Pengurus pusat komunitas bisnis Tangan Diatas (TDA) saat ini tengah berkeliling ke sejumlah daerah di Indonesia untuk memberikan edukasi kepada anggotanya. Pasalnya, mereka khawatir dengan kemunculan bisnis abal-abal atau bisnis tipu-tipu yang kini meresahkan masyarakat dan merugikan orang banyak.

"Kami sekarang keliling ke Indonesia bersama sejumlah pengurus untuk memberikan `injeksi` tentang bisnis abal-abal ke anggota," ujar Direktur Pengawasan dan Kepatutan TDA, Zainal Abidin dalam Seminar Membongkar Bisnis Abal-Abal, Kembali ke Lapak di Makassar, Minggu (9/3).

Seminar yang diikuti oleh anggota TDA Makassar, mahasiswa dan masyarakat tersebut diselenggarakan oleh TDA Kampus. Komunitas yang berbasis di sejumlah kampus Makassar tersebut merupakan perwakilan dari Komunitas TDA yang anggotanya sebagian besar merupakan wirausahawan muda dan punya kepedulian untuk berbagi.

"Kondisi Indonesia sudah darurat, tidak hanya darurat bencana tetapi juga bisnisnya. Begitu banyak bisnis tetapi sebagian besar menawarkan mimpi-mimpi kosong, orang yang mengikutinya menyesal dan merugi," ujar pria yang menggunakan akun @jayteroris di sosial media twitter tersebut.

Direktur Social Entrepreneur Academy ini mengatakan banyak pengaduan dari anggota TDA terkait praktik bisnis abal-abal tersebut namun tidak ada lembaga yang mengatasinya. Karena itu jajaran TDA keliling Indonesia untuk melakukan sosialisasi.

"Otoritas Jasa Keuangan tidak esensial untuk melakukan pengawasan bisnis abal-abal bahkan sanksinya diragukan. Mereka melakukan pengawasan di saham dan reksadana, tidak di bisnis riil sehingga ketika ada kegagalan di bisnis abal-abal, mereka tidak bisa mengatasinya," kata alumnus Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman tersebut.

Zainal Abidin mengatakan pemerintah kurang peduli untuk mencegah bisnis tersebut dan baru diatasi kalau kasusnya mencuat di masyarakat.

Menurut dia, modus bisnis abal-abal bergerak pada tiga sistem, yakni multilevel marketing (MLM), investasi BO atau franchise.

"Kenapa MLM, jumlah anggota yang dihimpun banyak, tetapi dia berpotensi menghimpun dana masyarakat dalam jumlah banyak. MLM yang bagus kalau jumlah komisinya tidak lebih banyak dari jumlah uang yang disetor. MLM yang benar ada produk, kalau ambil uang dari member saja namanya money game," katanya.

Zainal juga menyoroti kelemahan sistem franchise di Indonesia sehingga ada pengusaha waktu membuka usahanya punya 1.000 outlet sekarang hanya puluhan saja.

"Di Amerika Serikat baru bisa buka franchise kalau sudah terbukti puluhan tahun usahanya teruji. Di Indonesia hari ini buka usaha besok buka franchise, bahkan ada yang belum buka sauah langsung buka franchise," katanya.

Dia mengatakan bisnis abal-abal sudah mulai ada sejak 1987 hingga sekarang ini, bisnis ini muncul dengan berbagai bentuk seperti koperasi, arisan, investasi dalam bidang agribisnis, investasi emas, bank gelap, investasi syariah, menggunakan label ustadz, memiliki cabang di luar negeri.

Menurut catatannya pada 1987 sudah ada Yayasan Keluarga Adil Makmur dengan inisiator Yusuf Ongkowijoyo. Prakteknya semacam arisan berantai berbentuk koperasi. Dengan membayar Rp260 ribu anggota bisa mendapatkan Rp5 juta. Yayasan ini sudah mengumpulkan Rp 20 miliar dari 74 ribu orang anggota.

"Sistemnya gali lubang tutup lubang begitu terus, karena ndak mampu dia masuk penjara. Waktu itu belum ada internet, hanya andalkan telepon. Korbannya orang susah yang mau dapat uang, orang kecil dan orang bodoh. Mereka maunya cepat dapat uang," katanya.

Pada 1992 muncul Suti kelola. Mereka berhasil menghimpun dana Rp35 miliar dari 4.000 nasabah. Suti menawarkan keuntungan lima persen setiap bulan. Bisnis ini ternyata money game dan pemiliknya kabur.

