Makassar (ANTARA Sulsel) - Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Sulawesi Selatan menilai Kejaksaan Tinggi Sulsel mempermainkan putusan praperadilan kasus korupsi gerakan nasional (Gernas) Belopa, Kabupaten Luwu.

"Kejati tidak mentaati aturan dan perundang-undangan karena sudah setahun kasus putusan praperadilan tindak pidana korupsi oleh hakim itu tidak dilaksanakan perintahnya," ujar Ketua PBHI Sulsel Wahidin Kamase di Makassar, Jumat.

Dia menyebutkan, dalam putusan praperadilan yang dimenangkan oleh sejumlah penggiat anti korupsi atas dugaan penghentian kasus dugaan korupsi itu meminta kepada penyidik Kejati Sulsel untuk kembali membuka kasusnya dan memeriksa ulang pihak-pihak yang telah merugikan keuangan negara itu.

Dalam putusan itu juga, hakim meminta kepada penyidik agar memeriksa Saleh Rahim selaku tersangka yang sebelumnya telah dtetapkan oleh Kejati Sulsel, namun dihentikan penyidikannya tanpa alasan jelas.

"Putusan sangat jelas, namun hampir setahun pasca putusan terbit pihak kejati sama sekali tidak menindaklanjuti putusan itu dimana dalam amar putusan dinyatakan agar penyidikan terhadap tersangka Saleh Rahim selaku Direktur PT Koya Corporindo segera dilakukan dan perkaranya segera dilimpahkan ke persidangan," katanya.

Dengan tegas kembali Wahidin mengatakan pekan depan dirinya akan berangkat ke Jakarta untuk melakukan pengaduan resmi ke komisi 3 DPR-RI terkait tindakan pihak Kejaksaan Tinggi Sulsel yang sengaja tidak menindaklanjuti penyidikan terhadap tersangka.

"Ini jelas kuat adanya main mata antara tersangka dengan kejati sehingga dengan entengnya kejati tidak bersifat agresif dengan kelanjutan kasus ini," tegasnya.

Tersangka Saleh Rahim sendiri hingga saat ini tidak pernah diperiksa bahkan kasusnya sempat dihentikan, namun setelah menjalani persidangan praperadilan oleh sejumlah lembaga anti korupsi di Sulsel, akhirnya pengadilan mengabulkan gugatan lembaga anti korupsi tersebut.

Pengadilan juga memutuskan agar penyidik kejati segera melanjutkan penyidikan terhadap tersangka Saleh Rahim dan segera melimpahkan perkaranya ke Pengadilan Tipikor Makassar.

Diketahui dalam proyek gernas ini, kuasa yang diberikan Saleh Rahim kepada Ismail menurut hakim seharusnya diketahui oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan bendahara untuk menghindari kekeliruan orang.

Hakim, menilai pemberian kuasa atas pelaksanaan proyek gerakan nasional (gernas) Kakao melanggar Keputusan Presiden Tahun 1980 tentang pengadaan barang jasa yang melarang mensubkontrakan pekerjaan utama.

Perkara korupsi penyimpangan kegiatan rehabilitasi tanaman gerakan peningkatan produksi dan mutu kakao nasional ini dimana sebelumnya telah ada dua terpidana yakni Bambang Syam dan Ismail.

Kedua terpidana itu telah divonis dalam Putusan Pengadilan Negeri Makassar pada tanggal 21 Mei 2012 beromor: 66/Pid. Sus/ 2011/PN. Mks.

Dalam amar putusan Pengadilan Negeri Tipikor Makassar tersebut tercantum pertimbangan berdasarkan fakta-fakta dalam persidangan dimana telah tampak adanya hubungan kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang telah mengakibatkan kerugian negara.

Kerugian itu tidak akan terjadi apabila tidak ada kerjasama antara Bambang Syam selaku PPK, Saleh Rahim (Direktur PT Koya Corporindo) selaku penyedia barang yang menandatangani kontrak dan (Ismail) yang secara ril melaksanakan pekerjaan rehabilitasi kakao sambung samping (entres) dari PT Koya Corporindo dengan menggunakan PT Koya Corporindo sebagai sarananya.

Dengan demikian majelis berpendapat unsur turut melakukan telah terpenuhi. Selain itu dalam amar putusan juga menegaskan atas semua barang bukti akan kembali digunakan dalam perkara tersangka Saleh Rahim. Agus Setiawan

Pewarta : Oleh Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024