagai pintu untuk meningkatkan kepakaran dalam teknologi ruang angkasa.
Kazakhstan juga bisa menjadi contoh sukses untuk pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Nusantara, ketika ibu kota mereka pindah dari Almaty ke Astana pada 10 Desember 1997, yang diakui Dubes Serzhan Abdykarimov turut memajukan Kazakhstan.
Sekitar empat bulan lalu, Duta Besar Indonesia untuk Kazakhstan Fadjroel Rachman, bahkan membawa delegasi Otorita Ibu Kota Negara (IKN) untuk berkeliling Astana.
Itu semua hanyalah beberapa dari banyak gambaran yang menunjukkan Kazakhstan adalah paket lengkap bagi Indonesia. Pun demikian Indonesia bagi Kazakhstan.
Dengan semua bekal itu, kedua negara bisa berekspektasi tinggi dalam merawat hubungan bilateral yang kian kuat dan semakin saling menguntungkan dari zaman ke zaman.