Bandung (ANTARA Sulsel) - Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPP Apindo) mengingatkan kepada pengusaha sawit agar berhati-hati terhadap kecenderungan tuntutan upah pekerja yang di luar kewajaran.

Ketua DPP Apindo Bidang Pengupahan dan Jaminan Sosial, Hariyadi B Sukamdani mengemukakan hal itu di Bandung, Kamis, ketika menjadi pembicara "Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) and 2015 Price Look".

"Isu utama yang dihadapi oleh industri adalah tingginya ongkos tenaga kerja, upah minimum, regional dan sektoral, masalah alih daya dan jaminan sosial. Saya khawatir tuntutan pekerja sektor perkebunan juga akan meledak," katanya.

Dia mengatakan industri kelapa sawit adalah industri padat karya, tidak bisa memberikan upah tinggi, jangka panjang, risikonya besar termasuk adanya masalah lingkungan.

"Industri padat karya sekarang cukup terpukul. Kenaikan upah minimum mencapai 15 persen lebih. Kami khawatir nanti seperti manufaktur. Kalau mereka bisa tutup pabrik. Apakah sektor perkebunan akan menutup kebunnya ?," katanya.

Hariyadi mengatakan yang bisa mengendalikan upah pekerja adalah adalah pemerintah masalahnya kadang ada kepala daerah yang mempolitisir upah karena dia mau mengikuti Pilkada.

"Saya baru didatangi pengusaha mebel di Mojokerto, Jawa Timur. Mereka ndak mampu membayar upah buruh yang naik 12 persen. Bupati-nya akan menaikkan lagi. Mereka Desember mau nutup pabriknya," katanya.

Hariyadi sangat mendukung program mekanisasi yang diterapkan di kebun kelapa sawit walau konsekwensinya akan mengurangi tenaga kerja.

Upah pada 2014 mengalami kenaikan sebesar 16,89 persen. Dengan kenaikan tersebut maka ongkos produksi yang harus ditanggung untuk upah adalah 31,24 persen hingga 32,74 persen.

Untuk 2015 bahkan akan naik 10 persen walau belum final karena masih ada serikat buruh yang belum menerima dan memaksa untuk melakukan perubahan. Biqwanto

Pewarta : Agus Setiawan
Editor :
Copyright © ANTARA 2024