Makassar (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan akhirnya menyatakan banding usai Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Kelas IA Makassar menjatuhkan vonis ringan terhadap enam terdakwa, atas kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek Strategis Nasional Bendungan Pasellorang tahun anggaran 2021 di Kabupaten Wajo.
"Penuntut Umum Kejati Sulsel menyatakan keberatan, selanjutnya berdasarkan ketentuan pasal 67 KUHAP, Penuntut Umum meminta dilakukan pemeriksaan banding," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel Soetarmi di Makassar, Kamis.
Berdasarkan amar putusan Majelis Hakim PN Tipikor Makassar, untuk terdakwa Andi Akhyar Anwar selaku Ketua Satgas B BPN Kabupaten Wajo divonis pidana penjara tiga tahun ditambah pidana denda Rp50 juta subsider lima bulan penjara dan dibebankan biaya perkara Rp5.000.
Padahal, JPU menuntut yang bersangkutan pidana penjara selama 16 tahun dikurangkan selama terdakwa ditahan dengan perintah tetap ditahan. Selain itu, hukuman denda senilai Rp500 juta dan apabila tidak dibayarkan diganti pidana kurungan 10 bulan. Menuntut pidana tambahan membayar uang pengganti Rp9,7 miliar lebih.
Selanjutnya, terdakwa Jumadi Kadere selaku Kepala Desa Arajang dan Andi Jusman selaku Kepala Desa Pasellorang masing-masing dijatuhkan vonis pidana penjara dua tahun, ditambah pidana denda Rp50 juta, subsider satu bulan penjara dan membayar biaya perkara Rp5.000.
JPU sebelumnya menuntut keduanya pidana penjara 10 tahun dikurangkan selama ditahan dengan perintah tetap ditahan, serta hukuman denda senilai Rp300 juta, dengan ketentuan bila tidak dibayarkan diganti kurungan tiga bulan. Menuntut terdakwa Jumadi Kadare uang pengganti sebesar Rp2,9 miliar lebih serta Andi Jusman uang pengganti Rp2,6 miliar lebih.
Sedangkan terdakwa Ansar, Nursiding dan Nundu selaku anggota Satgas B dari perwakilan masyarakat divonis pidana penjara selama dua tahun ditambah pidana denda Rp50 juta, subsider satu bulan penjara dan dibebankan biaya perkara Rp5.000.
JPU sebelumnya menuntut ketiga terdakwa dihukum pidana penjara enam tahun di kurangkan selama di tahan dengan perintah tetap ditahan. Kedua terdakwa juga dituntut hukuman denda Rp300 juta, dan apabila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan enam bulan.
Untuk Ansar dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp1,8 miliar lebih dan Nursidin dituntut membayar uang pengganti senilai Rp1,4 miliar lebih serta Nundu dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp3,4 miliar lebih.
Tersangka tindak pidana korupsi pembayaran ganti rugi lahan untuk Proyek Strategis Nasional Pembangunan Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo tahun 2021 digiring petugas untuk dilakukan penahanan usai diperiksa di Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Makassar pada 26 Oktober 2023. ANTARA/Darwin Fatir.
Kronologi modus praktik ganti rugi tanah negara
Soetarmi mengungkapkan, kasus mafia tanah ini telah menyita perhatian publik. Awal persekongkolan jahat ini bermula ketika Kawasan hutan yang dikeluarkan untuk kepentingan lahan genangan bendungan Paselloreng. Padahal diketahui, lahan yang dibebaskan tersebut merupakan milik negara.
Terdakwa Andi Akhayar kala itu menjabat Satgas B BPN wajo memerintahkan honorer BPN setempat membuat Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah atau Sporadik sebanyak 246 bidang tanah secara bersamaan pada 15 April 2021.
Selanjutnya, Sporadik maupun surat perjanjian itu diserahkan kepada terdakwa Andi Jusman dan Jumadi Kadere saat itu menjabat kepada desa setempat untuk ditanda tangani seolah-olah masyarakat telah menguasai tanah tersebut.
Padahal, diketahui tanah tersebut adalah Kawasan hutan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor: 760/Kpts/Um/10/1982 tanggal 12 Oktober 1982 tentang Penunjukan Areal Hutan di Provinsi Dati I Sulsel yang berada di dua Desa yakni Desa Arajang dan Desa Paselloreng, Kecamatan Gilireng, Kabupaten Wajo.
Di dalamnya mencakup Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Laparape-Lapatungo, belakangan kemudian bidang-bidang tanah tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat untuk dilakukan pembayaran ganti kerugian oleh Satuan Tugas B.
Para terdakwa melakukan perbuatan melawan hukum dengan merubah peta penetapan lokasi yang dikeluarkan Gubernur Sulawesi Selatan nomor: 990/IV/Tahun 2021 tanggal 31 April 2021. Memerintahkan melakukan pengukuran, sebelum disahkannya Tata Batas Kawasan Hutan Laparape-Lapatungo oleh Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
Dan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia nomor: SK.362/MENLHK/SETJEN/ PLA.0/5/2019 tanggal 28 Mei 2019 tentang Perubahan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan.
