Di negara tetangga Malaysia, nama Dr Rais Yatim sudah tidak asing lagi. Politisi senior ini sudah hampir 40 tahun mengabdi dan malang melintang di kancah dunia perpolitikan Malaysia.

Dilahirkan di Jelebu, Negeri Sembilan, 15 April 1942, ia menjabat sebagai Menteri Penerangan, Komunikasi dan Kebudayaan Malaysia hingga akhir 2013, setelah sebelumnya menjabat Menteri Luar Negeri.

Politisi berdarah Minangkabau kental ini memulai karir politiknya sebagai Sekretaris Parlemen, lalu sebagai Wakil Menteri, seterusnya Menteri di Kantor Perdana Menteri. Pernah menjabat sebagai Menteri Besar (setingkat Gubernur di Indonesia) di tanah kelahirannya di Provinsi Negeri Sembilan.

Kemudian dua kali sebagai Menteri  Luar Negeri, dan dua kali pula sebagai Menteri Penerangan. Selain itu juga pernah menyandang posisi sebagai Menteri Undang-Undang (Menteri Hukum).

Di bawah pemerintahan PM Najib Razak sekarang, Tan Sri Dr Rais Yatim masih lagi dipercaya memegang posisi sebagai Penasihat Kerajaan Malaysia dalam Bidang Sosio-Budaya dengan status setingkat Menteri, di samping sebagai Presiden di Universitas Islam Internasional Malaysia.

Memasuki usia ke-73 tahun tidak sedikitpun terlihat ada keletihan dalam diri Rais Yatim menghadapi tugas-tugas harian yang begitu padat, bepergian jauh ke luar negeri, bermain bulu tangkis secara rutin setiap hari Minggu tetap mampu dilakukannya.

Sebagai seorang penulis yang produktif hingga kini Rais masih tetap sempat menggoreskan buah pikirannya pada setiap awal pagi untuk dibukukan atau keluar dalam bentuk artikel yang dipublikasikan di media massa Malaysia.

Cara berjalannya pun cepat, semangatnya, daya ingat dan ketajaman pikirannya masih terpelihara dengan sangat baik. Jadi tidak mengherankan kalau hingga kini PM Najib Razak masih memerlukan pengabdian personaliti energik ini.

Di kancah perpolitikan Malaysia, orang ini bisa diibaratkan seperti kamus politik berjalan, karena Rais mengenal dan dikenal banyak tokoh. Dia memahami sejarah dan berpengalaman mengabdi di bawah pemerintahan lima orang Perdana Menteri Malaysia, sebuah keistimewaan yang memang jarang dimiliki oleh orang lain.

Dalam konteks hubungan serumpun Malaysia-Indonesia, komitmen dan kepedulian Rais Yatim tidak perlu diragukan lagi. Dia, barangkali sedikit dari para pemimpin Melayu Malaysia yang sangat peduli dan sangat memahami betapa pentingnya mempertahankan hubungan baik dengan Indonesia.

Di berbagai kesempatan, sering disampaikannya bahwa; hubungan Indonesia dan Malaysia adalah sangat istimewa, sesungguhnya bahasa, budaya dan agama lah yang sebenarnya menyatukan kita, bukan pandangan politik atau teori-teori kemanusiaan lain-lainnya itu, begitu keyakinannya.

Pandangan Tan Sri Dr Rais Yatim ini sejalan dengan pemikiran Mantan Perdana Menteri Malaysia Tun Dr Mahathir Mohamad yang terkenal dengan konsep "prosper thy neighbor" dalam bukunya "A New Deal For Asia" yakni:  sikap saling membantu antara satu sama lain untuk kemakmuran bersama, yang dulu ditulisnya setelah kawasan Asia diterjang krisis ekonomi pada tahun 1997 karena ulah para spekulan mata uang asing.

Menurut Mahathir, berdasarkan pengalamannya selama menjadi Perdana Menteri Malaysia; setiap Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) akan membuat keputusan penting, maka negara-negara sahabat sering akan melihat dulu reaksi Indonesia dan Malaysia.

Biasanya kalau Indonesia dan Malaysia sudah setuju maka yang lainnya akan ikut setuju. Artinya Indonesia dan Malaysia adalah pemimpin di kawasan ini, kalau kita (Indonesia dan Malaysia -Red) berkonflik maka yang akan rugi itu tentunya kita sendiri, nanti akan ada orang yang akan mengambil posisi kita, dan pada ketika itu kita akan jadi pengikut, orang lain mungkin ada yang suka kalau hal ini terjadi. Demikian pesan-pesan Bapak Pembangunan Malaysia moderen itu.

