Makassar (ANTARA) - Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat Tavip Agus Rayanto mengatakan angka prevalensi stunting di Sulawesi Selatan (Sulsel) pada 2023 hanya turun 0,2 persen dari 27,4 persen pada 2022 menjadi 27,2 persen pada akhir 2023.
"Stunting di Sulsel sudah cukup besar tetapi efeknya belum begitu memberikan dampak yang signifikan, karena baru turun sekitar 0,2 persen," kata Agus disela kehadirannya di Kantor BKKBN Sulsel, Jumat.
Dia mengatakan belum optimalnya capaian penurunan stunting tersebut, karena penanganannya banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Faktor lingkungan yang dimaksud seperti sanitasi, akses air bersih dan pola makan yang dipengaruhi budaya setempat.
"Seharusnya Sulsel yang kabupatennya banyak bisa memberi kontribusi penurunan stunting secara nasional," katanya.
Menurut dia, terdapat 12 provinsi di Indonesia menjadi prioritas penanganan stunting.
Dari 12 provinsi itu, ada lima provinsi yang jumlah penduduknya padat seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten dan Sumatera Utara, namun angka stuntingnya tidak tinggi.
Sementara ada tujuh provinsi yang penduduknya tidak terlalu banyak, namun presentase stuntingnya besar, yakni NTT, NTB, Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat dan Aceh.
Daerah tersebut jika digabung sudah setara dengan memberikan kontribusi hampir 69 persen nasional.
"Jadi negara itu sebetulnya bisa saja konsentrasi di 12 provinsi tersebut, namun itu tidak boleh karena asas keadilan bagi masyarakat harus mendapatkan pelayanan yang sama," papar Agus.
Sementara itu, Kepala Perwakilan BKKBN Sulsel Shodiqin mengatakan berbagai model telah diterapkan di lapangan, termasuk menggandeng mitra strategis untuk membantu percepatan penurunan stunting.
Hanya saja, diakui masih banyak kekurangan yang juga menjadi indikator, sehingga penurunan stunting di Sulsel belum tinggi secara signifikan.
"Stunting di Sulsel sudah cukup besar tetapi efeknya belum begitu memberikan dampak yang signifikan, karena baru turun sekitar 0,2 persen," kata Agus disela kehadirannya di Kantor BKKBN Sulsel, Jumat.
Dia mengatakan belum optimalnya capaian penurunan stunting tersebut, karena penanganannya banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Faktor lingkungan yang dimaksud seperti sanitasi, akses air bersih dan pola makan yang dipengaruhi budaya setempat.
"Seharusnya Sulsel yang kabupatennya banyak bisa memberi kontribusi penurunan stunting secara nasional," katanya.
Menurut dia, terdapat 12 provinsi di Indonesia menjadi prioritas penanganan stunting.
Dari 12 provinsi itu, ada lima provinsi yang jumlah penduduknya padat seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten dan Sumatera Utara, namun angka stuntingnya tidak tinggi.
Sementara ada tujuh provinsi yang penduduknya tidak terlalu banyak, namun presentase stuntingnya besar, yakni NTT, NTB, Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat dan Aceh.
Daerah tersebut jika digabung sudah setara dengan memberikan kontribusi hampir 69 persen nasional.
"Jadi negara itu sebetulnya bisa saja konsentrasi di 12 provinsi tersebut, namun itu tidak boleh karena asas keadilan bagi masyarakat harus mendapatkan pelayanan yang sama," papar Agus.
Sementara itu, Kepala Perwakilan BKKBN Sulsel Shodiqin mengatakan berbagai model telah diterapkan di lapangan, termasuk menggandeng mitra strategis untuk membantu percepatan penurunan stunting.
Hanya saja, diakui masih banyak kekurangan yang juga menjadi indikator, sehingga penurunan stunting di Sulsel belum tinggi secara signifikan.