Makassar (ANTARA Sulsel) - Dua kader Partai Golkar yakni Nurhaldin Halid dan Rahman Pina saling klaim dan berebut jatah kursi terakhir untuk DPRD Kota Makassar di daerah pemilihan (Dapil) IV Kecamatan Manggala dan Panakkukang.

"Selama beberapa hari terakhir ini saya selalu di-telepon dan di-SMS sama Rahman Pina, tapi saya tidak menjawab panggilannya dan tidak membalas juga SMS nya karena tidak tahu mau bilang apa," jelas Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Makassar Amir Ilyas di Makassar, Sabtu.

Ia mengatakan, intensitas yang dilancarkan oleh Caleg nomor urut 2 itu kepada dirinya semakin gencar mengingat data Panwaslu Makassar akan menjadi acuan jika sengketa ini ditempuh melalui jalur Mahkamah Konstitusi (MK).

Jika jalur MK ditempuh oleh Rahman Pina, maka data Panwaslu Makassar dipastikan menjadi acuan, sebab KPU Makassar akan menjadi yang tergugat.

"Untuk permasalahan Rahman Pina dengan Nurhaldin itu, sama-sama punya data masing-masing dan berdasarkan Plano DA1 yang dikeluarkan PPK Manggala itu ada dua versi dan inilah yang menjadi masalahnya," katanya.

Amir menjelaskan, dalam versi pertama, caleg Nurhaldin yang bakalan duduk dan Rahman Pina terancam tidak akan duduk. Pada versi kedua, justru Rahman yang duduk dan Nurhalidin gagal jadi legislator.

"Perbedaan inilah yang kemungkinan besar berlanjut dan perseteruan kursi antara Rahman versus Nurhaldin akan berlanjut ke Mahkamah Konstitusi," jelas Amir yang juga dosen ilmu hukum pidana itu.

Menurut dia, versi kedua Plano D1 PPK Manggala yang memenangkan Rahman Pina, cacat prosedural karena pleno ulang tersebut tidak mendapatkan rekomendasi dari Panwascam.

Sementara salah satu syarat dalam menggelar rapat pleno ulang jika terjadi masalah hanya bisa dilakukan bila ada rekomendasi yang dikeluarkan oleh Panwascam.

Prosedur ini tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7 tahun 2013 pada pasal 30 tentang Rekapitulasi Suara DPD, DPR RI, DPRD Sulsel, DPRD Kabupaten dan Kota.

"Kalau permasalahannya masuk di MK, maka tentu hukum formal legalistik yang dilihat. Walaupun bukti materil ada tapi prosedural itu lebih diatas levelnya. Biar faktanya benar apa yang disampaikan Rahman Pina sehingga pleno ulang dilakukan, tapi kalau proseduralnya salah tetap kalah karena tidak akui," tegasnya. Agus Setiawan

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024