Makassar (ANTARA Sulsel) - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat batal menjebloskan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sulbar, Sup ke sel tahanan setelah dikabarkan mendampingi Menteri Kesehatan Nila Djuwita Moeloek saat berkunjung.

"Dia (Sup) dikabarkan tidak bisa datang karena sedang mendampingi Menteri Kesehatan yang berkunjung ke Sulbar. Tetapi, kita pasti akan lakukan pemanggilan kedua," ujar Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejati Sulselbar, Rahman Morra di Makassar, Senin.

Ia mengatakan, Sup bersama tiga rekannya yang lain tersangkut dugaan korupsi pengadaan peralatan kesehatan (Alkes) tahun anggaran 2013 senilai Rp5,4 miliar.

Penyidik sendiri telah menjadwalkan pemanggilan terhadap empat orang tersangka selain dari Direktur RSUD Sulbar, Sup. Ketiga tersangka lainnya yakni SK yang bertindak sebagai pihak ketiga mengerjakan proyeknya.

Tersangka lainnya, Mis, rekanan yang memenangkan proyek dan menyerahkan pekerjaan itu kepada Suardi dan tersangka Ram yang bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

"Hanya tiga orang yang menghadiri pemanggilan dan diperiksa sebagai tersangka setelah pemeriksaan saksi-saksi telah dituntaskan dan para tersangka usai diperiksa langsung kita giring ke sel tahanan," katanya.

Rahman Morra menyebutkan, semua tersangka yang ditetapkan itu mempunyai peran masing-masing dalam terjadinya kerugian negara dimana Diretur RSUD Sulbar, Sup bertindak sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) proyek pengadaan medis tersebut.

Sedangkan Direktur PT Khitan Fadhillah Pratama, Mis ditetapkan karena peranannya sebagai rekanan yang mengerjakan semua proyek itu. Serta pejabat pembuat komitmen (PPK) yakni Ram.

Asisten Pidana Khusus Kejati Sulsel, Gerry Yasid menyebutkan, modus korupsi pada pengadaan alat-alat kesehatan pada RSUD Provinsi Sulbar tersebut dengan menggelembungkan harga sehinga terjadi kemahalan.

"Jadi modusnya, mereka bersama-sama menciptakan suatu pekerjaan dengan cara `mark up` harga-harga peralatan medis. Kerugian negara terjadi karena adanya kemahalan harga," katanya.

Kerugian negara yang ditaksir berdasarkan hitungan sementara atau harga penghitungan sendiri (HPS) ditaksir lebih dari Rp1,7 miliar. Atas kerugian itu, penyidik kemudian meminta bantuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sulawesi Barat untuk melakukan audit.

"Untuk kerugian pastinya dari BPKP Sulbar itu belum ada, namun kerugian taksiran dari penyidik berdasarkan perhitungan HPS itu sekitar Rp1,7 miliar," jelasnya.  FC Kuen

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024