Mamuju (ANTARA Sulbar) - Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Barat, Sukri Umar khawatir proyek pembangunan tanggul Sungai Karema Kota Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat, dapat menyempit karena sungai tersebut ditimbun untuk kepentingan proyek.

"Dari pengamatan kami proyek pembangunan tanggul Sungai Karema, dapat mengakibatkan sungai menyempit, itu artinya, sungai Karema nantinya dapat meluap," kata Anggota DPRD Provinsi Sulbar Sukri di Mamuju, Senin.

Ia mengatakan tanggul Sungai Karema memang penting dibangun untuk kebutuhan pengamanan, namun jangan sampai menimbulkan dampak lain yakni air sungai dapat meluap karena menjadi sempit.

"Batu gunung yang digunakan membangun tanggul sungai Karema tampak menimbun sungai Karema sehingga kini sungai Karema menyempit, ini harus diperhatikan kontraktor jangan sampai ada dampak yang ditimbulkannya," katanya.

Ia juga mengatakan, seharusnya sebelum tanggul Sungai Karema dibangun mestinya didahului dengan dibangun mangrove di pinggirnya, namun tidak dilakukan, dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan juga telah menegur proyek itu, jadi kami harap kontraktor memperhatikan itu dan diminta tidak menimbulkan dampak lingkungan dari proyeknya.

Ia meminta agar segala kritik dari Bapedalda Sulbar diperhatikan sehingga proyek tanggul Sungai Karema bermanfaat bagi pembangunan dan masyarakat, bukan justru menimbulkan kerugian karena proyek itu tidak bisa dimanfaatkan.

Bapedalda Provinsi Sulawesi Barat sebelumnya menilai tanggul Sungai Karema yang melintas di dalam Kota Mamuju tidak kuat karena tidak diikuti dengan reboisasi.

"Tanggul penahan Sungai Karema yang dibangun kontraktor, kami anggap dapat terancam rubuh karena proyek yang menggunakan anggaran APBN tersebut dibangun tanpa diikuti dengan program reboisasi," kata Kepala Bidang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Bapedalda Sulbar Amram.

Ia mengatakan tanggul Sungai Karema tidak akan mampu bertahan kuat di musim hujan, karena selain air dari sungai, air juga akan datang dari darat karena tanggul itu juga tidak memiliki saluran pembuangan.

"Mestinya ada reboisasi di tanggul yang dibangun di bibir sungai, misalnya ditanam pohon bakau, dan juga harus ada saluran pembuang agar air dari darat dapat ke sungai tanpa merusak tanggul ketika hujan tiba," katanya.

Menurut dia, kalau daya tahan tanggul yang dibangun tidak kuat dan gampang rubuh karena dibangun tanpa pohon pelindung maka akan terjadi pemborosan anggaran karena anggaran pembangunan tanggul sungai habis percuma tanpa ada hasil yang dicapai.

Oleh karena itu, ia mengatakan Pemprov Sulbar melalui Dinas Pekerjaan Umum harus melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pekerjaan kontraktor tersebut.

"Karena jika tidak akan habis anggaran percuma karena tanggul yang dibangun gampang rubuh," katanya.

Ia mengatakan kontraktor juga harus profesional bekerja, dengan memperbaiki perencanaan pekerjaannya, agar anggaran tidak habis percuma yang dapat merugikan negara.

Ia juga mengatakan dengan pembangunan tanggul yang dinilainya tidak ramah lingkungan itu maka habitat sungai akan terganggu karena tidak ada lagi bibir sungai tempatnya hidup akibat tanggul yang dibangun tanpa penghijauan.

"Lingkungan sungai akan rusak, ikan akan tidak bisa hidup di situ karena tidak adanya penghijauan yang dilakukan oleh kontraktor," katanya.  M Taufik

Pewarta : M Faisal Hanapi
Editor :
Copyright © ANTARA 2024