Jakarta (ANTARA) - Mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto divonis 4 tahun 6 bulan penjara dalam kasus suap pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Kabupaten Muna tahun 2021–2022.
Tidak hanya pidana penjara, Hakim Ketua Eko Aryanto menyatakan Ardian juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp100 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.
"Ardian terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi suap yang dilakukan secara bersama-sama sebagai perbuatan berlanjut sebagaimana dalam dakwaan alternatif kesatu," kata Eko dalam sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu.
Dengan demikian, Ardian melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Selain pidana utama, Ardian juga dikenakan hukuman tambahan berupa pembayaran uang pengganti kerugian negara sebesar Rp2,97 miliar dikurangi dengan uang sejumlah Rp100 juta sebagaimana barang bukti nomor 1.668.
Barang bukti tersebut dinyatakan dirampas untuk negara sehingga sisa uang pengganti yang harus dibayarkan Ardian sebesar Rp2,87 miliar, dengan ketentuan apabila tidak dibayar paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa untuk dilelang guna menutupi uang pengganti tersebut.
"Jika terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana dengan pidana penjara selama dua tahun," jelas Hakim Ketua Eko Aryanto.
Dalam menjatuhkan vonis, majelis hakim mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan, yakni perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Pertimbangan memberatkan lainnya, yaitu Ardian selaku penyelenggara pejabat eselon I telah merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara tingkat pusat, yakni Kemendagri, serta telah menjadi terpidana dalam perkara sejenis yang sebelumnya.
Sedangkan beberapa hal yang meringankan vonis Ardian meliputi pertimbangan tanggungan keluarga, sikap sopan dan menghargai persidangan, serta perasaan menyesal dan pengakuan bersalah atas perbuatan yang dilakukan.
"Dengan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan, majelis hakim merasa hukuman yang diberikan kiranya sudah memenuhi rasa keadilan," ucap Hakim Eko menegaskan.
Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni tuntutan pidana penjara selama 5 tahun 4 bulan dan denda Rp250 juta subsider pidana kurungan selama enam bulan.
Kendati demikian, untuk hukuman pembayaran uang pengganti, vonis yang dijatuhkan sama dengan tuntutan jaksa, yakni Rp2,87 miliar subsider pidana penjara selama dua tahun.
Sebelumnya, pada 28 September 2022, Mochamad Ardian Noervianto telah divonis 6 tahun penjara dan denda Rp250 subsider 3 bulan penjara dalam perkara penerimaan suap untuk persetujuan dana pinjaman program PEN Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021.
Selain itu, Ardian juga dihukum membayar uang pengganti kepada negara sebesar 131 ribu dolar Singapura subsider pidana penjara selama satu tahun.
Tidak hanya pidana penjara, Hakim Ketua Eko Aryanto menyatakan Ardian juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp100 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.
"Ardian terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi suap yang dilakukan secara bersama-sama sebagai perbuatan berlanjut sebagaimana dalam dakwaan alternatif kesatu," kata Eko dalam sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu.
Dengan demikian, Ardian melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Selain pidana utama, Ardian juga dikenakan hukuman tambahan berupa pembayaran uang pengganti kerugian negara sebesar Rp2,97 miliar dikurangi dengan uang sejumlah Rp100 juta sebagaimana barang bukti nomor 1.668.
Barang bukti tersebut dinyatakan dirampas untuk negara sehingga sisa uang pengganti yang harus dibayarkan Ardian sebesar Rp2,87 miliar, dengan ketentuan apabila tidak dibayar paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa untuk dilelang guna menutupi uang pengganti tersebut.
"Jika terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana dengan pidana penjara selama dua tahun," jelas Hakim Ketua Eko Aryanto.
Dalam menjatuhkan vonis, majelis hakim mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan, yakni perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Pertimbangan memberatkan lainnya, yaitu Ardian selaku penyelenggara pejabat eselon I telah merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara tingkat pusat, yakni Kemendagri, serta telah menjadi terpidana dalam perkara sejenis yang sebelumnya.
Sedangkan beberapa hal yang meringankan vonis Ardian meliputi pertimbangan tanggungan keluarga, sikap sopan dan menghargai persidangan, serta perasaan menyesal dan pengakuan bersalah atas perbuatan yang dilakukan.
"Dengan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan, majelis hakim merasa hukuman yang diberikan kiranya sudah memenuhi rasa keadilan," ucap Hakim Eko menegaskan.
Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni tuntutan pidana penjara selama 5 tahun 4 bulan dan denda Rp250 juta subsider pidana kurungan selama enam bulan.
Kendati demikian, untuk hukuman pembayaran uang pengganti, vonis yang dijatuhkan sama dengan tuntutan jaksa, yakni Rp2,87 miliar subsider pidana penjara selama dua tahun.
Sebelumnya, pada 28 September 2022, Mochamad Ardian Noervianto telah divonis 6 tahun penjara dan denda Rp250 subsider 3 bulan penjara dalam perkara penerimaan suap untuk persetujuan dana pinjaman program PEN Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021.
Selain itu, Ardian juga dihukum membayar uang pengganti kepada negara sebesar 131 ribu dolar Singapura subsider pidana penjara selama satu tahun.