Kupang (ANTARA Sulsel) - Pengamat hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Johanes Tuba Helan mengatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) harus benar-benar bebas dari intervensi dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2014.

"Putusan yang baik dan benar adalah berdasarkan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, dan bukan atas tekanan atau pengaruh faktor lain," kata Johanes Tuba Helan di Kupang, Rabu, terkait perkara PHPU Pilpres 2014 dan netralitas MK.

Menurut dia, dalam kenyataanya, memang sering ada pengaruh faktor lain seperti uang dalam pengambilan keputusan di MK.

Kasus Akil Mochtar, mantan Ketua MK yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan telah terbukti menerima suap dalam penanganan sejumlah perkara sengketa pilkada adalah bukti bahwa ada faktor lain yang dapat mempengaruhi putusan MK, ucapnya.

Sementara dalam kasus Pilkda Sumba Barat Daya (SBD) 2013, MK telah mengabaikan fakta-fakta hukum dalam pengambilan keputusan, dan itu berdampak pada penolakan pelantikan pasangan terpilih hingga saat ini, ujarnya.

Artinya, perilaku yang dilakukan Akil Mochtar sebelumnya tidak boleh terulang dalam perkara pilpres karena sangat membahayakan kesatuan bangsa, kata mantan Ketua Ombudsman Perwakilan NTT-NTB ini.

Menurut dia, MK harus mengambil keputusan berdasarkan bukti-bukti yang diajukan pemohon agar putusan tersebut dapat diterima oleh seluruh masyarakat bangsa ini.

Mahkamah Konstitusi menggelar sidang perdana PHPU yang diajukan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa di Gedung MK, Jakarta, Rabu pagi.

Sidang perdana dengan nomor perkara 01/PHPU PRES/XII/2014 dimulai pada pukul 09.30 WIB dengan agenda pemeriksaan perkara. Chandra HN

Pewarta : Bernadus Tokan
Editor :
Copyright © ANTARA 2024