    
                         Lahirnya YIRMI
Pada 7 Maret 2013, sebuah acara besar "Konser Nusantara" digelar di Panggung Sari, Gedung Istana Budaya Kuala Lumpur, menandakan lahirnya sebuah badan sosial yang dinamakan Yayasan Ikatan Rakyat Malaysia Indonesia (YIRMI).

Acara penuh gemerlap ini dimeriahkan dengan kehadiran para penyanyi kedua negara seperti Siti Nurhaliza, Hafiz dan kawan-kawan dari Malaysia, serta Rossa, Endang S Taurina dan Elly Kasim dari Indonesia.

Didukung oleh gabungan sejumlah besar para penari kedua negara, disaksikan oleh sejumlah tokoh termasuk tokoh budayawan, wartawan, penulis dari Malaysia dan beberapa orang tokoh yang diundang khusus datang dari Indonesia.

Tidak ketingalan juga kehadiran hampir seluruh perwakilan paguyuban masyarakat Indonesia yang berdomisili di Malaysia, mereka datang berbondong-bondong dengan bus-bus carteran. Peresmian YIRMI ini kala itu dilakukan sendiri oleh Rais Yatim sebagai Menteri Penerangan, Komunikasi dan Kebudayaan Malaysia bersama dengan Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Herman Prayitno.

Yayasan Ikatan Rakyat Malaysia Indonesia sebagai organisasi baru hanya beranggotakan beberapa orang tokoh wartawan, budayawan dari kedua negara. Selain Rais Yatim sebagai inisiator sekaligus pendiri, juga menempatkan Dubes Indonesia untuk Malaysia dan Dubes Malaysia untuk Indonesia sebagai penasihat.

Semenjak itu, perlahan tapi pasti Yayasan Ikatan Rakyat Malaysia Indonesia (YIRMI) mulai satu persatu melakukan kegiatan sesuai program dan agendanya, yakni memelihara keharmonisan hubungan antar masyarakat Indonesia-Malaysia melalui jalur sosial budaya.

Mendahului kelahiran YIRMI, sebelumnya sudah ada ISWAMI (Ikatan Setia Kawan Wartawan Malaysia Indonesia). ISWAMI dilahirkan pada tahun 2008, namun gerak programnya mulai terlihat nyata setelah acara SEMI'09 (Seminar Ekonomi Malaysia Indonesia 2009) di KLCC. Sejumlah 14 orang tokoh media utama Indonesia (TV, Koran/Majalah dan media Online) hadir pada acara itu, mereka bergabung dengan tokoh-tokoh pers Malaysia.

Seiring perjalanan waktu, ISWAMI kemudian bergabung dibawah naungan YIRMI yang kemudian diikuti oleh beberapa organisasi/LSM lainnya seperti: Gapena (Gabungan Penulis Nasional Malaysia), Permai (Perhimpunan Masyarakat Indonesia di Malaysia), Persatuan Halak Mandailing Malaysia, PIKMM (Pertubuhan Ikatan Kebajikan Masyarakat Minang Malaysia, serta beberapa peguyuban berdasarkan etnik lainnya berasal dari Indonesia yang hingga kini terus bertambah.

Semenjak berdiri hingga sekarang YIRMI telah melakukan banyak kegiatan termasuk mendukung program-program ISWAMI melalui kegiatan pertukaran wartawan Malaysia Indonesia yang diadakan setiap tahun, serta terlibat dalam acara-acara kewartawanan di kedua negara.

YIRMI juga turut aktif memfasilitasi kehadiran tokoh-tokoh budayawan, wartawan, akademisi, penulis dan lain-lain  pada acara-acara tertentu baik di Malaysia maupun di Indonesia. Mengadakan kuliah umum sepeti di Universitas Indonesia dan di Universitas Islam Internasional Malaysia, seminar kebudayaan di beberapa Universitas lainnya.

Di bidang sosial kemasyarakatan, YIRMI juga terlibat memberikan bantuan moril dan materil untuk meringankan beban masyarakat akibat bencana alam seperti gempa dan banjir di Indonesia.

