Makassar (ANTARA Sulsel) - Pakar hukum pajak dari Universitas Hasanuddin Prof Dr Djafar Saidi, SH, MH meminta pimpinan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) menyiapkan rumah tahanan bagi wajib pajak yang disandera.
"Kanwil DJP harus menyiapkan sarana dan prasarana. Rumah tahanan negara harus ada di Kanwil. Ini salah satu cara untuk menghukum. Mengapa di kantor polisi ada dan di Kanwil tidak ada?" ujar Djafar dalam sarasehan pajak Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara di Makassar, Senin.
Djafar mengatakan dengan usulan penyanderaan berarti sudah ada kemauan politik dari Dirjen Pajak untuk menindak wajib pajak yang tidak melakukan kewajibannya membayar pajak.
"Kalau sudah ada penyanderaan, jangan ada nota dinas untuk menangguhkan penyanderaan. Penyanderaan tidak melanggar HAM karena undang-undang memberikan kewenangan kepada Dirjen Pajak sehingga tidak ada gugatan ke MK," katanya.
Dia menegaskan pendiri negara sebagaimana dalam pasal 33 UUD 1945 telah mewariskan bahwa yang potensial untuk membangun negara adalah pajak sehingga kalau Kanwil DJP melaksanakan pungutan pajak tidak salah.
"Penyanderaan juga jangan dilihat sebagai hukuman karena hukuman sebenarnya adalah pemberian bunga dan denda bagi wajib pajak yang menunggak," katanya.
Namun demikian, dia mengingatkan bahwa dalam waktu satu tahun wajib pajak yang disandera apabila tidak mampu membayar pajak harus dilepaskan.
"Ini masalahnya. Kalau mereka satu tahun kemudian dilepas berarti mereka tidak membayar pajak," katanya.
Dia menegaskan bahwa penyanderaan adalah salah satu instrumen hukum, bukan merupakan sasaran utama karena sasaran utamanya adalah kesadaran hukum untuk membayar pajak.
Sarasehan bertema "Moving Together" atau "Bergerak Bersama" tersebut menghadirkan 69 peserta terdiri dari perguruan tinggi, pemerintah pusat dan daerah, berbagai ormas dan komunitas, asosiasi hotel, LSM, perbankan, media massa dan pemangku kepentingan termasuk wajib pajak.
"Kanwil DJP harus menyiapkan sarana dan prasarana. Rumah tahanan negara harus ada di Kanwil. Ini salah satu cara untuk menghukum. Mengapa di kantor polisi ada dan di Kanwil tidak ada?" ujar Djafar dalam sarasehan pajak Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara di Makassar, Senin.
Djafar mengatakan dengan usulan penyanderaan berarti sudah ada kemauan politik dari Dirjen Pajak untuk menindak wajib pajak yang tidak melakukan kewajibannya membayar pajak.
"Kalau sudah ada penyanderaan, jangan ada nota dinas untuk menangguhkan penyanderaan. Penyanderaan tidak melanggar HAM karena undang-undang memberikan kewenangan kepada Dirjen Pajak sehingga tidak ada gugatan ke MK," katanya.
Dia menegaskan pendiri negara sebagaimana dalam pasal 33 UUD 1945 telah mewariskan bahwa yang potensial untuk membangun negara adalah pajak sehingga kalau Kanwil DJP melaksanakan pungutan pajak tidak salah.
"Penyanderaan juga jangan dilihat sebagai hukuman karena hukuman sebenarnya adalah pemberian bunga dan denda bagi wajib pajak yang menunggak," katanya.
Namun demikian, dia mengingatkan bahwa dalam waktu satu tahun wajib pajak yang disandera apabila tidak mampu membayar pajak harus dilepaskan.
"Ini masalahnya. Kalau mereka satu tahun kemudian dilepas berarti mereka tidak membayar pajak," katanya.
Dia menegaskan bahwa penyanderaan adalah salah satu instrumen hukum, bukan merupakan sasaran utama karena sasaran utamanya adalah kesadaran hukum untuk membayar pajak.
Sarasehan bertema "Moving Together" atau "Bergerak Bersama" tersebut menghadirkan 69 peserta terdiri dari perguruan tinggi, pemerintah pusat dan daerah, berbagai ormas dan komunitas, asosiasi hotel, LSM, perbankan, media massa dan pemangku kepentingan termasuk wajib pajak.