Bandung (ANTARA Sulsel) - Kampanye negatif kelapa sawit Indonesia di negara-negara Eropa yang masih berlangsung hingga saat ini karena perang dagang dengan produk minyak goreng negara-negara tersebut.

Duta Besar Indonesia di Kerajaan Belgia, Luxemburg dan Masyarakat Eropa, Arif Havas Oegroseno, mengemukakan hal itu pada "10th Indonesia Palm Oil Conference and 2015 Price Outlook" di Bandung, Kamis.

"Eropa pasar yang besar untuk sawit Indonesia. Impor CPO Eropa dari negara lain lima juta metrik ton, sedangkan ekspor Indonesia 3,7 juta metrik ton per tahun," katanya.

Dia mengatakan tantangan yang cukup besar adalah kampanye negatif dan kedutaan selalu melawannya.

"Persepsi negatif masih ada. Kita coba jawab sesuai isu. Kalau sawit dan orang utan. Kita jawab pemerintah lakukan kebijakan positif, kemudian isu harimau dan masalah terkait lahan," katanya.

Arief mengatakan pihaknya selalu debat dengan pelaku kampanye negatif.

"Kalau kita terus menerus lihat isu, kita nggak pernah tahu masalahnya apa. Sebenarnya, Uni Eropa itu punya jutaan petani sunflower dan soybean yang hasilnya vegetable oil. Persoalan dasarnya adalah dagang. Ada soal lingkungan hidup. Kita tak pungkiri," katanya.

Dia mengatakan kalau industri bersatu dengan LSM, maka soal utama bukan lingkungan hidup, tetapi soal dagang.

"Kita telah dihukum 180 juta euro. Petani yang hanya mempunyai satu hingga dua hektare telah mensubsidi Eropa. Petani kita 4,4 juta hektare lahan kelapa sawit di Indonesia," katanya.

Dia mengatakan bunga matahari dan soybean di Eropa tidak bisa tumbuh saat musim dingin dan salju, sedangkan kelapa sawit tumbuh di segala musim.

"Selama harga sawit masih lebih murah maka kita akan terus diganggu. Kita kampanye lahan sawit dikuasai petani. Kita juga telah membawa ke WTO, bawa ke pengadilan Eropa dan kita menang," katanya.

Dia menegaskan diplomasi ekonomi tidak hanya trade, tetapi lewat pengadilan juga.

"Kita harus berani katakan masalahnya bukan orang utan, harimau, tetapi soal harga. Kita KBRI Brussel bela ekosistem sawit. Kita bela petani kecil. Mereka bukan middle class," katanya.

Arief mengatakan pihaknya pernah membawa petani ke Eropa. "Mereka bukan orang kaya. Petani perlu cerita agar bisa dikenal. Selama ini yang digambarkan industri sawit dikuasai industri," katanya. 

Pewarta : Agus Setiawan
Editor :
Copyright © ANTARA 2024