Makassar (ANTARA Sulsel) - Renovasi Bendungan Benteng di Kecamatan Patampanua, Kabupaten Pinrang, Sulsel dinilai menghilangkan nilai historis dari bangunan peninggalan Belanda itu.

"Bendungan ini memiliki nilai sejarah, sehingga tidak boleh di kurangi bagian-bagian yang ada di bangunan itu," kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) tingkat II Gabungan Pemuda Pembangunan Indonesia ( GPPI) Kabupaten Pinrang Muhammad Syarif di Makassar, Selasa.

Bendungan Benteng yang dibangun pada 1939 mengairi 62.203 hektare persawahan Pinrang yang dikenal dengan nama bumi "Sawitto" kabupaten Pinrang dan sejumlah daerah tetangga lainnya.

Syarif mengatakan, seharusnya rehabilitasi bendungan tersebut berkoordinasi dengan balai yang menangani bangunan bersejarah.

"Pengantian delapan daun pintu Bendungan Benteng merupakan pengurangan nilai sejarah dan bisa dikategorikan pelanggaran," ujarnya.

Sementra itu, Kepala Seksi Pengembangan Suaka Peninggalan Sejarah Dinas Sosial dan Pariwisata, Kabupaten Pinrang Andi Muliani mengatakan, Bendungan Benteng termasuk salah satu cagar budaya yang telah diinventarisasi oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar dengan Nomor 874.

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 sudah memenuhi syarat sebagai Bangunan Cagar Budaya, sehingga harus dilindungi dan dijaga kelestariannya.

"Indikasi sebagai bangunan sejarah, karena Bendungan Benteng sudah melebihi umur 50 tahun dan memiliki arti khusus bagi ilmu pengetahuan yang mempresentasikan kemajuan tekhnik arsitektur ( tekhnik sipil )," katanya.

Selain itu, menjadi salah satu bukti kehadiran Belanda di Pinrang, sehingga dikategorikan bangunan peninggalan kolonial Penjajah Belanda.

Muliani mengatakan, renovasi bangunan bersejarah harus menyertakan balai yang menangani cagar budaya, karena ada teknik tersendiri yang harus diperhatikan, sebab ada bentuk yang tidak boleh dikurangi maupun materialnya yang tidak boleh diganti.

Dengan demikian, apabila rehabilitasi bendungan dilakukan secara serta merta, maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran.

Menanggapi hal itu, Koordinator Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Balai Besar Wilayah Sungai Jeneberang Andi Ahyar mengaku, tidak mengetahui persis masalah tersebut dan meminta berkordinasi dengan yang mengetahui masalah itu. Zita Meirina

Pewarta : Suriani Mappong
Editor :
Copyright © ANTARA 2024