Badung (ANTARA) - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan bahwa Mesir memberikan tawaran kepada perusahaan Indonesia untuk melakukan investasi pusat data di negara tersebut.
"Jadi, kami berharap ada kerja sama di sektor ICT, termasuk ada permintaan, tawaran dari Pemerintah Mesir untuk perusahaan Indonesia bisa investasi data center di Mesir," kata Menkominfo Budi Arie di sela-sela rangkaian Forum Indonesia-Afrika (IAF) ke-2 di Badung, Bali, Senin.
Dia mengatakan bahwa selain tawaran investasi pusat data di Mesir, Indonesia juga mendapat tawaran dari negara itu untuk berkolaborasi dalam meningkatkan kemajuan sektor digital masing-masing negara.
Budi Arie menilai tawaran kerja sama tersebut sangat penting mengingat bahwa Mesir merupakan negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia pada 1945.
"Mesir ini negara yang pertama kali mengakui Indonesia merdeka. Jadi, (kerja sama) ini sangat penting," katanya.
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Teknologi Informasi Mesir Amr Talaat mengatakan dirinya juga sepakat untuk memperluas kerja sama bidang informasi, komunikasi dan teknologi antara kedua negara mengingat hubungan yang sangat erat antara Indonesia dan Mesir.
Mesir, kata dia, telah memulai perjalanan yang sangat ambisius dalam mewujudkan digitalisasi dan menciptakan masyarakat digital.
"Apa yang telah berhasil kami wujudkan sejauh ini dapat diperluas ke sektor teknologi, informasi dan komunikasi (TIK) di Indonesia," kata dia.
Pengembangan kapasitas
Selain kerja sama TIK, Mesir juga menawarkan kerja sama dalam pengembangan kapasitas.
Talaat mengatakan bahwa saat ini negaranya telah melatih sekitar 500 ribu siswa setiap tahun di berbagai spesialisasi TIK.
"Kami siap untuk mengundang beberapa pemuda Indonesia untuk datang dan mendapatkan manfaat dari program pelatihan yang dilaksanakan di Mesir," katanya.
Lebih lanjut, Talaat juga menawarkan kerja sama bidang kabel bawah laut, di mana kedua negara telah memulai sebuah konsorsium kabel bawah laut untuk menyediakan layanan konektivitas ke Indonesia yang mengalir melalui perairan Mesir dan daratan di dalam negeri tersebut.
"Kami siap memperluas kerja sama ini dan memasang lebih banyak kabel bawah laut untuk memberikan konektivitas dan ketahanan lebih tangguh bagi masyarakat Indonesia," tambahnya.
Sementara itu, sebagai perwakilan delegasi Mesir untuk Forum Indonesia-Afrika kedua yang digelar di Badung, Bali, Talaat menyampaikan apresiasi Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi kepada Pemerintah Indonesia atas undangan mengikuti acara tersebut.
Dalam pesannya kepada Pemerintah Indonesia, Presiden Mesir menekankan pentingnya kemitraan strategis dan hubungan historis antara kedua negara yang diharapkan dapat diperkuat dan diperluas lebih jauh.
Dengan mengambil tema "Bandung Spirit for Africa's Agenda 2063", Indonesia ingin menjadikan Spirit Bandung yang dihasilkan dari Konferensi Asia Afrika 1955 sebagai fondasi untuk melanjutkan pembangunan kerja sama antara Indonesia dengan negara-negara Afrika di masa mendatang.
Beberapa kerja sama yang akan diprioritaskan dalam forum tersebut antara lain kerja sama dalam transformasi ekonomi, energi, pertambangan, ketahanan pangan, kesehatan, dan pembangunan.
Hasil konkret yang diharapkan dapat dicapai antara lain perjanjian antara pemerintah atau G-to-G, kesepakatan bisnis G-to-B maupun B-to-B, dan Grand Design pembangunan Indonesia dengan Afrika, termasuk dengan negara-negara ketiga melalui triangular cooperation, dengan target kesepakatan bisnis hingga 3,5 miliar dolar AS (sekitar Rp54,69 triliun).
