Makassar (ANTARA Sulsel) - Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Azasi Manusia (PBHI) Sulawesi Selatan mendesak kepolisian untuk menggunakan kewenangannya menjemput paksa Ketua DPRD Enrekang AN yang mangkir pemanggilan polisi setelah ditetapkanya sebagai tersangka.

"Polisi punya kewenangan untuk menjemput paksa tersangka, apalagi ketika berulang kali mangkir dari panggilan penyidik. Pemanggilan itu dimaksudkan untuk menuntaskan perkara-perkara yang menjerat tersangkanya," ujar Ketua PBHI Sulsel Wahidin Kamase di Makassar, Senin.

AN yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembalakan liar (Illegal logging) di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan itu belum diperiksa sebagai tersangka karena pemeriksaan sebelumnya hanya berstatus saksi.

Tersangka yang menurut keterangan saksi-saksi dan alat bukti dalam penydikan kasus pembalakan liar itu mendapat kecaman dari para aktifis lingkungan hidup se Sulsel karena dengan posisinya sebagai wakil rakyat juga melakukan kegiatan pidana.

Dia mengatakan polisi harus serius menangani kasus ini dimana wacana lingkungan hidup merupakan aspek yang cukup penting dalam program pembangunan nasional, pemelihraan lingkungan sebagai bagian penting yang akan menyangga pembangunan dalam aspek lain.

Selain aspek penting dari pembangunan juga merupakan kewajiban bangsa Indonesia sebagaimana yang ditetapkan dalam "Covenant Internasional" dimana indonesia menjadi negara pihak yang melahirkan konsekwensi logis negara melalui semua organnya menjaga keberadaan lingkungan termasuk didalamnya menegakkan segala pranata hukum yang berkenaan.

Menurutnya, ditetapkan Ketua DPRD Enrekang sebagai tersangka atas pembalakan liar hutan lindung dan merupakan fakta yang memalukan dan mencoreng kewibawaan DPRD Kabupaten Enrekang.

Karena orang yang memegang amanah sebagai wakil rakyat harusnya memberi contoh yang baik kepada masyarakat, bukan justru menjadi pelaku kejahatan dengan membalak hutan lindung.

"Oleh sebab itu, Polres Enrekang tidak boleh main-main dalam kasus tersebut, selain itu Dewan Kehormatan DPR Enrekang harus memiliki inisiatif untuk memproses keberadaan jabatan Ketua DPRD selaku anggota DPRD Enrekang, jangan lagi menunggu laporan karena masalah ini terkait dengan kepentingan masyarakat Enrekang," jelasnya.

PBHI, lanjut kata Wahidin selaku organisasi yang fokus pada Penegakan Hak Asasi Manusia akan mengawasi dan memantau proses hukum, apalagi yang berkenan dengan proses pelanggaran lingkungan hidup.

"Bagi kami bahwa Ketua DPRD telah merusak hak akses warga untuk mendapatkan lingkungan yang baik. Dan terkait mangkirnya Ketua DPRD terhadap panggilan penyidik Polres Enrekang dengan dengan alasan sibuk bersosialisasi pencalegkan, tidak boleh dijadikan dasar untuk tidak menghadiri panggilan sehingga kami meminta kepada penyidik untuk memanggil secara paksa bilamana ketua DPRD mangkir dalam panggilan penyidik," tegasnya.

Sebelumnya, penyidik Polres Enrekang menetapkan Ketua DPRD Enrekang Andi Natsir sebagai tersangka kasus illegal logging. Ia diindikasikan terlibat dalam kasus penebangan 15 batang pohon dalam kawasan hutan lindung di Desa Tuncung Kecamatan Maiwa pada bulan Juli 2013.

Andi Natsir dijadikan tersangka setelah penyidik melakukan penangkapan terhadap Andi Saiduddin suruhan Andi Natsir untuk menebang pohon didesa tersebut.

Kasat Reskrim Polres Enrekang, AKP Muhajir sebelumnya mengatakan telah menyurati Andi Natsir untuk diperiksa sebagai tersangka namun Andi Natsir menolak dengan alasan sibuk berpolitik untuk menjaring suara menjelang pemilihan legislatif (pileg). Agus Setiawan

Pewarta : Oleh Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024