Makassar (ANTARA Sulsel) - Komisi Kejaksaan menyebut jika Kejati Sulsel tidak transparan dan akuntabel dalam menjalankan tugas-tugasnya apalagi dengan banyaknya keluhan yang masuk dari kalangan wartawan terkait tertutupnya akses informasi itu.

"Sesuai dengan Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik, setiap lembaga atau institusi negara, atau lembaga pemerintah lainnya itu wajib memberikan akses informasi yang dibutuhkan masyarakat, bukannya menutup rapat," ujar Ketua Komisi Kejaksaan, Halius Hosen saat dihubungi melalui telepon genggamnya (HP) dari Makassar, Minggu.

Ia mengatakan, setiap orang berhak mendapatkan informasi yang diinginkan, apalagi wartawan yang mewakili medianya masing-masing saat akan menanyakan perkembangan kasus-kasus yang sedang ditanganinya.

Dia menyebutkan, beberapa wartawan dari Makassar diancam oleh Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulsel, Gerry Yasid akan menutup informasi dan mengusirnya jika terus menanyakan perkara-perkara korupsi yang tidak diketahuinya.

Menurutnya, pengancaman yang dilakukan Gerry Yasid saat dihampiri oleh sejumlah wartawan media cetak dan elektronik untuk mengetahui perkembangan sejumlah kasus korupsi yang ditangani itu justru mencerminkan sifat arogansinya.

"Aspidsus itu tidak boleh arogan dengan mengancam akan mengusir dan melarang wartawan datang ke kejaksaan melakukan peliputan. Perkataan yang dilontarkannya itu tidak mencerminkan sebagai pejabat dan sangat arogan," katanya.

Sebelumnya, Jumat 29 Agustus 2014, Aspidsus Kejati Sulsel, Gerry Yasid memaki sejumlah wartawan ketika dihampiri untuk menanyakan sejumlah perkara korupsi dan bahkan mengancam melarang melakukan peliputan di kejati.

"Saya tidak suka dan tidak mau. Kamu jangan shooting saya karena saya tidak mau, kalau tidak saya larang kalian meliput dan akan saya usir dari sini," ujarnya dengan suara tinggi kepada sejumlah wartawan.

Sikap yang ditunjukkan oleh salah satu petinggi kejaksaan itu memang kerap diperlihatkan kepada wartawan yang melakukan peliputan di tempat itu dan bahkan bagi wartawan lainnya yang akan mencari perkembangan kasus tersebut.

Banyaknya perkara korupsi yang ditangani Kejati Sulsel yang skalanya cukup besar seperti dugaan korupsi dana bantuan sosial (Bansos) Sulsel tahun anggaran 2008 dimana kerugian Rp8,8 miliar kemudian berkembang menjadi 37 miliar lebih.

Bukan cuma itu, tercatat masih ada 54 kasus lainnya yang tidak tertangani dengan baik alias menggantung tidak mempunyai kejelasan akan penuntasan perkara-perkara tersebut.

"Saya ini disini menjabat sejak tahun 2013, kamu jangan tanyakan kepada saya kasus-kasus yang sebelumnya, saya tidak tahu," jelasnya dengan muka memerah.

Anti Corruption Commite (ACC) Sulawesi Selatan dalam catatannya, membukukuan 54 perkara korupsi yang ditangani penyidik kejaksaan dan tidak mempunyai kejelasan.

Dari total 54 kasus yang dimonitor ACC Sulawesi ini, khusus di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel ada 23 kasus masih tahap penyelidikan dan 11 kasus tahap penyidikan dengan total perkara 34 kasus. Sementara di Kejari yang ada di Sulsel 9 kasus tahap penyelidikan dan 11 kasus tahap penyidikan dengan total keseluruhan 20 kasus.

Staf Badan Pekerja ACC Sulawesi Selatan, Kadir Wokanubun mengatakan, dari 54 kasus yang ditangani Kejati ini, 23 kasus korupsi diantaranya ditangani penyidik tipikor Kejaksaan Negeri yang ada di Sulsel. Berdasarkan data yang dimonitor, ACC menyimpulkan Kejati masih lemah menangani kasus korupsi.

"Kalau kita melihat, agenda pemberantasan korupsi tidak menjadi agenda prioritas Kejati Sulsel, SDM di Lingkup Kejati Sulsel masih lemah sehingga berimbas pada tidak maksimalnya penuntasan korupsi," katanya.

Dia menyebutkan, reaksi yang ditunjukkan oleh pejabat-pejabat kejati itu merupakan antiklimaks dari seringnya wartawan menanyakan perkembangan kasus-kasus tersebut, apalagi menyita publik di Sulsel.

"Orang-orang di kejaksaan itu paham mengenai aturan perundang-undangan serta aturan-aturan hukum lainnya dan pastinya mengetahui hak dari wartawan yang dilindungi dengan Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Bukan cuma itu, masih ada Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), jadi apalagi," ucapnya.  Nurul H

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024