Selain itu masih banyak praktek bisnis abal-abal tersebut seperti Arisan Danasonic, Banyumas Mulya Abadi, Koperasi Simpan Pinjam di Sulawesi Selatan, PT Qurnia Subur Alam Raya (QSAR).

"QSAR inisiatornya Ramly Arabi. Dia menghimpun dana Rp478 miliar dari 6.800 investor untuk dikembangkan dalam usaha agribisnis. QSAR punya kantor mewah di Sudirman, Jakarta. Investor diajak lihat kebun di Sukabumi padahal bukan kebunnya," katanya.

Kemudian ada lagi Adess Sumber Hidup Dinamika (ADD Farm), Probest International, Wahana Bersama Globalindo, Investasi berlian Ustadz Lihan dan lain-lain.

Kembali ke lapak

Terkait bisnis abal-abal dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Nobel Makassar, Ir Syarifuddin Arief MM mengharapkan agar masyarakat cerdas dalam menyikapi fenomena bisnis abal-abal dewasa ini.

"Tidak ada cara lain kecuali masyarakat harus cerdas menyikapinya. Jangan terlalu cepat tergiur dengan keuntungan yang ditawarkan. Teliti pahami dengan jelas apakah bisnis tersebut punya legalitas dan badan hukum yang jelas," katanya.

Sekjen Indonesia Marketing Association (IMA) Cabang Sulawesi Selatan tersebut juga menemukan ada bisnis abal-abal yang memberikan keuntungan dahulu beberapa kali kemudian setelah orangnya keenakan baru dirinya melakukan hitungan-hitungan secara bisnis, begitu dia dapat untung langsung kabur.

Pria yang akrab dipanggil Chalie tersebut kini telah memberikan edukasi di tempatnya mengajar dengan cara mengajarkan bagaimana memilih bisnis yang bagus dan cara menjalankannya serta tidak merugikan masyarakat.

Bagaimana menyikapi bisnis abal-abal, Zainal Abidien mengajak masyarakat terutama anak-anak muda untuk melupakan bisnis yang menjanjikan untung besar dalam waktu sekejap dengan kembali bekerja keras menekuni lapak masing-masing.

"Jaga bisnismu minimal hingga ulang tahun kelima. Banyak bisnis mati sebelum ulang tahun kelima. Dunia bisnis itu lari maraton, bukan lari sprint, jadi mesti tekun berusaha," katanya.

Zainal prihatin semenjak Bank Mandiri membikin Pesta Wirausaha Mandiri mulai 2005 hanya 10 hingga 25 persen pemenang yang meraih hadiah puluhan juta sekarang tidak ada usahanya lagi.

Mereka hanya ikut usaha untuk berkompetisi. "Saya melihat gairah wirausaha cukup tinggi. Salah satu alasan mereka menyerah, menurut mereka dunia usaha seperti masuk dalam hutan kemudian yang kuat yang menang, padahal kan tidak selamanya seperti itu," katanya.

Praktisi bisnis kuliner dan pengurus Makassar Cooking Club (MCC) Risma Wicaksono mengatakan untuk memulai usaha tidak cukup hanya dengan modal uang dan keinginan yang kuat tetapi memerlukan mental yang kuat, karena menjadi pengusaha atau wirausaha tantangan terbesarnya adalah kemampuan bertahan dalam kondisi yang paling buruk.

"Saya banyak menemukan wirausaha pemula atau wirausaha muda yang berganti-ganti jenis usaha karena belum menemukan passion bisnisnya dan ketidakmampuannya bertahan dalam satu jenis bisnis sehingga pada akhirnya bisnis yang dirintis tidak mengalami kemajuan, karena ketika mengalami hambatan atau kesulitan mentalnya langsung `down`," katanya.

Padahal dalam berwirausaha, ujar pemilik akun twitter @MamLala_Kitchen tersebut pasti mengalami pasang surut, setiap hambatan adalah pelajaran untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas produksi, manajemen, strategi dan promosi.

Risma bersama komunitasnya saat ini sering memberikan "cooking class" berbayar dan latihan bareng yang tidak berbayar. Selain itu mereka juga membuka kedai kue di rumah makan Paotere di Jalan Topaz Raya Makassar milik H. Tawakal. Zita Meirina

Pewarta : Agus Setiawan
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024