Makassar (ANTARA Sulsel) - Pertunjukan terakhir seniman Sulsel Asdar Muis RMS di Port Roterdam dengan judul teater "Melukis Bayi Laut" yang dimainkan tunggal oleh Asdar menjadi kenangan bagi masyarakat Sulsel.

"Kami tidak menduga jika Asdar meninggalkan kami begitu cepat, padahal baru saja mengocok perut penonton dengan pertunjunkannya," kata Seniman sekaligus Penulis sastra Yudistira Sukatanya di sela-sela melayat di rumah duka di Makassar, Senin.

Dia mengatakan Asdar yang menjadi teman seperjuangan di dunia teater dan dunia tulis-menulis, selalu menorehkan kisah-kisah kehidupan orang-orang pinggiran dengan gaya bahaya yang kritis dan diselingi lelucon yang menyindir.

Itu tergambar pada pementasan terakhirnya di Benteng Rotterdam, Minggu (26/10) malam.

Dalam pementasan itu, Asdar mengisahkan bayi laut dengan penggabaran orang-orang pulau yang sering dianggap sebagai bayi.

"Kita cenderung memperlakukan orang-orang pulau seperti bayi, mereka hanya menunggu," ujarnya.

Melukis Bayi Laut mengisahkan tentang orang kepulauan yang sedang menunggu jam tayang televisi dengan suguhan tontotan hedonisme. Bahkan mereka para nelayan digambarkan memilki kulkas yang hanya digunakan sebagai lemari.

Kisah yang menggambarkan bagaimana orang-orang pulau yang sedang kehilangan segalanya, karena dulu saat purnama masih akrab dengan kisah ombak dan bintang, namun setelah adanya televisi mereka menjauh dari alam dan lebih dengan dengan televisi yang meracuni pikiran mereka.

"Sebelum ada televisi, di pulau ada anak yang bermain dan berteman dengan ikan dan sekarang mereka hanya dapat melihat ikan lewat layar kaca," katanya.

Orang pulau juga bisa menikmati menu ikan, udang dan cumi, tanpa perlu repot memikirkan makanan restoran. Itulah enaknya menjadi orang pulau, namun setelah ada tayangan televisi, angan-angan mereka digiring membayangkan nikmatnya sajian retoran.

Menurut Asdar, orang-orang pulau tak bisa disalahkan jika mereka menggambar sketsanya sendiri, karena orang di luar sana terlalu sibuk melukis diri sendiri.

Mantan Pimred Manado Pos ini pun membagi-bagikan buku di akhir pertunjukannya yang disambut saling berebutan oleh penonton.

Sambil berseloroh, alumni Jurnalistik Universitas Hasanuddin ini pun berkata, "Orang-orang pulau tidak pernah berebutan".

Selang beberapa menit kemudian, teaterawan bertubuh tambun ini langsung dilarikan ke RS PLamonia Makassar setelah merasa sesak dan sakit di bagian dada. Dari hasil pemeriksaan dan EKG rumah sakit itudiketahui, jika pasien UGD itu mengidap penyakit jantung dan juga penyakit Diabetes Melitus dan asam urat.

Tepat pukul 00.00 Wita, Senin (27/10), sang tokoh teater "Sapi Berbunyi" inipun menghembuskan nafas terakhirnya setelah mendapatkan pertolongan intensif selama sejam.

Kini, rumah duka telah sepi. Para pelayat mengantar Asdar ke tempat peristirahatan terakhirnya di TPU Sarebbo, Kabupaten Pangkep.

"Pesannya bapak, nanti kalau dia meninggal dikuburkan di samping kubur ibunya," ujar Herlina, isteri almarhum Asdar yang dikenal setia dan sabar mendampingi perjalanan karir sang suami.

Selamat jalan seniman sejati, karyamu akan dikenang dan akan menjadi pemicu munculnya Asdar Asdar yang baru. Agus Setiawan

Pewarta : Suriani Mappong
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024