Makassar (ANTARA Sulsel) - Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia mengingatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) agar lebih selektif dan terbuka merekrut tenaga ahli, bukan sebagai ajang balas jasa.

"Staf ahli serta tim ahli harus selektif dipilih, karena merekalah yang akan membantu dalam menjalankan tugas keseharian selaku wakil rakyat yang akan mengawal pemerintahan," kata Direktur KOPEL Indonesia Syamsuddin Alimsyah di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat.

Menurut dia, posisi tenaga ahli dan tim ahli atau kelompok pakar yang akan membantu DPR dan DPRD dalam bekerja itu sangat vital. Ibarat pembisik, kalau bisikannya salah maka bisa saja produk kebijakan yang keluar akan merugikan masyarakat.

Karena itu, lanjut dia, diharapkan proses rekrutmen staf ahli serta tim ahli tersebut dilakukan secara selektif dan terbuka. Orang-orang yang akan dilibatkan diyakini memiliki kapasitas yang mumpuni serta berintegritas tinggi. Tidak hanya nilai akademik, tapi harus mempertimbangkan karyanya selama ini.

"Jangan sampai posisi itu dimaknai sebagai balas jasa perkawanan, pertemanan atau balas budi sebagai tim sukses saat Pemilu lalu. Ini akan berbahaya dan bisa merusak reputasi DPRD," tambahnya.

Dia mengatakan, rendahnya kualitas kinerja DPR dan DPRD selama ini terutama produk-produk yang dihasilkan tidak lepas dari kualitas tim ahli yang dilibatkan.

Indikatornya cukup sederhana, bisa dilihat dari kualitas produk kebijakan yang dihasilkan, misalnya bagaimana pos APBN dan APBD selama ini, termasuk produk UU yang dihasilkan DPRD atau Perda-perda yang dihasilkan DPRD yang jusru banyak merugikan masyarakat, sehingga ini semua penting untuk dievaluasi.

Berkaitan dengan hal tersebut, posisi tenaga ahli dan tim ahli atau kelompok pakar juga harus siap dikritisi masyarakat, karena mereka selama ini mendapatkan gaji dari APBN untuk DPR dan APBD untuk tenaga ahli dan tim ahli atau kelompok pakar di DPRD melalui pos sekretariat DPRD.

Khusus DPRD, selama ini masih banyak daerah yang kesulitan membedakan antara tenaga ahli dengan tim ahli. Akibatnya menjadi fatal dalam bekerja. Ada banyak daerah merekrut dan membuatkan SK selaku tenaga ahli yang seharusnya masuk komponen tim ahli atau kelompok pakar, begitu pula sebaliknya.

"Celakanya yang direkrut juga menerima SK tersebut begitu saja, seolah berprinsip apalah arti sebuah nama. Padahal posisi ini sangat berbeda dan akan berkonsekuensi pada nomenklatur budget," ujar Syamsuddin.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010, tenaga ahli ditempatkan di fraksi. Pasal 34, huruf a menjelaskan bahwa Setiap fraksi dibantu oleh 1 (satu) orang tenaga ahli fraksi (ayat 1). Sedangkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 161/4176/SJ Tanggal 14 Oktober 2010, antara lain menyebutkan : (a) Mekanisme pengangkatannya dilakukan melalui usulan yang disampaikan oleh fraksi kepada Sekretaris DPRD untuk ditetapkan dengan Keputusan Sekretaris DPRD. Sedang pada poin (b) dijelaskan, besaran honorariumnya ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah, (c) Tenaga Ahli Fraksi mendapatkan honorarium setiap bulan.

Sedangkan tim ahli atau kelompok pakar sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, memberikan kewenangan kepada DPRD melalui Sekretariat DPRD untuk merekrut kelompok pakar atau tim ahli dalam rangka optimalisasi fungsi-fungsinya.

Kelompok Pakar/Tim Ahli bersifat sementara yaitu hanya disediakan sesuai kebutuhan atas usul anggota DPRD, misalnya pada saat DPRD membahas LKPJ, Raperda, atau RAPBD.  Sigit Pinardi

Pewarta : Suriani Mappong
Editor :
Copyright © ANTARA 2024