Palu (ANTARA Sulsel) - Surat Edaran Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang melarang PNS menggelar rapat di hotel sejak Desember 2014, ternyata menurunkan okupansi hotel di Sulawesi Tengah hingga 50 persen, dan berdampak cukup serius pada penghasilan.

Kepala Bank Indonesia Perwakilan Sulawesi Tengah, Purjoko, di Palu, Kamis, mengatakan rata-rata okupansi hotel pada Desember 2013  berada pada kisaran 75 persen, namun setelah diberlakukannya peraturan tersebut, okupansi pada Desember 2014 hanya 30 persen.

Dia mengatakan secara historis, Desember merupakan salah satu bulan yang menyumbangkan pendapatan cukup besar terhadap omzet perhotelan.

Penurunan tingkat okupansi pada Desember tersebut turut mempengaruhi pencapaian tingkat pendapatan secara keseluruhan.

Rata-rata pendapatan yang diperoleh perhotelan di Sulawesi Tengah pada Desember berkisar pada 40 persen hingga 60 persen terhadap total pendapatan selama satu tahun.

Purjoko mengatakan surat edaran menteri tersebut dikhawatirkan tidak hanya berdampak terhadap kinerja perhotelan, namun juga dapat berpengaruh terhadap hal-hal lain yang berkaitan erat dengan proses bisnis perhotelan.

Hal-hal tersebut antara lain berkurangnya pendapatan asli daerah (PAD), meningkatkan potensi kredit macet, perlambatan pertumbuhan pembiayaan konsumtif, serta menurunnya kinerja UMKM sebagai pendukung proses bisnis perhotelan.

Badan Pusat Statistik Sulteng mencatat secara keseluruhan Tingkat Penghunian Kamar (TPK), bukan sewa ruangan pada Desember 2014 sebesar 28,23 persen, atau turun 1,72 persen dibandingkan November 2014 sebesar 29,95 persen.

Sementara jumlah tamu yang menginap di hotel bintang di Sulawesi Tengah mencapai 9.164 orang, terdiri 9.085 tamu domestik dan 79 tamu asing. R. Malaha

Pewarta : Riski Maruto
Editor :
Copyright © ANTARA 2024