Makassar (ANTARA) - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sulawesi Selatan (Sulsel) menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulsel dan Kejaksaan Tinggi Sulsel dalam melakukan sosialisasi budaya antikorupsi pada jajaran instansi itu.

Kepala Divisi Pemasyarakatan Yudi Suseno mewakili Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Sulsel, di Makassar, Jumat, mengatakan sosialisasi tersebut dilaksanakan agar antikorupsi bisa menjadi budaya di kalangan seluruh jajaran pegawai Kemenkumham Sulsel.

"Dalam setiap pelaksanaan tugas pegawai harus selalu menerapkan nilai-nilai antikorupsi agar bisa menjadi kebiasaan yang pada akhirnya menjadi budaya antikorupsi di seluruh pegawai," ujarnya.

Yudi mengatakan salah satu strategi dalam memerangi korupsi adalah dengan memberikan edukasi terkait mengenai pengertian korupsi, perbuatan korupsi, bahaya dan dampak dari korupsi, serta bagaimana mencegahnya.

Ia pun menyampaikan bahwa korupsi merupakan tindakan yang tidak dapat ditoleransi karena merupakan ancaman bersama.

“Korupsi merupakan ancaman terhadap kemanusiaan, ancaman terhadap hak publik dan ancaman terhadap organisasi dan keberlangsungan bangsa dan negara karena korupsi telah merusak sendi-sendi kehidupan," katanya.

Sementara itu, Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulawesi Selatan Amin Adab Bangun menyampaikan apresiasi bahwa proses penyusunan laporan keuangan di Kemenkumham sudah tidak dilakukan secara manual.

Penyusunan laporan keuangan dengan menggunakan sarana teknologi informasi (TI) berupa aplikasi, kata dia, dapat membantu Kemenkumham turut berperan serta dalam menciptakan penyusunan laporan keuangan, sehingga dapat mempertahankan predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP).

"Dengan predikat ini tentunya juga menjauhkan kata korupsi di Kemenkumham," ujarnya.

Menurut dia, pentingnya penyusunan laporan keuangan secara akuntabel karena dalam penggunaan uang negara harus tunduk pada undang-undang (UU).

Dalam kesempatan itu, Asisten Pidana Militer Kejaksaan Tinggi Sulsel Kol Laut (H) M. Asri Arief mengatakan bahwa korupsi di dalam birokrasi itu termasuk penyuapan, pemalsuan dokumen, penggelembungan harga.

"Faktor-faktor yang mendorong tindak pidana korupsi yakni kurangnya transparansi dan akuntabilitas, kurangnya pengawasan dan penegakan hukum yang tegas," katanya.

Selain itu, kata dia, rendahnya pendapatan atau gaji dan kesejahteraan pegawai dan adanya budaya korupsi yang melekat dalam sistem membuat seseorang atau oknum melakukan perbuatan tercela tersebut.

"Korupsi ini berdampak pada ketidakpercayaan publik, kerusakan ekonomi dan ketidakmerataan pembangunan," ucapnya.
 

Pewarta : Muh. Hasanuddin
Editor : Redaktur Makassar
Copyright © ANTARA 2024