Jakarta (ANTARA) - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa empat saksi terkait penyidikan pembelian properti menggunakan uang hasil korupsi oleh tersangka kasus dugaan korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan Yofi Oktarisza (YO).
"Penyidik mendalami terkait proses pembelian tanah/bangunan oleh tersangka YO yang sumber dananya diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, keempat saksi yakni mahasiswa Agustina Farida (AF), pihak swasta Remi Irawan (RI), serta dua Pejabat Pembuat Akta Tanah Raden Sri Handono Priyo (RSHP) dan Nuning Indraeni (NI).
Namun, Tessa belum memberikan keterangan lebih lanjut soal apa saja temuan penyidik dalam pemeriksaan tersebut beserta nilai dan lokasi properti yang disidik tersebut.
Pada Kamis, 13 Juni 2024, KPK menahan satu tersangka baru dalam pengembangan kasus dugaan korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur menerangkan tersangka baru tersebut Yofi Oktarisza selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas 1 Jawa Bagian Tengah, yang saat ini telah berganti nama menjadi BTP Kelas 1 Semarang.
Asep menerangkan penetapan tersangka dan penahanan terhadap Yofi adalah hasil pengembangan dari perkara yang sama yang menjerat pengusaha Dion Renato Sugiarto (DRS) yang memberi suap kepada PPK BTP Semarang Bernard Hasibuan (BH) dan Putu Sumarjaya (PS).
Perkara dugaan korupsi terhadap ketiganya kini sedang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Semarang.
Dion Renato diketahui sebagai salah satu rekanan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kementerian Perhubungan, yang memiliki beberapa perusahaan antara lain PT. Istana Putra Agung (IPA), PT. PP Prawiramas Puriprima (PP), dan PT. Rinego Ria Raya (RRR).
Perusahaan-perusahaan tersebut digunakan untuk mengikuti lelang dan mengerjakan paket-paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Direktorat Prasarana Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan termasuk di Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Jawa Bagian Tengah.
"Saudara DRS mendapatkan bantuan dari PPK, termasuk tersangka YO untuk bisa mendapatkan paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa," kata Asep.
Penyidik KPK kemudian menemukan data bahwa paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa yang dikerjakan oleh Dion saat Yofi menjabat sebagai PPK antara lain:
1. Pembangunan Jembatan BH.1458 antara Notog - Kebasen (Multiyears 2016-2018) Paket PK.16.07 (MYC) (tahun 2016 s.d. 2018) dengan nilai paket Rp128,5 milyar (Rp128.594.206.000) menggunakan PT. IPA.
2. Pembangunan Perlintasan Tidak Sebidang (Underpass) di Jalan Jenderal Sudirman Purwokerto (Km.350+650) antara Purwokerto-Notog tahun 2018 dengan nilai paket Rp49,9 milyar (Rp49.916.296.000) menggunakan PT. PP.
3. Penyambungan Jalur KA/Switchover BH.1549 antara Kesugihan - Maos Koridor Banjar - Kroya Lintas Bogor – Yogyakarta tahun 2018 dengan nilai paket Rp12,4 milyar (Rp12.461.215.900) menggunakan PT. PP.
4) Peningkatan Jalur KA Km. 356+800 - Km. 367+200 sepanjang 10.400 M'sp antara Banjar - Kroya (2019-2021) dengan nilai paket Rp37 milyar (Rp37.195.416.000) menggunakan PT. PP.
Asep menerangkan para tersangka dalam perkara ini juga melakukan pengaturan sehingga hanya rekanan tertentu yang bisa menjadi pemenang lelang atau pelaksana paket pekerjaan.
Diketahui bentuk pengaturan tersebut antara lain PPK akan memberikan harga perkiraan sendiri (HPS) kepada masing-masing rekanan dan memberikan arahan-arahan khusus seperti metode pekerjaan, alat dan dukungan terkait pekerjaan tersebut yang akan membuat rekanan tersebut menang.
PPK juga diketahui memberikan arahan kepada rekanan agar saling memberikan dukungan satu sama lain misalnya dengan ikut sebagai perusahaan pendamping dan tidak saling bersaing karena sudah diberikan jatah masing-masing.
"Tersangka YO juga menambahkan syarat khusus pada saat lelang yang hanya dapat dipenuhi oleh calon yang akan dimenangkan," kata Asep.
Atas bantuan tersebut, PPK termasuk Yofi, akan menerima biaya dari rekanan yang dimenangkan dengan besaran 10 persen sampai 20 persen dari nilai paket pekerjaan yang diperuntukkan.
Selain memberikan biaya untuk mendapatkan paket pekerjaan, rekanan juga memberikan biaya agar proses pelaksanaan pekerjaan berjalan dengan lancar termasuk pencairan termin sehingga pemberian biaya juga tetap dilakukan kepada PPK pengganti yang menggantikan PPK awal mulai saat lelang paket pekerjaan tersebut.
