Makassar (ANTARA Sulsel) - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat menyebutkan, kerugian negara yang ditimbulkan dalam dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sulbar melebihi dari jumlah perkiraan penyidik.

"Awalnya penyidik hanya menaksir kerugian negara itu dari proyek Alkes RSUD Sulbar hanya sekitar Rp1,5 miliar dan itu berdasarkan hasil perhitungan kasar belum dari audit resmi BPKP," ujar Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulselbar, Rahman Morra di Makassar, Senin.

Ia mengatakan, penambahan nilai kerugian negara yang ditimbulkan dari proyek pengadaan alkes itu diketahui saat dilakukan ekspose atau bersama antara tim auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sulawesi Barat bersama tim penyidik kejaksaan.

Rahman Morra menyebutkan, hasil ekspose yang dilakukan di Sulbar pekan lalu itu terungkap jika kerugian yang diakibatkan dari penggelembungan harga setia satuan itu mencapai Rp2 miliar lebih.

"Hasil resmi dari BPKP Sulbar memang belum dikeluarkan tetapi saat dilakukan ekspose bersama pekan lalu itu nilainya mencapai Rp2 miliar dan bahkan lebih. Angka itu juga lebih tinggi dari taksiran penyidik," katanya.

Dalam proyek itu, empat orang tersangka telah ditetapkan oleh penyidik Kejati Sulselbar dan mereka adalah Direktur RSUD Sulbar, dr Suparman bertindak sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA).

Tiga tersangka lainnya, Suardi Kusnadi bertindak sebagai pihak ketiga yang mengerjakan proyek alkes itu, Misram, rekanan yang memenangkan proyek dan menyerahkan pekerjaan itu kepada Suardi serta tersangka Ramadhan yang bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Demi memperlancar penyidikan, penyidik telah menjebloskan keempat tersangka itu ke dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I Makassar sebagai tahanan titipan selama 20 hari.

"Untuk kepentingan penyidikan, keempatnya dijebloskan ke dalam sel tahanan. Tiga orang tersangka sudah dijebloskan pekan lalu dan baru hari ini Direktur RSUD Sulbar dimasukkan dalam sel karena sebelumnya selalu mangkir," katanya.

Dia menjelaskan, Direktur PT Khitan Fadhillah Pratama, Misram ditetapkan karena peranannya sebagai rekanan yang mengerjakan semua proyek itu. Serta pejabat pembuat komitmen (PPK) yakni Ramadhan.

Dia menyebutkan, modus korupsi pada pengadaan alat-alat kesehatan pada RSUD Provinsi Sulbar tersebut dengan menggelembungkan harga sehinga terjadi kemahalan.

"Jadi modusnya, mereka bersama-sama menciptakan suatu pekerjaan dengan cara menggelembungkan harga-harga peralatan medis. Kerugian negara terjadi karena adanya kemahalan harga," katanya.

Kerugian negara yang ditaksir berdasarkan hitungan sementara atau harga penghitungan sendiri (HPS) ditaksir lebih dari Rp1,7 miliar. Atas kerugian itu, penyidik kemudian meminta bantuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sulawesi Barat untuk melakukan audit.

"Untuk kerugian pastinya dari BPKP Sulbar itu belum ada, namun kerugian taksiran dari penyidik berdasarkan perhitungan HPS itu sekitar Rp1,7 miliar," jelasnya. FC Kuen

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024