Makassar (ANTARA Sulsel) - Anti Corruption Committe (ACC) minta penegak hukum khususnya kejaksaan turun tangan melakukan penyelidikan pengumpulan data dan bahan keterangan terkait dugaan pelanggaran Reklamasi Pantai Buloa, Kecamatan Biringkanaya Makassar, Sulawesi Selatan.

"Sekarang ini lagi ramai berkembang mengenai pelanggaran reklamasi pantai di Buloa dan berdasarkan hasil reses anggota dewan juga menemukan banyak keanehan di sana. Ini sudah harus ditindaklanjuti," ujar Wakil Direktur ACC, Kadir Wokanubun di Makassar, Jumat.

Ia mengatakan, Reklamasi Pantai Buloa, Biringkanaya Makassar seluas 11 hektare, berdasarkan informasi telah dikuasai oleh dua orang pengusaha ternama yakni Soedirjo Aliman alias Jen Tang dan Hj Najemiah.

Reklamasi pantai seluas 11 hektare yang dulunya adalah laut, kini telah berubah karena sudah ditimbuni material urukan oleh dua pengusaha itu. Masyarakat yang dulu menggunakan kawasan pesisir tersebut sebagai tempat mencari mata pencaharian, harus kehilangan sumber pendapatan tersebut.

Kadir mengatakan pihak Kejati tidak boleh hanya berdiam dan tidak mempersoalkan kasus ini. Selaku penegak hukum Kejati harus bisa tanggap dalam hal penyelamatan aset negara, sebab tanah, laut dan udara dikuasai oleh negara.

"Kejati harus mengusut lokasi tersebut dan segera melakukan tindakan tegas sesuai prosedur hukum. Jangan lakukan pembiaran. Kejati harus proaktif dalam menyikapi kasus ini. Saya menganggap bahwa hal ini berdampak bagi masyarakat dan sangat merugikan," jelasnya.

Ketua Forum Komunitas Hijau (FKH) Makassar, Achmad Yusran minta Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto meninjau kembali dokumen proses penimbunan laut di Buloa Kelurahan/Kecamatan Tallo, yang dilakukan pengusaha Jen Tang.

"Mulai dari izin prinsip, Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan proses pelibatan masyarakat dalam sosialisasi pembangunan di kawasan pesisir Buloa tersebut. Sebab reklamasi di wilayah utara kota Makassar itu sudah tiga tahun berjalan," katanya.

Selain tidak pernah melibatkan masyarakat pesisir Buloa, lanjut Yusran, akses perahu nelayan juga sudah terganggu ketika akan melaut pergi dan pulang mencari ikan. Termasuk rusaknya habitat mangrove dan terancamnya permukiman penduduk di kawasan pesisir Buloa.

Sebagai mitra Kementerian Pekerjaan Umum Dirjend Penataan Ruang, Ketua FKH Makassar ini sangat menyayangkan proses penimbunan laut yang tidak memikirkan aspek dampak pembangunan dan penanganannya.

"Reklamasi sebenarnya bukan hal yang baru untuk pengembangan sebuah kawasan. Asalkan semua proses dan tahapan pembangunan berkelanjutan, wajib didahuli dengan peninjauan lapangan oleh dinas terkait. Kemudian arah pembangunan reklamasi itu apakah sudah sesuai dengan RPJMD dan menjadi kebijakan nasional pembangunan ekonomi lingkungan," ucapnya.

Wakil Ketua Reses dapil II dari Fraksi Demokrat, Basdir menyatakan, reklamasi di Buloa itu adalah temuan serius. Menurutnya, perlu adanya langkah untuk mengungkap siapa dalang reklamasi ini sebelum kemudian ditempuh langkah selanjutnya.

"Kita akan bahas ini dengan Pemkot Makassar untuk memikirkan apa langkah yang dilakukan. Semua pihak akan kami panggil untuk didengar keterangannya nanti setelah terbentuk alat kelengkapan dewan (AKD) dan komisi," ungkap Basdir.

Pihak pertama yang akan dimintai keterangan, kata dia, adalah pengusaha penimbun laut yang disebut sebagai pemilik reklamasi oleh warga.

"Kami akan pertanyakan mengenai kelengkapan izin yang dimiliki pengusaha itu. Apa-apa yang dia pegang sebagai dasar hukum sehingga leluasa melakukan aktivitas penimbunan laut," terangnya. T Susilo

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024