"Jadi, kami berharap ada kerja sama di sektor ICT, termasuk ada permintaan, tawaran dari Pemerintah Mesir untuk perusahaan Indonesia bisa investasi data center di Mesir," kata Menkominfo Budi Arie di sela-sela rangkaian Forum Indonesia-Afrika (IAF) ke-2 di Badung, Bali, Senin.
Dia mengatakan bahwa selain tawaran investasi pusat data di Mesir, Indonesia juga mendapat tawaran dari negara itu untuk berkolaborasi dalam meningkatkan kemajuan sektor digital masing-masing negara.
Budi Arie menilai tawaran kerja sama tersebut sangat penting mengingat bahwa Mesir merupakan negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia pada 1945.
"Mesir ini negara yang pertama kali mengakui Indonesia merdeka. Jadi, (kerja sama) ini sangat penting," katanya.
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Teknologi Informasi Mesir Amr Talaat mengatakan dirinya juga sepakat untuk memperluas kerja sama bidang informasi, komunikasi dan teknologi antara kedua negara mengingat hubungan yang sangat erat antara Indonesia dan Mesir.
Mesir, kata dia, telah memulai perjalanan yang sangat ambisius dalam mewujudkan digitalisasi dan menciptakan masyarakat digital.
"Apa yang telah berhasil kami wujudkan sejauh ini dapat diperluas ke sektor teknologi, informasi dan komunikasi (TIK) di Indonesia," kata dia.
Pengembangan kapasitas
Selain kerja sama TIK, Mesir juga menawarkan kerja sama dalam pengembangan kapasitas.
Talaat mengatakan bahwa saat ini negaranya telah melatih sekitar 500 ribu siswa setiap tahun di berbagai spesialisasi TIK.
"Kami siap untuk mengundang beberapa pemuda Indonesia untuk datang dan mendapatkan manfaat dari program pelatihan yang dilaksanakan di Mesir," katanya.
Lebih lanjut, Talaat juga menawarkan kerja sama bidang kabel bawah laut, di mana kedua negara telah memulai sebuah konsorsium kabel bawah laut untuk menyediakan layanan konektivitas ke Indonesia yang mengalir melalui perairan Mesir dan daratan di dalam negeri tersebut.
"Kami siap memperluas kerja sama ini dan memasang lebih banyak kabel bawah laut untuk memberikan konektivitas dan ketahanan lebih tangguh bagi masyarakat Indonesia," tambahnya.
Sementara itu, sebagai perwakilan delegasi Mesir untuk Forum Indonesia-Afrika kedua yang digelar di Badung, Bali, Talaat menyampaikan apresiasi Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi kepada Pemerintah Indonesia atas undangan mengikuti acara tersebut.
Dalam pesannya kepada Pemerintah Indonesia, Presiden Mesir menekankan pentingnya kemitraan strategis dan hubungan historis antara kedua negara yang diharapkan dapat diperkuat dan diperluas lebih jauh.
Dengan mengambil tema "Bandung Spirit for Africa's Agenda 2063", Indonesia ingin menjadikan Spirit Bandung yang dihasilkan dari Konferensi Asia Afrika 1955 sebagai fondasi untuk melanjutkan pembangunan kerja sama antara Indonesia dengan negara-negara Afrika di masa mendatang.
Beberapa kerja sama yang akan diprioritaskan dalam forum tersebut antara lain kerja sama dalam transformasi ekonomi, energi, pertambangan, ketahanan pangan, kesehatan, dan pembangunan.
Hasil konkret yang diharapkan dapat dicapai antara lain perjanjian antara pemerintah atau G-to-G, kesepakatan bisnis G-to-B maupun B-to-B, dan Grand Design pembangunan Indonesia dengan Afrika, termasuk dengan negara-negara ketiga melalui triangular cooperation, dengan target kesepakatan bisnis hingga 3,5 miliar dolar AS (sekitar Rp54,69 triliun).