Kupang (ANTARA Sulsel) - Meo Naek (Panglima Besar) Adat dan Budaya Kemanusiaan Pulau Timor Yoseph Ariyanto Lu Teflopo, Jumat, menyematkan simbol adat dan budaya kepada Pater Hermann Kaiser SVD, seorang misionaris asing asal Austria.

Penyematan simbol adat dalam bentuk pengenaan busana adat berupa sarung Timor, pengalungan kujang dan pengenaan destar itu, berlangsung sederhana di Sonaf (Istana) Huketu Kop Nan Olanit Babau Na Pan Muti Lilo Ma Baknas (simbol sekutu kemerdekaan alam semesta) di Bilangan Maulafa Kupang.

"Selama 16 tahun mengabdi di Pulau Timor, NTT, Pater Hermann tidak hanya menjalankan tugasnya sebagai seorang imam Katolik, namun ikut serta membentuk karakter orang Timor lewat pendidikan serta beberapa karya besar kemanusiaan lainnya di Tanah Timor dan Flores," kata Ariyanto.

Saat ini, misionaris dari Ordo Sosiotasi Verbi Devilio (SVD/Serikat Sabda Allah) itu telah dimutasikan ke Italia dan berada dalam satu wilayah paroki bersama Pater Damian dari Bajawa, Kabupaten Ngada (Pulau Flores) yang juga hadir dalam acara tersebut.

Sebagai bentuk apresiasi masyarakat adat dan budaya Timor terhadap para misionaris, Pater Damian juga mendapat penyematan simbol-simbol adat dan budaya tersebut dari Panglima Besar (Meo Naek) Yoseph Ariyanto Lu Teflopo, termasuk juga kepada dua orang jurnalis, yakni Laurensius Molan (LKBN Antara) dan Didimus Payong Dore dari stasiun televisi swasta SCTV.

"Dua orang jurnalis ini menjadi saksi mata dan saksi sejarah pengukuhan diri saya sebagai seorang Meo Naek dari Teflopo tua di atas puncak Gunung Mutis di wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan beberapa waktu lalu, sehingga mereka juga pantas diberi apresiasi adat dan budaya," kata Ariyanto.

Sastrawan dan budayawan dari Universitas Nusa Cendana Kupang Prof Dr Felysianus Sanga yang bertindak sebagai pemandu acara pada saat itu melukiskan para misionaris asing seperti Pater Hermann Kaiser, bukan hanya rela meninggalkan kasih sayang keluarga dan kebahagiaan di daerah asal, tetapi rela menderita untuk mencari "domba-dombanya yang hilang dan tersesat di tengah rimba raya".

Menurut dia, para misionaris yang benar-benar misioner dan merasul dengan umat adalah imam-iman dari Ordo SVD yang telah merebut hati masyarakat Katolik di NTT dengan tidak menginjak atau mengabaikan adat dan budaya kemanusiaan dalam corak peradaban yang diwariskan oleh para leluhur.

Pater Hermann mengaku sangat tidak menduga jika dalam mengisi liburannya ke Indonesia, khususnya di wilayah Keuskupan Agung Kupang, mendapat apresiasi adat dan budaya yang begitu luar biasa dari pemangku adat dan budaya setempat.

"Dalam sistem Monarki di Austria, kami juga sangat menghormati dan menghargai adat dan budaya. Dalam silsilah adat dan budaya, saya juga adalah seorang Kaisar, namun saya rela pergi meninggalkan kerajaan untuk melayani umat sesuai panggilan imamat saya sebagai seorang imam," katanya.

Pater Damian juga menilai sebuah bangsa yang kuat harus mengakar pada adat dan budaya bangsanya, sehingga peletakkan dasar-dasar adat budaya yang dilakukan oleh Meo Naek Ariyanto Lu Teflopo, menjadi sebuah seruan agar bangsa ini harus kembali ke akar sejarahnya.

"Jika bangsa ini sudah tercabut dari akar budayanya maka keutuhan sebuah bangsa akan menjadi sangat rapuh dan mudah terpecah belah karena telah kehilangan jati dirinya sebagai sebuah bangsa yang beradab yang menghargai adat dan budayanya," kata Pater Damian. I.K. Sutika

Pewarta : Laurensius Molan
Editor :
Copyright © ANTARA 2024