Kupang (ANTARA Sulsel) - Pengamat hukum tata negara Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Johanes Tuba Helan menilai, sikap DPRD Sumba Barat Daya (SBD) menolak pelantikan bupati dan wakil bupati karena membela kebenaran dan keadilan.

"Sikap dewan itu adalah untuk membela kebenaran dan keadilan bagi rakyat SBD dan harus dihormati," kata Johanes Tuba Helan, di Kupang, Kamis, terkait sikap dewan yang tetap menolak menggelar sidang paripurna istemewa pelantikan Markus Dairo Talu-Ndara Tanggu Kaha (MDT-DT), sebagai Bupati dan Wakil Bupati Sumba Barat Daya (SBD) periode 2013-2018.

Ketua DPRD Sumba Barat Daya, Yoseph Mallo Lende mengatakan, rakyat daerah itu tetap menolak pelantikan Markus Dairo Talu-Dara Tanggu Kaha (MDT-DT), sebagai Bupati dan Wakil Bupati SBD terpilih periode 2013-2018.

Alasannya karena rakyat SBD menilai MDT yang adalah mantan anggota TNI adalah penjahat yang diduga mencuri suara rakyat dalam Pilkada SBD 5 Agustus 2013 lalu, hanya untuk menjadi penguasa di daerah itu, kata Yoseph Malo Lende.

Selain itu, secara kelembagaan DPRD SBD sama sekali tidak pernah mengusulkan (MDT-DT) kepada Menteri Dalam Negeri untuk ditetapkan sebagai bupati dan wakil bupati SBD.

Penetapan Markus Dairo Talu-Dara Tanggu Kaha (MDT-DT), sebagai Bupati dan Wakil Bupati SBD terpilih periode 2013-2018 dilakukan secara sepihak, tanpa melalui usulan dewan maupun Gubernur NTT, katanya.

Mengenai kemungkinan dilantik di Jakarta, dia mengatakan, boleh-boleh saja tetapi tetap harus dilakukan dalam sidang paripurna istimewa DPRD.

"Persoalannya adalah, apakah dewan bersedia ke Jakarta untuk acara pelantikan, sementara sikap mayoritas dewan selama ini adalah menolak pelantikan," katanya. F.C. Kuen

Pewarta : Bernadus Tokan
Editor :
Copyright © ANTARA 2024