Jakarta (ANTARA) - Portugal telah mengalahkan dua tim yang lebih baik dibandingkan dengan Georgia yang akan menjadi lawan mereka pada pertandingan terakhir di Grup F yang diadakan di Veltins Arena di kota Gelsenkirchen, Jerman, Kamis dini hari pukul 02.00 WIB.
Cristiano Ronaldo cs mengalahkan Republik Ceko 2-1 dalam laga pertama grup itu, disusul kemenangan meyakinkan 3-0 dari Turki tiga hari setelah itu.
Kini mereka ditantang tim paling lemah di Grup F yang menyerah 1-3 kepada Turki dalam pertandingan pertamanya dan seri 1-1 menghadapi Republik Ceko.
Di atas kertas, tim asuhan Roberto Martinez seharusnya menang mudah atas Georgia sehingga menjadi tim kedua setelah Spanyol yang memenangkan semua pertandingan fase grup Euro 2024.
Hanya keajaiban jika Portugal yang bertabur pemain bintang dan bermain di klub-klub elite Eropa, menyerah kepada Georgia yang tak memiliki skenario selain memenangkan laga ini yang menjadi satu-satunya tiket agar bertahan dalam turnamen yang baru kali ini mereka ikuti itu.
Khvicha Kvaratskhelia, pemain sayap mereka yang mengidolakan Cristiano Ronaldo dan sudah berniat tukar kostum dengan sang megabintang apa pun hasil pertandingan nanti, menyatakan Georgia tetap bisa mengalahkan Selecao.
Kvaratskhelia memiliki keyakinan itu karena Georgia telah merepotkan Turki dan Republik Ceko dalam dua pertandingan sebelumnya. Jadi, tak ada alasan mereka tak bisa mengulanginya lagi kala berjumpa Portugal.
Dan tampaknya Georgia memang akan tampil percaya diri sekaligus tanpa beban ketika menantang juara Piala Eropa 2016 itu.
Namun lain dengan Kvaratskhelia, pelatih mereka, Willy Sagnol, tidak sebebas dalam menaksir peluang timnya.
Dia justru tengah direpotkan oleh kritik bahwa dia mendapatkan tekanan untuk tidak menurunkan seorang pemainnya karena sikap politik sang pemain kepada pemerintah Georgia saat ini. Orang itu adalah Budu Zivzivadze.
Pemain Karlsruher dari divisi dua liga Jerman itu menjadi satu-satunya pemain yang mengkritik sebuah undang-undang di Georgia yang memicu protes luas di negara pecahan bekas Uni Soviet itu.
Georgia tengah bergolak karena pemerintahnya menerbitkan undang-udang anti agen asing yang disebut kubu oposisi sebagai kedok untuk memberangus mereka yang kritis terhadap pemerintah.
Sagnol menolak pengaitan keputusannya di lapangan hijau dengan pandangan politik pemain-pemainnya. Pelatih asal Prancis itu menegaskan hanya peduli kepada sepak bola, tak lebih.
Bukan tandingan
Tekad Willy Sagnol untuk hanya peduli kepada sepak bola ini ini dimanifestasikan dengan janji dan upaya memenangkan pertandingan apa pun, termasuk melawan tim super-kuat Portugal.
Tak ada referensi kuat untuk melihat bagaimana riwayat kedua negara dalam pertemuan sebelumnya, kecuali ketika The Crusaders menyerah 0-2 kepada Selecao dalam sebuah laga persahabatan pada Mei 2008.
Yang pasti, pengalaman Portugal yang berperingkat FIFA 6 atau 68 tingkat di atas Georgia, pada turnamen-turnamen dan kompetisi global, bukan tandingan Georgia.
Dalam level Piala Eropa saja, catatan Portugal terlalu silau bagi Georgia.
Tim asuhan Roberto Martinez ini tak pernah absen dalam delapan edisi terakhir Piala Eropa dan sudah lima kali mencapai semifinal yang satu di antaranya diakhiri dengan status juara pada 2016.
Dari delapan Euro sebelumnya yang diikuti Portugal, runner up Euro 2004 ini rata-rata menciptakan 1,5 gol per pertandingan, atau 59 gol dari total 39 pertandingan.
Statistik ini terlalu menyeramkan untuk Georgia yang baru memasukkan satu gol dari dua kali bertanding, atau rata-rata 0,5 gol per pertandingan.
