Makassar (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Makassar, Sulawesi Selatan menemukan sejumlah masalah dugaan pelanggaran saat proses pemungutan dan penghitungan suara Pemilu pada Rabu, 14 Februari 2024 termasuk dua Tempat Pemungutan Suara (TPS) berpotensi dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU).

"Ada dua TPS (berpotensi PSU). Satu di Kelurahan Bulogading dan satunya lagi di Kelurahan Baru, Kecamatan Ujung Pandang," ungkap Anggota Bawaslu Makassar Rahmat Sukarno kepada wartawan di kantornya, Jalan Letjen Hertasning Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat.

Ia menjelaskan, dugaan pelanggaran yang terjadi hingga berpotensi digelar PSU seperti di TPS 002 Kelurahan Bulogading ditemukan ada tiga orang tidak terdaftar Daftar Pemilih Tetap (DPT) atau dari luar Kota Makassar memilih di TPS tersebut. Dan di Kelurahan Baru, kasusnya sama ada empat orang yang mencoblos di TPS tetapi tidak terdaftar di DPT

"Di TPS Kelurahan Bologading teridentifikasi dua orang memilih dari luar Kota Makassar, dari Palu dan Toraja. Sedangkan di Kelurahan Baru ada empat orang tidak terdaftar tapi ikut memilih," ucap Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Makassar ini menyebutkan.

Ia menjelaskan, persyaratan dilakukan PSU diatur dalam Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Disebutkan di pasal 372 ayat (1) Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila terjadi, bencana alam dan atau kerusuhan yang mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau penghitungan suara tidak dapat dilakukan.

Selanjutnya pada ayat (2), pemungutan suara di TPS wajib diulang apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan Pengawas TPS terbukti terdapat keadaan, di antaranya penggunaan hak pilih oleh Pemilih yang tidak memiliki kartu tanda penduduk elektronik dan tidak terdaftar di DPT atau DPTb tambahan.

Selain itu, secara rinci juga dituangkan dalam Peraturan KPU nomor 25 tahun 2023 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Dalam Pemilihan Umum, pada Pasal 80 ayat (1) dan (2). Untuk jangka waktu pelaksanaan PSU di TPS paling lama 10 hari setelah pemungutan suara.

"Di pasal 372 ayat 2 intinya, jika ada ketidaksesuaian jumlah hasil perhitungan surat suara sah dan surat suara tidak sah dari jumlah pemilih, atau pemilih yang tidak memiliki kartu tanda penduduk elektronik dan tidak terdaftar di DPT dan daftar pemilih tambahan memilih di TPS lebih dari satu orang maka bisa dilaksanakan PSU," tuturnya menjelaskan.

Berdasarkan hasil monitoring di 15 kecamatan se Kota Makassar serta informasi yang dihimpun tim Bawaslu di lapangan, terdapat beberapa temuan di TPS bahwa ada beberapa pemilih diduga sisipan tidak terdaftar di DPT maupun DPTb dugaannya diizinkan memilih di TPS oleh Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara atau KPPS.

"Setelah saya melakukan monitoring, dan ada beberapa kecamatan yang saya dapatkan informasi sekaitan dengan terdapat jumlah pemilih di luar dari DPT yang telah ditentukan dalam TPS tersebut ikut memilih, tentu hal ini berpotensi PSU di TPS tersebut," katanya menambahkan.

Sebelumnya, Ketua KPU Makassar Hambalii saat ditanya wartawan mengenai dengan banyaknya dugaan pelanggaran administrasi dan kelalaian, hingga potensi dilakukan PSU di beberapa TPS, kata dia merespon dengan singkat bahwa soal itu Bawaslu putuskan.

"Bawaslu yang putuskan," katanya singkat seusai melayat di rumah duka salah satu korban anggota KPPS yang meninggal dunia bernama Wiliam Tandi Paelongan di Kompleks Taman Makassar Indah Blok A3/19 Makassar, yang bertugas di TPS 007 Kelurahan Bangkala, Kecamatan Manggala, Makassar, Kamis (15/2) malam.

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Redaktur Makassar
Copyright © ANTARA 2024