Jakarta (ANTARA) - Kementerian Agama (Kemenag) kembali menghadirkan terjemah Alquran bahasa Makassar dialek Lakiung, setelah sebelumnya telah menerjemahkan Al Quran ke dalam bahasa Makassar dialek Turatea.  

Kepala Pusat Penilaian Buku Agama, Lektur, dan Literasi Keagamaan (PPBAL2K) Sidik Sisdiyanto mengatakan terjemahan dengan dialek Lakiung ini dibuat agar lebih inklusif dan mudah dipahami lintas generasi. 

"Dengan adanya pemahaman yang baik terhadap kitab suci, diharapkan akan terbentuk masyarakat beragama yang damai, toleran, dan penuh kasih sayang," ujar Sidik di Jakarta, Jumat. 

Sidik menjelaskan proses validasi awal penerjemahan dimulai dari 9-11 September 2025 di Makassar dengan menghadirkan tim penerjemah, tim validasi, akademisi, dan tim kerja PPBAL2K.

Menurut Sidik, proses validasi penerjemahan ini dilakukan untuk memastikan hasil terjemahan sesuai dengan kaidah ‘Ulum al-Qur’an, tata bahasa Makassar, dan budaya masyarakat penutur.

"Validasi ini penting agar terjemahan Al Quran sesuai kaidahnya, dan diterima sebagai karya akademik yang dapat dipertanggungjawabkan," kata dia. 

Hasil penerjemahan ini, kata Sidik, tidak hanya akan dicetak, tetapi juga didorong untuk masuk ke dalam program digitalisasi di aplikasi Quran Kemenag.

"Saat ini masih ada sekitar 20 bahasa daerah lagi yang harus kita digitalisasikan. Dan, mudah-mudahan tahun depan termasuk bahasa Makassar yang akan segera kita sebarkan dan digitalisasikan," ujar Sidik.

Ia berharap penerjemahan Al Quran ke bahasa Makassar dengan dialek Lakiung ini dapat segera selesai, sehingga masyarakat penutur bahasa Makassar dapat semakin erat dengan kitab sucinya.

Ketua Tim Pelaksana Penerjemahan Al Quran ke Bahasa Makassar Prof. Idham menyampaikan tantangan terbesar dalam penyusunan naskah adalah menjaga konsistensi pemakaian istilah dari awal hingga akhir mushaf.

Untuk menjawab tantangan penerjemahan tersebut, tim penerjemah membentuk tim kecil khusus yang bertugas menjaga konsistensi istilah dan setiap perbedaan pandangan didiskusikan dengan merujuk pada referensi akademik.

"Yang paling susah itu adalah konsistensi pemakaian kata-kata dari awal sampai akhir. Karena itu, kami bentuk tim kecil supaya istilah tetap seragam dan tidak berubah-ubah," kata dia.

Idham mengungkapkan proses penerjemahan adalah kerja dinamis yang terus berkembang seiring bertambahnya pengetahuan.

"Terjemahan Al Quran bahasa Indonesia saja sudah tiga kali berubah, bahasa Mandar malah sampai empat kali. Jadi, wajar kalau kita pun harus terbuka untuk revisi," kata Idham.

Untuk memperkuat hasil, naskah ini direncanakan akan dibuka melalui uji publik pada November 2025 guna menghimpun masukan lebih luas dari masyarakat dan para pakar sebelum disahkan.

Saat ini terjemahan Al Quran bahasa daerah sudah menyasar sekitar 30 bahasa di Indonesia dan jumlahnya akan terus bertambah.

 


 

Pewarta : Asep Firmansyah
Editor : Riski Maruto
Copyright © ANTARA 2025