Tak heran, apalagi jika melihat materi pemain yang bagai bumi dan langit, Portugal sangat diunggulkan memenangkan pertandingan ini. Opta mengunggulkan Portugal memenangkan laga ini dengan probabilitas 75,8 persen, sedangkan Georgia hanya 10,4 persen.
Pertahankan skuad
Roberto Martinez mungkin memberi kesempatan kepada pemain-pemain yang belum tampil untuk masuk lapangan Euro 2024 walau mungkin kebanyakan dari bangku cadangan, mengingat apa yang terjadi di Gelsenkirchen dini hari nanti tak mengubah status Portugal sebagai juara Grup F.
Yang pasti mungkin akan memasukkan Joao Felix atau Pedro Neto di sayap kiri serangan karena Rafael Leao sudah mendapatkan dua kartu kuning.
Selebihnya, Martinez tetap mengandalkan sepuluh langganan starting-eleven lainnya, termasuk kapten Cristiano Ronaldo walau belum menciptakan gol dari dua laga sebelumnya.
Dia akan ditunjang Bruno Fernandes yang berdiri tepat di belakangnya, dan sejajar dengan Felix di kiri dan Bernardo Silva di sayap kanan.
Joao Palninha tetap bermitra dengan Vitinha di sumbu permainan Portugal, sebagai jembatan antar-lini dan pengatur ritme permainan.
Pepe akan kembali mendampingi Ruben Diaz di jantung pertahanan, sedangkan Nuno Mendes berduet lagi dengan Francisco Conceicao seperti saat menelan Portugal 3-0. Sebaliknya, bek kanan Manchester United Diolo Dalot kembali menjadi cadangan.
Bongkar pasang pemain hampir pasti tidak dilakukan oleh Willy Sagnol, karena meskipun cuma bisa memetik satu poin, sebelas pertama Georgia cukup bisa mengimbangi lawan-lawannya yang lebih kuat.
Sagnol akan tetap memasang tiga bek tengah dipimpin Guram Kashia, sedangkan duet gelandang tengah Anzor Mekvabishvili dan Giorgi Kochorashvill menjadi penabuh utama irama permainan Georgia.
Georges Mikautadze akan kembali menjadi ujung tombak dalam segitiga serangan Georgia yang kedua sayapnya diisi oleh Khvicha Kvaratskhelia dan Zuriko Davitashvili.
Cristiano Ronaldo cs mengalahkan Republik Ceko 2-1 dalam laga pertama grup itu, disusul kemenangan meyakinkan 3-0 dari Turki tiga hari setelah itu.
Kini mereka ditantang tim paling lemah di Grup F yang menyerah 1-3 kepada Turki dalam pertandingan pertamanya dan seri 1-1 menghadapi Republik Ceko.
Di atas kertas, tim asuhan Roberto Martinez seharusnya menang mudah atas Georgia sehingga menjadi tim kedua setelah Spanyol yang memenangkan semua pertandingan fase grup Euro 2024.
Hanya keajaiban jika Portugal yang bertabur pemain bintang dan bermain di klub-klub elite Eropa, menyerah kepada Georgia yang tak memiliki skenario selain memenangkan laga ini yang menjadi satu-satunya tiket agar bertahan dalam turnamen yang baru kali ini mereka ikuti itu.
Khvicha Kvaratskhelia, pemain sayap mereka yang mengidolakan Cristiano Ronaldo dan sudah berniat tukar kostum dengan sang megabintang apa pun hasil pertandingan nanti, menyatakan Georgia tetap bisa mengalahkan Selecao.
Kvaratskhelia memiliki keyakinan itu karena Georgia telah merepotkan Turki dan Republik Ceko dalam dua pertandingan sebelumnya. Jadi, tak ada alasan mereka tak bisa mengulanginya lagi kala berjumpa Portugal.
Dan tampaknya Georgia memang akan tampil percaya diri sekaligus tanpa beban ketika menantang juara Piala Eropa 2016 itu.
Namun lain dengan Kvaratskhelia, pelatih mereka, Willy Sagnol, tidak sebebas dalam menaksir peluang timnya.
Dia justru tengah direpotkan oleh kritik bahwa dia mendapatkan tekanan untuk tidak menurunkan seorang pemainnya karena sikap politik sang pemain kepada pemerintah Georgia saat ini. Orang itu adalah Budu Zivzivadze.