Akibat perbuatan para terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp75,6 miliar lebih, berdasarkan laporan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembayaran ganti rugi lahan untuk Proyek Strategis Nasional Pembangunan Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo tahun 2021.
"Penuntut Umum Kejati Sulsel menyatakan keberatan, selanjutnya berdasarkan ketentuan pasal 67 KUHAP, Penuntut Umum meminta dilakukan pemeriksaan banding," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel Soetarmi di Makassar, Kamis.
Berdasarkan amar putusan Majelis Hakim PN Tipikor Makassar, untuk terdakwa Andi Akhyar Anwar selaku Ketua Satgas B BPN Kabupaten Wajo divonis pidana penjara tiga tahun ditambah pidana denda Rp50 juta subsider lima bulan penjara dan dibebankan biaya perkara Rp5.000.
Padahal, JPU menuntut yang bersangkutan pidana penjara selama 16 tahun dikurangkan selama terdakwa ditahan dengan perintah tetap ditahan. Selain itu, hukuman denda senilai Rp500 juta dan apabila tidak dibayarkan diganti pidana kurungan 10 bulan. Menuntut pidana tambahan membayar uang pengganti Rp9,7 miliar lebih.
Selanjutnya, terdakwa Jumadi Kadere selaku Kepala Desa Arajang dan Andi Jusman selaku Kepala Desa Pasellorang masing-masing dijatuhkan vonis pidana penjara dua tahun, ditambah pidana denda Rp50 juta, subsider satu bulan penjara dan membayar biaya perkara Rp5.000.
JPU sebelumnya menuntut keduanya pidana penjara 10 tahun dikurangkan selama ditahan dengan perintah tetap ditahan, serta hukuman denda senilai Rp300 juta, dengan ketentuan bila tidak dibayarkan diganti kurungan tiga bulan. Menuntut terdakwa Jumadi Kadare uang pengganti sebesar Rp2,9 miliar lebih serta Andi Jusman uang pengganti Rp2,6 miliar lebih.
Sedangkan terdakwa Ansar, Nursiding dan Nundu selaku anggota Satgas B dari perwakilan masyarakat divonis pidana penjara selama dua tahun ditambah pidana denda Rp50 juta, subsider satu bulan penjara dan dibebankan biaya perkara Rp5.000.
JPU sebelumnya menuntut ketiga terdakwa dihukum pidana penjara enam tahun di kurangkan selama di tahan dengan perintah tetap ditahan. Kedua terdakwa juga dituntut hukuman denda Rp300 juta, dan apabila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan enam bulan.
Untuk Ansar dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp1,8 miliar lebih dan Nursidin dituntut membayar uang pengganti senilai Rp1,4 miliar lebih serta Nundu dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp3,4 miliar lebih.
Kronologi modus praktik ganti rugi tanah negara
Soetarmi mengungkapkan, kasus mafia tanah ini telah menyita perhatian publik. Awal persekongkolan jahat ini bermula ketika Kawasan hutan yang dikeluarkan untuk kepentingan lahan genangan bendungan Paselloreng. Padahal diketahui, lahan yang dibebaskan tersebut merupakan milik negara.
Terdakwa Andi Akhayar kala itu menjabat Satgas B BPN wajo memerintahkan honorer BPN setempat membuat Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah atau Sporadik sebanyak 246 bidang tanah secara bersamaan pada 15 April 2021.
Selanjutnya, Sporadik maupun surat perjanjian itu diserahkan kepada terdakwa Andi Jusman dan Jumadi Kadere saat itu menjabat kepada desa setempat untuk ditanda tangani seolah-olah masyarakat telah menguasai tanah tersebut.
Padahal, diketahui tanah tersebut adalah Kawasan hutan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor: 760/Kpts/Um/10/1982 tanggal 12 Oktober 1982 tentang Penunjukan Areal Hutan di Provinsi Dati I Sulsel yang berada di dua Desa yakni Desa Arajang dan Desa Paselloreng, Kecamatan Gilireng, Kabupaten Wajo.
Di dalamnya mencakup Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Laparape-Lapatungo, belakangan kemudian bidang-bidang tanah tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat untuk dilakukan pembayaran ganti kerugian oleh Satuan Tugas B.
Para terdakwa melakukan perbuatan melawan hukum dengan merubah peta penetapan lokasi yang dikeluarkan Gubernur Sulawesi Selatan nomor: 990/IV/Tahun 2021 tanggal 31 April 2021. Memerintahkan melakukan pengukuran, sebelum disahkannya Tata Batas Kawasan Hutan Laparape-Lapatungo oleh Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
Dan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia nomor: SK.362/MENLHK/SETJEN/ PLA.0/5/2019 tanggal 28 Mei 2019 tentang Perubahan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan.
Akibat perbuatan para terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp75,6 miliar lebih, berdasarkan laporan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembayaran ganti rugi lahan untuk Proyek Strategis Nasional Pembangunan Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo tahun 2021.