Makassar (ANTARA) - Komisi D DPRD Sulawesi Selatan (Sulsel) mengungkapkan anggaran penanganan bencana yang dialokasikan kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulsel dinilai sangat minim, di tengah ancaman kerawanan bencana hidrometeorologi pada beberapa daerah di wilayah itu.
"Dari alokasi anggaran untuk BPBD Sulsel sekitar Rp15 miliar, tapi untuk penanganan bencana hanya Rp2 miliar, apakah itu cukup? Sisanya dinilai hanya dialokasikan ke belanja lain yang tidak relevan," tutur Anggota Komisi E Musakkar di Makassar, Kamis.
Menurut dia, saat ini wilayah Sulsel sedang dalam kondisi awas, mengingat musim penghujan telah masuk, bahkan berstatus ekstrim, sesuai perkiraan BMKG. Apabila anggaran penanganan bencana minim tanpa persiapan, maka masyarakat akan mempertanyakan kinerja pemerintah.
Selain itu pemaparan kinerja BPBD Sulsel selama akhir 2024 belum terlihat baik, bahkan sebelum bergerak menangani bencana, alasannya anggaran sudah habis.
"Kami ingatkan kembali agar BPBD selalu siap, karena kita tahu ketika cuaca ekstrem masuk, maka hampir seluruh daerah di Sulsel terdampak bencana seperti banjir dan longsor, itu tidak bisa kita hindari," tuturnya.
Musakkar menyayangkan anggaran penanganan bencana BPBD dianggap tidak berimbang dengan alokasi belanja langsung dan belanja tidak langsung, sehingga perlu dipikirkan bersama bagaimana mitigasi anggaran itu disiapkan.
Ia mencontohkan bila alokasi anggarannya Rp20 miliar, maka anggaran penanganan bencana paling tidak 40-50 persen dialokasikan ke tindakan nyata penanganan bencana langsung termasuk menambah dan memperkuat Tim Reaksi Cepat (TRC).
"Dari informasi, TRC hanya diisi 45 orang, itu mesti ditambah. Idealnya, minimal 15-20 orang sudah siap berada di garis depan ketika terjadi bencana, begitu pun sisanya disebar tempat lain. Untuk itu, diperlukan perbaikan manajemen anggaran," katanya.
Sementara itu Kepala BPBD Sulsel Amson Padolo menyatakan penanganan bencana di Sulsel tetap dilaksanakan semaksimal mungkin walaupun keterbatasan anggaran.
Sedangkan untuk langkah antisipasi berkaitan mitigasi dan penanganan bencana telah dipetakan lokasi pengungsian dan penguatan koordinasi bersama unsur Pentahelix kebencanaan, seperti pemerintah, masyarakat, dunia usaha, akademisi, dan media.
"Daerah rawan bencana telah dipetakan sebelumnya. Contoh di Kota Makassar, perahu karet dan peralatan evakuasi sudah disiapkan di titik-titik rawan banjir. Logistik para pengungsi juga telah disediakan," katanya.
Pihaknya terus berkoordinasi dengan BMKG guna telah memetakan beberapa daerah yang berada dalam zona awas curah hujan tinggi, termasuk di Kabupaten Maros dan Kota Makassar serta sebagian besar daerah lainnya berstatus siaga.
"Mitigasi bencana dan antisipasinya terus kami dilakukan dengan penyampaian informasi kepada warga di zona rawan untuk mempersiapkan diri, termasuk kemungkinan pengungsian bila terjadi banjir," tuturnya.
Sejauh ini belum ada laporan resmi dari tim lapangan terkait korban terdampak berada di lokasi pengungsian besar-besar pada 24 kabupaten kota. Meskipun BMKG telah menyiarkan pantauan cuaca ekstrem masih akan berlangsung hingga 15 Desember 2024.
"Dari alokasi anggaran untuk BPBD Sulsel sekitar Rp15 miliar, tapi untuk penanganan bencana hanya Rp2 miliar, apakah itu cukup? Sisanya dinilai hanya dialokasikan ke belanja lain yang tidak relevan," tutur Anggota Komisi E Musakkar di Makassar, Kamis.
Menurut dia, saat ini wilayah Sulsel sedang dalam kondisi awas, mengingat musim penghujan telah masuk, bahkan berstatus ekstrim, sesuai perkiraan BMKG. Apabila anggaran penanganan bencana minim tanpa persiapan, maka masyarakat akan mempertanyakan kinerja pemerintah.
Selain itu pemaparan kinerja BPBD Sulsel selama akhir 2024 belum terlihat baik, bahkan sebelum bergerak menangani bencana, alasannya anggaran sudah habis.
"Kami ingatkan kembali agar BPBD selalu siap, karena kita tahu ketika cuaca ekstrem masuk, maka hampir seluruh daerah di Sulsel terdampak bencana seperti banjir dan longsor, itu tidak bisa kita hindari," tuturnya.
Musakkar menyayangkan anggaran penanganan bencana BPBD dianggap tidak berimbang dengan alokasi belanja langsung dan belanja tidak langsung, sehingga perlu dipikirkan bersama bagaimana mitigasi anggaran itu disiapkan.
Ia mencontohkan bila alokasi anggarannya Rp20 miliar, maka anggaran penanganan bencana paling tidak 40-50 persen dialokasikan ke tindakan nyata penanganan bencana langsung termasuk menambah dan memperkuat Tim Reaksi Cepat (TRC).
"Dari informasi, TRC hanya diisi 45 orang, itu mesti ditambah. Idealnya, minimal 15-20 orang sudah siap berada di garis depan ketika terjadi bencana, begitu pun sisanya disebar tempat lain. Untuk itu, diperlukan perbaikan manajemen anggaran," katanya.
Sementara itu Kepala BPBD Sulsel Amson Padolo menyatakan penanganan bencana di Sulsel tetap dilaksanakan semaksimal mungkin walaupun keterbatasan anggaran.
Sedangkan untuk langkah antisipasi berkaitan mitigasi dan penanganan bencana telah dipetakan lokasi pengungsian dan penguatan koordinasi bersama unsur Pentahelix kebencanaan, seperti pemerintah, masyarakat, dunia usaha, akademisi, dan media.
"Daerah rawan bencana telah dipetakan sebelumnya. Contoh di Kota Makassar, perahu karet dan peralatan evakuasi sudah disiapkan di titik-titik rawan banjir. Logistik para pengungsi juga telah disediakan," katanya.
Pihaknya terus berkoordinasi dengan BMKG guna telah memetakan beberapa daerah yang berada dalam zona awas curah hujan tinggi, termasuk di Kabupaten Maros dan Kota Makassar serta sebagian besar daerah lainnya berstatus siaga.
"Mitigasi bencana dan antisipasinya terus kami dilakukan dengan penyampaian informasi kepada warga di zona rawan untuk mempersiapkan diri, termasuk kemungkinan pengungsian bila terjadi banjir," tuturnya.
Sejauh ini belum ada laporan resmi dari tim lapangan terkait korban terdampak berada di lokasi pengungsian besar-besar pada 24 kabupaten kota. Meskipun BMKG telah menyiarkan pantauan cuaca ekstrem masih akan berlangsung hingga 15 Desember 2024.