Makassar (ANTARA Sulsel) - Kepala Kejaksaan Agung HM Prasetyo akan meminta pembanding pemeriksaan dokter atau "second opinion" terhadap terpidana mati asal Brasil Rodrigo Gularte setelah dilaporkan mengidap gangguan jiwa.

"Terpidana yang akan dieksekusi mati itu ada yang dilaporkan gila. Yang gila itu akan dimintakan `second opinion` dari dokter independen karena yang nyatakan gila itu dokter yang diminta oleh pengacaranya," ujarnya di Makassar, Kamis.

Prasetyo mengatakan, eksekusi mati terhadap 10 orang terpidana itu akan dilaksanakan dan semuanya telah melalui mekanisme sesuai dengan perundang-undangan.

Dia menyebutkan, Pemerintah Indonesia telah memastikan akan melanjutkan proses eksekusi mati gelombang dua terhadap pelaku kejahatan Narkotika dan obat-obatan.

Dari nama-nama terpidana yang disebut akan menjalani eksekusi ini, dua nama diantaranya populer dengan sebutan, sindikat Bali Nine, yakni Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.

Kemudian terpidana lainnya Sylvester Obiekwe asal Nigeria, Serge Areski Atlaoui asal Perancis, Zainal Abidin asal Indonesia dan terakhir Rodrigo Gularte asal Brasil yang dinyatakan mengidap gangguan jiwa.

"Kalau kita mengacu pada Undang-undang kita sendiri itu akan menjadi dasar pelaksanaan hukuman mati. Dalam undang-undang itu yang dikecualikan itu hanya perempuan hamil dan anak di bawah umur 18 tahun," katanya.

Sedangkan untuk terpidana yang disebut mengidap penyakit gangguan jiwa atau gila tidak masuk dalam kategori karena pada saat melakukan tindak pidana, tidak sedang gila.

"Pada saat melakukan tindak kejahatan kan, dia tidak gila. Kalau sekarang dikatakan gila, itu masih harus dimintakan `second opinion` untuk menjadi dasar kita," jelasnya.

Prasetyo berharap, pada pelaksanaan eksekusi mati ini dia meminta kepada semua negara agar bisa menghargai proses hukum seperti yang dilakukan bangsa ini terhadap proses hukum bangsa lainnya. FC Kuen

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024