Pemain Karlsruher dari divisi dua liga Jerman itu menjadi satu-satunya pemain yang mengkritik sebuah undang-undang di Georgia yang memicu protes luas di negara pecahan bekas Uni Soviet itu.
Georgia tengah bergolak karena pemerintahnya menerbitkan undang-udang anti agen asing yang disebut kubu oposisi sebagai kedok untuk memberangus mereka yang kritis terhadap pemerintah.
Sagnol menolak pengaitan keputusannya di lapangan hijau dengan pandangan politik pemain-pemainnya. Pelatih asal Prancis itu menegaskan hanya peduli kepada sepak bola, tak lebih.
Bukan tandingan
Tekad Willy Sagnol untuk hanya peduli kepada sepak bola ini ini dimanifestasikan dengan janji dan upaya memenangkan pertandingan apa pun, termasuk melawan tim super-kuat Portugal.
Tak ada referensi kuat untuk melihat bagaimana riwayat kedua negara dalam pertemuan sebelumnya, kecuali ketika The Crusaders menyerah 0-2 kepada Selecao dalam sebuah laga persahabatan pada Mei 2008.
Yang pasti, pengalaman Portugal yang berperingkat FIFA 6 atau 68 tingkat di atas Georgia, pada turnamen-turnamen dan kompetisi global, bukan tandingan Georgia.
Dalam level Piala Eropa saja, catatan Portugal terlalu silau bagi Georgia.
Tim asuhan Roberto Martinez ini tak pernah absen dalam delapan edisi terakhir Piala Eropa dan sudah lima kali mencapai semifinal yang satu di antaranya diakhiri dengan status juara pada 2016.
Dari delapan Euro sebelumnya yang diikuti Portugal, runner up Euro 2004 ini rata-rata menciptakan 1,5 gol per pertandingan, atau 59 gol dari total 39 pertandingan.
Statistik ini terlalu menyeramkan untuk Georgia yang baru memasukkan satu gol dari dua kali bertanding, atau rata-rata 0,5 gol per pertandingan.
Tak heran, apalagi jika melihat materi pemain yang bagai bumi dan langit, Portugal sangat diunggulkan memenangkan pertandingan ini. Opta mengunggulkan Portugal memenangkan laga ini dengan probabilitas 75,8 persen, sedangkan Georgia hanya 10,4 persen.
Pertahankan skuad
Roberto Martinez mungkin memberi kesempatan kepada pemain-pemain yang belum tampil untuk masuk lapangan Euro 2024 walau mungkin kebanyakan dari bangku cadangan, mengingat apa yang terjadi di Gelsenkirchen dini hari nanti tak mengubah status Portugal sebagai juara Grup F.
Yang pasti mungkin akan memasukkan Joao Felix atau Pedro Neto di sayap kiri serangan karena Rafael Leao sudah mendapatkan dua kartu kuning.
Selebihnya, Martinez tetap mengandalkan sepuluh langganan starting-eleven lainnya, termasuk kapten Cristiano Ronaldo walau belum menciptakan gol dari dua laga sebelumnya.
Dia akan ditunjang Bruno Fernandes yang berdiri tepat di belakangnya, dan sejajar dengan Felix di kiri dan Bernardo Silva di sayap kanan.
Joao Palninha tetap bermitra dengan Vitinha di sumbu permainan Portugal, sebagai jembatan antar-lini dan pengatur ritme permainan.
Pepe akan kembali mendampingi Ruben Diaz di jantung pertahanan, sedangkan Nuno Mendes berduet lagi dengan Francisco Conceicao seperti saat menelan Portugal 3-0. Sebaliknya, bek kanan Manchester United Diolo Dalot kembali menjadi cadangan.
Bongkar pasang pemain hampir pasti tidak dilakukan oleh Willy Sagnol, karena meskipun cuma bisa memetik satu poin, sebelas pertama Georgia cukup bisa mengimbangi lawan-lawannya yang lebih kuat.
Sagnol akan tetap memasang tiga bek tengah dipimpin Guram Kashia, sedangkan duet gelandang tengah Anzor Mekvabishvili dan Giorgi Kochorashvill menjadi penabuh utama irama permainan Georgia.
Georges Mikautadze akan kembali menjadi ujung tombak dalam segitiga serangan Georgia yang kedua sayapnya diisi oleh Khvicha Kvaratskhelia dan Zuriko Davitashvili.