Melihat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Supiori, Provinsi Papua, orang tidak akan menyangka jika sebelumnya bangunan itu hanyalah ruang instalasi rawat darurat (IRD) untuk melayani dan menampung korban bencana alam Wasior 2010.

"Menjadikan IRD ini menjadi rumah sakit ini ibarat mimpi, tak ada yang membayangkan sebelumnya jika ruangan yang terbatas untuk pasien itu kemudian bisa menjadi RSUD Supiori," kata dr Jenggo Swarko mengenang sejarah pendirian RSUD yang dirintisnya.

Bencana Wasior menjadi pengalaman yang berharga bagi dr Jenggo yang kini menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Supiori. Ketika itu 2010, dalam posisi nonjob dia ditunjuk sebagai koordinator bidang kesehatan untuk penanganan korban bencana tersebut.

Banyak pejabat tinggi negara turun ke lokasi bencana dan penanganan korban yang ada di IRD Supiori, termasuk Kemenkes saat itu dijabat Endang Rahayu Sedyaningsih (kini almarhum) dan juga Sekjennya Supriantono. Saat itu Jenggo sempat ditawari untuk menempati posisi penting di Kemenkes RI atas jerih payahnya dalam membantu korban bencana.

"Surat keputusannya sudah jadi dan diteken di depan menteri untuk menjadi Kabid Pelayanan di Kemenkes dan tinggal menunggu pelantikan saja," tuturnya.

Namun tawaran tersebut ditolak Jenggo dengan alasan lebih memilih dekat dengan warga untuk memberikan bantuan layanan kesehatan, bukan untuk mengejar jabatan. Akhirnya, dr Jenggo diminta memberikan usulan program ke Kemenkes. Apa yang dia impikan selama ini agar IRD menjadi RSUD pun dikabulkan dan izinnya diterbitkan Kemenkes pada 2011 tanpa mengeluarkan dana sepeserpun.

Secara bertahap, bangunan IRD itu mulai ditingkatkan menjadi RSUD, termasuk fasilitasnya dilengkapi satu per satu dari Kemenkes. Bahkan akhirnya, peralatan canggih berupa USG empat dimensipun dikirim ke Supiori untuk memberikan layanan terbaik bagi masyarakat di Kabupaten Supiori dan sekitarnya.

Dari upaya tersebut, dr Jenggo juga dipercaya menjadi Direktur RSUD Supiori hingga Agustus 2013 sebelum menjadi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Supiori. Saat menjadi pimpinan RSUD itulah lelaki yang berdedikasi tinggi ini menuangkan ide-ide briliannya dalam mendorong Upaya Percepatan Pembangunan Kesehatan (UP2K) di wilayah kerjanya.

Pada awal masa jabatannya selaku Direktur RSUD, langkah awal yang dilakukan adalah mengumpulkan data di lapangan, termasuk pulau-pulau terluar Supiori, seperti Mapiar dan Misofondi. Ternyata kesimpulannya, kondisi kesehatan masyarakat di Supiori sangat rendah.

Salah satu indikatornya dapat dilihat dari realisasi imunisasi anak yang masih di bawah 80 persen dari yang disyaratkan Kemenkes dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pada 2007 persentase imunisasi baru 30 persen, namun pada 2008 sudah naik menjadi 80 persen dan tahun-tahun berikutnya sudah menjadi 100 persen.

Sementara untuk menghadapi kendala masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan di RSUD, dikeluarkanlah kebijakan klinik berjalan dengan tim yang lengkap ke lokasi-lokasi yang masyarakatnya sulit menjangkau layanan kesehatan. Operasional layanan kesehatan keliling ini dilakukan dua kali seminggu.

Dengan sistem layanan kesehatan jemput bola itu, diketahui sejumlah kasus di lapangan misalnya ditemukan 35 kasus HIV di pedalaman di pulau. Resiko tinggi pada ibu hamil yang dipicu oleh anemia, termasuk menemukan kasus ibu hamil dengan janin yang letaknya melintang dan plasenta turun.

"Kondisi seperti itulah yang membutuhkan pendampingan khusus dengan pola antar-jemput dengan memanfaatkan fasilitas ambulans yang hanya dua unit," katanya.

Hal tersebut dibenarkan Direktur RSUD Supiori Marinus Maryar yang dilantik pada 15 Agustus 2013. Menurut dia, program yang telah dirintis dr Jenggo hingga saat ini terus dilanjutkan, bahkan fasilitas layanan RSUD pun semakin ditingkatkan dengan bantuan dari dana Kemenkes dan Otonomi Khusus (Otsus).

"Saat ini sedang dibangun 30 ruangan baru untuk rawat inap, semuanya kelas tiga. Sementara sebelumnya hanya ada dua ruangan rawat inap masing-masing untuk pasien laki-laki dan perempuan," katanya.

Dengan jumlah personel sebanyak 51 orang, sudah termasuk enam orang dokter yang terdiri dari dua orang berstatus PNS dan empat lainnya PTT, Marinus mengatakan, pihaknya terus mendorong memberikan pelayanan kesehatan yang optimal pada masyarakat Supiori dan sekitarnya.

Bahkan fasilitas Unit Transfusi Darah (UTD) sudah disiapkan, tinggal menunggu ahli laboratoriumnya selesai pendidikan di Jakarta dan mengaplikasikan ilmunya di RSUD Supiori.

Khusus program yang dirintis dr Jenggo yang masih tetap dijalankan hingga saat ini adalah pemberian "bahan kontak" pada ibu melahirkan di RSUD Supiori. Bahan kontak yang terdiri dari perlengkapan ibu pascamelahirkan dan perlengkapan bayi seperti seloyor, popok, baju, kaos tangan, kaos kaki dan peralatan mandi, diberikan secara cuma-cuma.

Bahan kontak itu menjadi salah satu daya tarik bagi ibu hamil untuk memeriksakan kesehatan dan janinnya, termasuk untuk mendapatkan layanan persalinan di RSUD dengan pertimbangan, jika melahirkan tidak di rumah sakit memungkinkan beresiko apabila terjadi pendarahan.

Ide awal bahan kontak itu, menyusul sulitnya masyarakat menyiapkan perlengkapan ataupun kebutuhan bayi dan ibu pascamelahirkan. Hal itu dipicu karena rendahnya pemahaman maupun daya beli masyarakat.

Kondisi itu diakui salah seorang pasien Flora yang siap menyambut kelahiran anak keempatnya.

Menurut ibu muda tesebut, meskipun ketiga anaknya lahir di rumah dengan bantuan bidan, namun untuk anak keempatnya direncanakan lahir di RSUD.

"Fasilitas rumah sakit lengkap, juga tidak perlu bayar. Malah diberi lagi bahan kontak. Padahal selama ini, saya melahirkan dengan perlengkapan apa adanya dan menggunakan baju dan seloyor bekas," katanya.

Karena itu, dia bersama suaminya sangat bersemangat untuk menerima kehadiran anaknya yang keempat di RSUD Supiori. Apalagi dari beberapa kali pemeriksaan, juga sudah dapat melihat kondisi jabang bayinya melalui alat canggih USG empat dimensi. MM Astro

Pewarta : Suriani Mappong
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024