Atas perbuatannya, tersangka Yofi Oktarisza disangkakan Pasal 12 huruf a atau huruf b dan/atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
"Penyidik mendalami terkait proses pembelian tanah/bangunan oleh tersangka YO yang sumber dananya diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, keempat saksi yakni mahasiswa Agustina Farida (AF), pihak swasta Remi Irawan (RI), serta dua Pejabat Pembuat Akta Tanah Raden Sri Handono Priyo (RSHP) dan Nuning Indraeni (NI).
Namun, Tessa belum memberikan keterangan lebih lanjut soal apa saja temuan penyidik dalam pemeriksaan tersebut beserta nilai dan lokasi properti yang disidik tersebut.
Pada Kamis, 13 Juni 2024, KPK menahan satu tersangka baru dalam pengembangan kasus dugaan korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur menerangkan tersangka baru tersebut Yofi Oktarisza selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas 1 Jawa Bagian Tengah, yang saat ini telah berganti nama menjadi BTP Kelas 1 Semarang.
Asep menerangkan penetapan tersangka dan penahanan terhadap Yofi adalah hasil pengembangan dari perkara yang sama yang menjerat pengusaha Dion Renato Sugiarto (DRS) yang memberi suap kepada PPK BTP Semarang Bernard Hasibuan (BH) dan Putu Sumarjaya (PS).
Perkara dugaan korupsi terhadap ketiganya kini sedang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Semarang.
Dion Renato diketahui sebagai salah satu rekanan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kementerian Perhubungan, yang memiliki beberapa perusahaan antara lain PT. Istana Putra Agung (IPA), PT. PP Prawiramas Puriprima (PP), dan PT. Rinego Ria Raya (RRR).
Perusahaan-perusahaan tersebut digunakan untuk mengikuti lelang dan mengerjakan paket-paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Direktorat Prasarana Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan termasuk di Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Jawa Bagian Tengah.
"Saudara DRS mendapatkan bantuan dari PPK, termasuk tersangka YO untuk bisa mendapatkan paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa," kata Asep.
Penyidik KPK kemudian menemukan data bahwa paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa yang dikerjakan oleh Dion saat Yofi menjabat sebagai PPK antara lain:
1. Pembangunan Jembatan BH.1458 antara Notog - Kebasen (Multiyears 2016-2018) Paket PK.16.07 (MYC) (tahun 2016 s.d. 2018) dengan nilai paket Rp128,5 milyar (Rp128.594.206.000) menggunakan PT. IPA.
2. Pembangunan Perlintasan Tidak Sebidang (Underpass) di Jalan Jenderal Sudirman Purwokerto (Km.350+650) antara Purwokerto-Notog tahun 2018 dengan nilai paket Rp49,9 milyar (Rp49.916.296.000) menggunakan PT. PP.
3. Penyambungan Jalur KA/Switchover BH.1549 antara Kesugihan - Maos Koridor Banjar - Kroya Lintas Bogor – Yogyakarta tahun 2018 dengan nilai paket Rp12,4 milyar (Rp12.461.215.900) menggunakan PT. PP.
4) Peningkatan Jalur KA Km. 356+800 - Km. 367+200 sepanjang 10.400 M'sp antara Banjar - Kroya (2019-2021) dengan nilai paket Rp37 milyar (Rp37.195.416.000) menggunakan PT. PP.
Asep menerangkan para tersangka dalam perkara ini juga melakukan pengaturan sehingga hanya rekanan tertentu yang bisa menjadi pemenang lelang atau pelaksana paket pekerjaan.
Diketahui bentuk pengaturan tersebut antara lain PPK akan memberikan harga perkiraan sendiri (HPS) kepada masing-masing rekanan dan memberikan arahan-arahan khusus seperti metode pekerjaan, alat dan dukungan terkait pekerjaan tersebut yang akan membuat rekanan tersebut menang.
PPK juga diketahui memberikan arahan kepada rekanan agar saling memberikan dukungan satu sama lain misalnya dengan ikut sebagai perusahaan pendamping dan tidak saling bersaing karena sudah diberikan jatah masing-masing.
"Tersangka YO juga menambahkan syarat khusus pada saat lelang yang hanya dapat dipenuhi oleh calon yang akan dimenangkan," kata Asep.
Atas bantuan tersebut, PPK termasuk Yofi, akan menerima biaya dari rekanan yang dimenangkan dengan besaran 10 persen sampai 20 persen dari nilai paket pekerjaan yang diperuntukkan.
Selain memberikan biaya untuk mendapatkan paket pekerjaan, rekanan juga memberikan biaya agar proses pelaksanaan pekerjaan berjalan dengan lancar termasuk pencairan termin sehingga pemberian biaya juga tetap dilakukan kepada PPK pengganti yang menggantikan PPK awal mulai saat lelang paket pekerjaan tersebut.
Atas perbuatannya, tersangka Yofi Oktarisza disangkakan Pasal 12 huruf a atau huruf b dan/atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.