Makassar (ANTARA Sulsel) - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menyatakan belum menerima pelimpahan tersangka dan barang bukti dari Polda Sulsel terkait dugaan korupsi pada Perusahaan Daerah (Perusda) Rumah Potong Hewan (RPH) Makassar Sudirman Lanunrung.

"Sampai hari ini belum ada pelimpahan dari penyidik Polda Sulsel, kita masih menunggu kesiapan mereka," jelas Kepala Seksi Penuntutan Kejaksaan Tinggi Sulsel Muhammad Ahsan Thamrin di Makassar, Jumat.

Dalam dugaan korupsi proyek perbaikan kandang dan pengembangan usaha pada Perusda RPH Kota Makassar, negara telah dirugikan dimana Direktur Perusda menjadi pihak yang bertanggungjawab dalam kerugian itu.

Kasus RPH Makassar itu juga menarik perhatian dari Anti Corruption Committe (ACC) Sulawesi Selatan dimana meminta Kejati Sulsel untuk melakukan penahanan terhadap tersangka setelah pelimpahan tahap dua itu diterima

"Kejati Sulsel punya kewenangan melakukan penahanan terhadap tersangka dan pada pelimpahan tahap dua itu, disitulah dilihat ketegasan dari penyidik, apakah melakukan penahanan atau tidak," kata anggota Badan Pekerja ACC, Kadir Wokanubun.

Ia mengatakan, penyidik Polda Sulsel yang sejak lama menangani kasus ini seharusnya segera melakukan pelimpahan tahap dua sesegara karena kasus ini sudah dinyatakan lengkap alias P-21 oleh Kejati Sulsel.

"Setelah dilakukan pelimpahan tahap dua, maka sebaiknya Kejati lakukan penahanan terhadap tersangka mengingat kalau tidak ditahan akan berlarut-larut lagi kasus ini," tuturnya.

Menurut Kadir, penyidik mempunyai kewenangan dalam melakukan penahanan, apalagi penahanan itu dianggap tepat karena akan memudahkan tim jaksa penuntut umum dalam melaksanakan sidang jika sudah mempunyai jadwal persidangan.

Karenanya, dirinya meminta kepada tim jaksa penuntut umum agar melakukan penahanan terhadap tersangka seperti yang dilakukannya pada beberapa kasus korupsi lainnya setelah pelimpahan tahap dua tersebut.

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Muhammad Kohar mengatakan jika perkara sudah dinyatakan lengkap alias P-21 oleh penyidik, pihaknya tinggal menunggu pelimpahan tahap dua yang dilakukan penyidik kepolisian.

"Jaksa kan sudah menyatakan P21 kasusnya, maka tentunya tinggal pihak kepolisian yang kami tunggu pelimpahan tahap duanya untuk proses penuntutan," kata dia.

Saat disinggung mengenai tindakan penahanan terhadap tersangka setelah pelimpahan tahap dua itu, dirinya belum bisa memastikan karena semua harus melihat beberapa pertimbangan-pertimbangan sebelum mengambil sikap.

Sebelumnya, kasus ini berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI Perwakilan Sulsel No LHAI-516/PW21/5/2012 tanggal 31 Juli 2012 merugikan negara sebesar Rp1,3 miliar.

Pada tahun 2006, RPH menerima dana dari Pemkot Makassar sebesar Rp750 juta untuk perbaikan kandang dan pengembangan usaha. Kemudian di tahun 2009 dan 2010 RPH kembali menerima dana masing-masing sebesar Rp 750 juta untuk pengembangan usaha.

Dana tersebut lalu diserahkan ke tujuh rekanan RPH untuk melaksanakan pekerjaan tersebut antara lain, Alimudin sebesar Rp750 juta, Ahmad Rp200 juta, Syahrir Rp259 juta, S Tika Rp568 juta, Arifuddin Rp11 juta, Sofyan Rp102 juta, dan Rizal Rp50 juta.

Hanya saja berdasarkan pemeriksaan penyidik proses pencairan dan pertanggung jawaban bantuan anggaran tersebut tidak sesuai SK Wali Kota Makassar No 117 tahun 2006 tentang tata kerja Perusda RPH Makassar.

Selain itu, Sudirman atas perintah Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin mengeluarkan surat perintah pencairan dana untuk pembelian sapi qurban yang dicairkan bendahara RPH, Murnah secara bertahap tahun 2008-2011 sejumlah Rp335 juta.

Sapi tersebut kemudian didistribusikan kepada 14 kecamatan DPC Partai Golkar Makassar. Hanya saja dana ini telah dikembalikan Sudirman senilai Rp 334,7 juta. Kasus ini sendiri mencuat berdasarkan laporan polisi No LPC/15/II/2012/Polda Sulsel/Dit Reskrimsus, tanggal 29 Februari 2012. Agus Setiawan

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024