Makassar (ANTARA Sulsel) - Sejumlah legislator akan menggunakan hak bertanyanya kepada Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto terkait keputusannya membentuk Komisi Pengendali dan Percepatan Program Strategi (KP3S) yang dinilai tidak memiliki payung hukum.

"KP3S yang dibentuk wali kota itu tidak mempunyai payung hukum dan sewaktu-waktu bisa dibubarkan. Komisi ini sifatnya lembaga dan harusnya dia independen," ujar Sekretaris Komisi A DPRD Makassar, Rudianto Lallo, Minggu.

Hak bertanya yang diajukan sejumlah legislator itu karena hak interpelasi yang digagas oleh Legislator Demokrat Susuman Halim bersama empar rekan lainnya baik dari Demokrat maupun Fraksi Nasional Demokrat itu tidak mencukupi angka minimal yakni tujuh suara.

Meskipun Rudianto tidak ikut mendukung usulan hak interpelasi itu, tetapi dirinya lebih suka menggunakan hak bertanyanya itu daripada mengusul interpelasi.

Karenanya, sejumlah legislator kemudian beralih menggunakan hak politiknya itu untuk meminta penjelasan wali kota sebelum Komisi Aparatur Sipil Negara (ASN) membubarkan lembaga bentukan wali kota tersebut.

Legislator Nasdem itu menyatakan tugas-tugas KP3S itu sendiri dinilai saling tumpang tindih dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) serta para Asisten Wali Kota Makassar karena tugas dan fungsinya yang telah dijabarkan dalam lembaga itu.

"Kalau tidak sesuai aturan Aparatur Sipil Negara, kenapa tidak (dibubarkan). Komisi ASN disebut punya wewenang untuk menganulir keputusan dari para kepala daerah yang tidak sesuai dengan aturan," katanya.

Komisi ASN yang terbentuk sejak 2014 bertugas melakukan pengawasan dan pembinaan profesi ASN. Dalam melaksanakan tugasnya, komisi dapat melakukan penelusuran data dan informasi terhadap pelaksanaan sistem dan kebijakan serta manajemen aparatur sipil pada instansi pemerintah.

Rudi menyebutkan Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan mengatur bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Bersama DPRD.

Sehingga kebijakan membentuk lembaga seharusnya dibahas bersama kedua pihak, sedangkan dirinya mengaku jika selama ini DPRD tidak pernah dilibatkan dalam pembentukan hingga penentuan pejabat KP3S.

"Kalau menurut Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 itu tentang Pemerintahan Daerah, KP3S harusnya dibahas di DPRD dan penentuan komisionernya harus melalui fit and proper test di dewan. Tetapi ini, muncul secara tiba-tiba," jelasnya.

Menurut Rudi, wali kota pernah menyebutkan bahwa KP3S disahkan melalui Peraturan Wali Kota. Tapi belakangan diketahui bahwa Perwali tersebut tidak pernah ada. Bila dikatakan termasuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), itu pula dianggapnya lebih tidak masuk akal.

Nama lembabaga yang disebut Komisi juga dianggap salah. Dalam perundang-undangan pemerintahan, sama sekali tidak disebutkan bentuk lembaga komisi. Komisi, kata dia, adalah lembaga independen non struktural.

Rudi juga menyebutkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 tahun 2014. Dalam aturan itu, pengisian jabatan pimpinan tinggi pemerintahan dilakukan dengan lelang terbuka.

Sedangkan Danny hanya melakukan lelang untuk orang tertentu. Belum lagi jumlah komisioner dua puluh orang, yang dianggap terlalu banyak dan boros anggaran. Rolex Malaha

Pewarta : M Faisal Hanapi
Editor :
Copyright © ANTARA 2024