Saat ini YIRMI semakin mengembangkan program-programnya, membangun jaringan dan kerjasama dengan beberapa Perguruan Tinggi/Kalangan Akademis  kedua negara, termasuk dengan organisasi-organisasi para pemimpin mahasiswa seperti BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) di Indonesia,  Persatuan Pelajar Indonesia Malaysia (PPIM) di Malaysia, serta dengan organisasi mahasiswa lokal Malaysia sendiri.

    
               Hubungan Indonesia-Malaysia
Hubungan Malaysia Indonesia telah mengalami pasang surut. Bangsa yang berasal dari rumpun budaya yang sama ini terpisah akibat ulah penjajah dari Eropa yang membagi kawasan ini untuk kepentingan mereka.

Inggris menjajah Malaysia dan Belanda menjajah Indonesia. Penjajahan yang begitu lama, dijajah oleh bangsa yang berbeda, letak dan kondisi geografis yang berbeda, proses kemerdekaan masing-masing yang berbeda, akhirnya juga telah menciptakan pola pikir dan cara pendekatan berbeda dalam kehidupan.

Ditambah lagi dimasa lalu sang penjajah membawa masuk orang-orang dari ras lain seperti Tiongkok dan India ke kawasan ini, hingga semakin mewarnai kehidupan berbudaya masyarakat Melayu yang sebelumnya homogen menjadi heterogen.

Setelah penjajahan fisik di kawasan ini usai, Indonesia memproklamasikan kemerdekaan tahun 1945 melalui perjuangan, Malaysia merdeka melalui perundingan pada tahun 1957, lalu keduanya menjadi negara-negara berdaulat.

Jika dikaji lebih dalam, maka benar sekali apa yang dikatakan oleh Dr Rais Yatim bahwa sesungguhnya kesamaan bahasa, budaya dan agama lah yang sebenarnya menyatukan Indonesia-Malaysia, bukan teori-teori lain.

Indonesia dikenal sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia. Di Malaysia pula mayoritas penduduknya adalah Islam, lebih jauh berdasarkan undang-undang kenegaraan: Malaysia adalah negara Islam. Dalam kaitannya, kita percaya apa yang disampaikan oleh Tun Dr Mahathir Mohamad berdasarkan pengalamannya dulu, bahwa Indonesia dan Malaysia adalah barometer kestabilan dan keamanan ASEAN.  

Sejauh ini, keberadaan organisasi ASEAN dirasa sangat bermanfaat dalam menciptakan kestabilan dan keamanan kawasan ini. Lalu, apabila Indonesia dan Malaysia lemah atau terlibat konflik serius maka ASEAN  akan ikut lemah dan goyah.

Dengan demikian untuk mempertahankan kestabilan dan keamanan di kawasan ini, kedua negara serumpun Indonesia dan Malaysia harus tetap stabil dan kuat. Kedua negara harus tetap membina dan mempertahankan hubungan sambil mencari format-format baru sesuai perkembangan zaman.

Konsep pendekatan "prosper thy neighbor" (sikap saling membantu antara satu sama lain untuk kemakmuran bersama) yang dilontarkan Mahathir Mohamad dulu perlu dilakukan dengan serius, termasuk tentunya dengan negara-negara tetangga lainnya.

Masalahnya, format-format seperti apa yang sesuai dikembangkan untuk membangun kebersamaan di era yang serba canggih dan modern ini? Maka jawaban yang dirasa tepat adalah  dengan meningkatkan kerja sama dan persepahaman melalui aspek-aspek sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Tan Sri Dr Rais Yatim itu:
"sesungguhnya bahasa, budaya, dan agama lah yang menyatukan kita. Maka seyogianya ketiga aspek inilah yang harus diperkuat sebagai dasar untuk berkembang secara bersama..!".

Rais Yatim semenjak menjabat Menteri Luar Negeri hingga kini juga telah mencanangkan dan tetap menyuarakan  bahwa bahasa Indonesia dan bahasa Melayu Malaysia digunakan oleh hampir 300 juta penutur dikawasan ini, termasuk di Brunei Darussalam, Singapura, Thailand Selatan dan sebahagian di Filipina Selatan. Maka dari itu seyogianya Bahasa Nusantara ini sudah layak diperjuangkan ke PBB untuk dijadikan sebagai Bahasa Internasional.

*) Penulis adalah pemerhati hubungan Indonesia-Malaysia)



    


Pewarta : Dirwan Ahmad Darwis *)
Editor : Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024